Pakar Sebut Perlunya Kolaborasi Aparat Penegak Hukum dalam Penuntutan Hakim Agung Gazalba

TRIBUNNEWS.COM – Ada pro dan kontra terhadap kasus hakim Mahkamah Agung Hakim Ghazalba Saleh.

Beberapa waktu lalu, KPK gagal mengajukan berbagai tuntutan terhadap Gazalba.

Gazalba lolos dari jeratan hukum dalam dugaan tindak pidana pemerasan dan pencucian uang setelah jaksa KPK mengukuhkan hukuman sementara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Pakar hukum PBB Muhammad Rustamaji menilai majelis hakim menggunakan akal sehat terkait aturan main hukum acara.

“Jaksa KPK tidak berwenang mengadili Ghazalba Saleh, hal ini tidak bisa dianggap sebagai tindakan untuk melemahkan KPK,” jelasnya, Jumat (7/6/2024).

Menurut Rustamaji, ketentuan hukum yang dikemukakan hakim menekankan pentingnya kerja sama yang kuat dari aparat penegak hukum (APH) untuk terlibat dalam penuntutan.

“Dokumen yang mendefinisikan en ondelbaar dalam penuntutan di bawah Kejaksaan Agung merupakan bagian penting dalam penegakan hukum,” ujarnya.

Menurut dia, hermeneutika dugaan pertama dalam persidangan Ghazalba Saleh harus diselesaikan oleh kejaksaan dengan menggunakan asas, kaidah, dan kepentingan kejaksaan.

Jadi, menurutnya, aturan prosedur sebagai aturan main diwarnai dengan sikap skeptis dan keberpihakan dalam mencari kebenaran konkrit dalam implementasinya.

Menurutnya, meski baik dan buruk, keputusan hakim sudah tepat hukum.

Putusan hakim disebut juga undang-undang dan hakim merupakan perwujudan undang-undang.

Keputusan yang diambil juga merupakan dokumen hukum pertama yang bersifat otoritatif.

Artinya pencipta produk hukum tersebut mempunyai izin dari undang-undang.

Oleh karena itu, keputusan hakim selalu dianggap benar, sampai ada keputusan hakim yang menghentikannya.

“Res judicata provenritate habetur merupakan landasan kewajiban atau asas hukum bahwa apa yang dinilai oleh hakim harus dianggap baik dan harus dilaksanakan sampai ada putusan yang membatalkannya,” ujarnya.

Jaksa Agung Jaksa Agung

Putusan sela Pengadilan Tipikor dalam kasus Gazalba ini bisa dikatakan menegaskan sistem penuntutan bersama dan asas Dominus Litis.

Sistem penuntutan bersama ini diatur dalam Pasal 35 Bab 1 Ayat j UU Penuntutan.

Jaksa Agung mempunyai tanggung jawab dan kewenangan untuk melimpahkan sebagian kewenangan penuntutannya kepada jaksa untuk mengadili,” jelas Wakil Dekan Bidang Akademik, Penelitian dan Kemahasiswaan Fakultas Hukum UNS, Jaksa Agung, Kebersihan ini. Burhanuddin (Kepala Jaksa Puspenkoom)

Sistem ini menempatkan Jaksa Agung sebagai jaksa utama negara.

Jaksa dapat melakukan persidangan dan penyidikan sebagai bagian dari kejaksaan.

Dari segi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengadili perkara korupsi berdasarkan UU Tipikor dan lex expert Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan berarti menafikan pusat negara Republik. Kejaksaan Indonesia sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan.

Sebab, UU KPK merupakan ahli lex KUHAP, bukan UU Penuntutan.

Sesuai dengan asas dominus litis dan asas kekuasaan yang hanya diberikan kepada jaksa, maka sistem penuntutan bersama yang menempatkan Ketua Jaksa sebagai penuntut tertinggi merupakan cara terbaik dan juga standar yang digunakan dalam praktik internasional.

Menurut asas Dominus Litis, penuntut umum dan penuntut umum yang menerima surat kuasa dari Jaksa Agung adalah pemilik perkara atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan nyata terhadap perkara tersebut.

Jadi dia mempunyai kekuasaan untuk menentukan apakah kasus tersebut dapat diadili dan diadili.

Minta surat ke Jaksa Agung

Keluarnya putusan atau pemberitahuan pensiunan hakim Mahkamah Agung, Gazalba Saleh, menuai pro dan kontra.

Seperti diberitakan Tribunnews sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan menempuh upaya hukum untuk menggugat putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus Gazalba Saleh.

Maklum, majelis hakim memberikan kekebalan kepada Ghazalba Saleh yang memerintahkannya keluar dari tahanan KPK.

Sekelompok hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan JPU KPK tidak berwenang mengadili Ghazalba Saleh karena tidak berhak diadili oleh Jaksa Agung.

Guru Besar Universitas Sebala Maret Surakarta (UNS), Prof. Hal senada juga diamini oleh Puggiono Suvadi yang juga menjabat Ketua Komisi Komitmen (Comjak).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta menyurati Kejaksaan Agung (Kejagung) soal syarat administratif delegasi jaksa.

“Saya kira KPK sebaiknya menyurati Jaksa Agung saja untuk meminta perwakilan,” jelasnya, Kamis (6/6/2024).

Dia yakin Jaksa Agung akan segera mempertimbangkan permintaan KPK.

Dia melanjutkan, keputusan KPK yang meminta delegasi jaksa dari Kejaksaan Agung akan menyelesaikan konflik antar ormas tersebut.

Selain itu, Komite Pemberantasan Korupsi juga menangani banyak kasus dugaan korupsi yang juga memerlukan perhatian lebih.

“Saya kira sudah jelas, tulis saja. Jadi jangan dilanjutkan lagi,” kata Puggiono.

Komjak juga mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terus mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tipikor Jakarta.

Surat KPK ke Kejaksaan Agung dinilai bisa mempercepat proses hukum.

UU 19 Tahun 2019 KPK menyebutkan Kejaksaan harus mendapat delegasi dari jaksa penuntut umum,” jelasnya.

Puggiono menjelaskan, tugas pelimpahan tersebut terdapat pada Pasal 12A, 21, dan 24 UU KPK baru, atau Revisi UU KPK.

Berbeda dengan penyidikan dan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dimana Komisi pemberantasan korupsi tidak perlu dikirim dari pihak manapun.

“Karena memang benar penyidik ​​dan penyidik ​​diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) dan berbeda dengan jaksa, jika jaksa benar-benar seorang jaksa. Ya cepat diatur penyelesaiannya, cukup surat ke Jaksa Agung dan saya kira nanti akan lebih cepat, imbuhnya.

Ghazalba Saleh adalah hakim Mahkamah Agung dan hakim senior yang dituduh mencuri 62,8 miliar rubel dan melakukan penggelapan.

Pada Senin (27/5/2024), majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menerima surat keberatan atau eksepsi yang diajukan Ghazalba Saleh yang didakwa di Mahkamah Agung atas gratifikasi dan TPPU (MA). )

Menurutnya, hakim menyebut Direktur Penuntutan Umum KPK tidak berdaya dan tidak berwenang mengadili Ghazalba Saleh karena tidak ada surat rujukan dari Jaksa Agung. Sehingga tudingan JPU KPK dinilai tidak dapat diterima.

Hakim yang mengadili perkara Gazalba Saleh adalah Fahzal Hendry, Rianto Adam Ponto dan Hakim Ad Hoc Sukartono.

Berdasarkan hal tersebut, majelis hakim memerintahkan JPU KPK membebaskan Gazalba dari penjara. Gazalba resmi keluar dari Rutan K4 KPK pada Senin malam.

Ini merupakan kemenangan kedua Gazalba.

Gazalba sempat bernapas lega setelah KPK menangkapnya pada 8 Desember 2022 di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana karena dugaan suap.

Namun majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menyatakan Gazalba tidak bersalah.

Ia kemudian keluar dari Rutan Pomdam Jaya Guntur pada malam harinya setelah putusan dibacakan pada 1 Agustus 2023.

Setelah itu, Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan banding atas kasus tersebut ke Mahkamah Agung. Namun, upaya hukum terakhir ditolak. Gazalba dinyatakan bebas.

(Tribunnews.com/Chrysnha, Ilham Rian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *