TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Untuk mewujudkan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN), diharapkan pemerintah tidak hanya fokus pada tebu.
Menurut Asosiasi Politik dan Ekonomi Indonesia (AEPI) Pengamat Pertanian Hudori, banyak bahan baku yang bisa diolah menjadi etanol untuk campuran bioetanol.
Selain itu, Khudori mengatakan penggunaan bahan baku yang beragam juga mengatasi persinggungan kepentingan BBN (BBM) dan industri pangan.
“Harus dikembangkan dari bahan baku yang beragam. Selain tebu, etanol juga dihasilkan dari stevia di Brazil. Selain itu juga terbuat dari gula aren dan minyak sawit. kata Hudori kepada media hari ini.
Hudori berpendapat bahwa pengembangan bioetanol sebagai BBN harus didorong.
Khususnya, membangun kemandirian energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi negara, memperbaiki neraca perdagangan dan mendukung tujuan Net Zero Emissions (NZE) tahun 2060.
Namun, dia menjelaskan, untuk mendorong pengembangan bioetanol sebagai biofuel, sebaiknya dilakukan melalui berbagai sumber.
Sebab jika fokus pada satu bahan baku saja, sebut saja tebu, maka pasokannya menjadi sangat terbatas.
Yang tak kalah pentingnya, gula molase kini digunakan dalam produk makanan seperti penyedap makanan, alkohol, dan bahkan kosmetik.
“Kalau hanya mengandalkan gula, akan bersaing dengan industri lain. Sebab hingga saat ini, obat tetes yang diproduksi swasta dan PTPN III seluruhnya digunakan sebagai bahan baku industri makanan, alkohol, dan kosmetik. Khudori melanjutkan: “Industri-industri ini masih menggunakan obat tetes?
Begitu pula dengan target produksi etanol tahun 2030 yang tertuang dalam Perintah Presiden tahun 2023, justru akan menjadi ajang persaingan antara biofuel dan industri lainnya.
Oleh karena itu, Hudori menjelaskan penggunaan bahan baku yang beragam merupakan solusi tantangan tersebut dan mempercepat program bioetanol BBN.
Selain untuk mengatasi persaingan dengan industri lain, diperlukan penggunaan bahan baku yang bervariasi, karena pengembangan bioetanol tidaklah sederhana.
“Ambil contoh tebu, proses reklamasi lahan, penanaman tebu, dan produksi gula relatif singkat, mungkin lima tahun atau bahkan delapan tahun.” Selain itu, 700.000 hektar telah diperluas dan menempati lahan yang luas. Kita butuh pabrik gula,” kata Ku.
Kudori mengatakan, situasi ini membuat Indonesia tidak akan pernah bisa swasembada gula.
Padahal, lanjutnya, keberadaan molase atau tetes tebu sebagai bahan baku bioetanol sebenarnya sangat bergantung pada keberhasilan swasembada tebu. Ia menambahkan: “Jika kita harus memenuhi target produksi etanol tahun 2030 sebesar 1,2 juta liter.” (*)