TRIBUNNEWS.com – Pakar militer Israel Amir Bar-Shalom mengatakan bahwa roket dari organisasi oposisi Lebanon Hizbullah telah menjadi ancaman utama bagi negaranya.
Menurut Bar-Shalom, ancaman ini dapat berdampak serius pada barisan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) karena ukuran dan kekuatannya.
Dalam wawancara dengan Channel 12 Israel yang dikutip Al Mayadeen, Bar-Shalom mencatat bahwa Hizbullah telah meningkatkan persenjataannya dengan memasang roket tambahan dalam operasi baru-baru ini.
Bar-Shalom menjelaskan, frekuensi serangan roket Hizbullah semakin meningkat, dan serangan terbaru terjadi hampir setiap hari.
Ini merupakan peningkatan yang signifikan dibandingkan serangan sebelumnya yang bersifat sporadis.
Bar-Shalom menekankan bahwa serangan Hizbullah terhadap Israel utara bukanlah insiden “spontan” yang melibatkan satu roket.
Namun, lanjutnya, Hizbullah kerap meluncurkan empat atau lima roket sekaligus.
Pengakuan ini muncul di samping laporan Israel lainnya yang mengutip kekuatan senjata Hizbullah, menyusul peningkatan serangan kelompok tersebut di dan sekitar Tel Aviv dalam beberapa hari terakhir.
Media militer Hizbullah baru-baru ini melaporkan serangan terhadap pangkalan Glilot dekat Tel Aviv, sekitar 110 kilometer dari perbatasan dengan Lebanon, menggunakan rudal canggih.
Awal pekan ini, Hizbullah meluncurkan serangkaian drone canggih di pangkalan militer strategis di Tel Aviv. 5 pangkalan militer Israel ditembaki dalam satu hari
Sebelumnya, Wali Kota Haifa Israel, Yona Yahav, mengatakan distriknya merupakan sasaran utama organisasi oposisi Lebanon, Hizbullah.
Pernyataan tersebut disampaikan Yahav usai Hizbullah menembakkan roket ke Haifa pada Sabtu malam (16/11/2024).
Roket Hizbullah menghantam Haifa di tengah peringatan di seluruh kawasan dan sekitarnya, khususnya di Qrayot.
Serangan tersebut menyebabkan kerusakan dan kehancuran besar di Haifa, termasuk pemadaman listrik yang berdampak pada banyak lingkungan.
“Mereka tidak menunjukkan belas kasihan kepada kami (warga),” kata Yahav, Sabtu malam.
Yahav menambahkan, Haifa merupakan kota terbesar ketiga di Palestina.
Haifa adalah rumah bagi banyak institusi dan pusat bisnis.
Pada hari yang sama, Hizbullah mengumumkan tujuh operasi, lima di antaranya terkoordinasi dan simultan.
Operasi tersebut menargetkan Haifa menggunakan drone dan rudal canggih.
Sejumlah sumber daya penting menjadi sasaran serangan. Diantaranya adalah markas Komando Angkatan Laut (AL) Shayetet 13 di Atlit, selatan Haifa.
Pangkalan Angkatan Laut Stella Maris diketahui dua kali menjadi sasaran Hizbullah.
Selain itu, terdapat pangkalan teknis dan angkatan laut di Haifa, pangkalan Tirat Carmel dan pangkalan bahan bakar Nesher.
Semua pangkalan sasaran terletak pada jarak 35-40 kilometer dari perbatasan Palestina-Lebanon. Jalanan kosong, toko tutup
Yona Yahav juga mengatakan Haifa mengalami pukulan ekonomi serius yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Semuanya masih berdiri, jalanan sepi, toko-toko tutup, ujarnya, Selasa (11/12/2024).
Dalam pernyataannya kepada tentara Israel, Yahav memperingatkan bahwa jika perekonomian Haifa menderita, hal itu akan berdampak pada seluruh Israel.
Ia juga menekankan bahwa “Israel akan menjadi kuat hanya jika Utara juga kuat.”
Hizbullah telah menyerbu Haifa selama lebih dari sebulan. Pada Senin (11/11/2024), media Israel menyebut situasi tersebut sebagai “kegilaan di Teluk Haifa” setelah penembakan sekitar 100 roket oleh Hizbullah yang ditujukan ke distrik Krayot dan Haifa.
Israel juga menderita kerugian besar di utara, terutama ketika Hizbullah memperluas operasinya ke Haifa, dan operasi ini menjadi rutin.
Pertumbuhan ini berdampak negatif terhadap industri, pertanian, perdagangan dan pariwisata di wilayah tersebut.
Agresi Israel terhadap Lebanon menimbulkan beban keuangan yang berat.
Pemerintah terpaksa memberikan kompensasi yang besar kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah utara Palestina karena kerugian yang dideritanya.
Situasi ekonomi di wilayah utara diketahui memburuk karena Hizbullah terus menyerang Haifa, meluncurkan lebih dari 100 roket ke Qrayot pada hari Senin.
Media Israel mengatakan itu adalah serangan roket terberat Hizbullah terhadap Krayot sejak dimulainya perang yang sedang berlangsung.
Pasukan pendudukan Israel (IDF) mengakui bahwa roket tersebut diluncurkan dari daerah perbatasan, dan mengklaim bahwa roket tersebut baru saja ditemukan.
IDF mengkonfirmasi bahwa sekitar 90 roket ditembakkan ke utara dalam waktu 40 menit dari wilayah yang sebelumnya diduduki oleh pasukan Hizbullah.
Setelah serangan itu, Yona Yahav mengatakan kepada Channel 12 bahwa jumlah roket yang ditembakkan ke Haifa adalah salah satu yang tertinggi sejak Hizbullah mulai menargetkan permukiman di Israel utara pada 8 Oktober 2024.
Terkait hal ini, surat kabar Israel Hayom melaporkan bahwa pada tanggal 23 September 2024, serangan roket Hizbullah berdampak langsung ke Haifa, sehingga jalanan di sana benar-benar kosong dari warga Israel.
Surat kabar tersebut mengutip seorang warga yang mengatakan bahwa tidak ada peringatan di Haifa sebelum serangan Hizbullah.
Alhasil, RS Rambam memindahkan seluruh operasionalnya ke garasi mobil. Sementara itu, otoritas Haifa mengumumkan penghentian kegiatan belajar mengajar.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)