TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan menaikkan batas maksimal pinjaman fintech untuk industri menjadi Rp 10 miliar. Hal ini merupakan langkah strategis untuk mendorong perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.
Sebelumnya, batas maksimal pinjaman fintech hanya Rp 2 miliar. Perluasan ini diharapkan dapat memberikan akses pembiayaan yang lebih besar bagi UKM yang membutuhkan modal usaha dalam jumlah besar.
“Peningkatan batas pinjaman ini merupakan kabar baik bagi industri fintech lending dan UKM di Indonesia,” kata Anjak S. Jafar, presiden Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Entjik menjelaskan, peningkatan batasan pembiayaan untuk produktivitas akan meningkatkan akses pembiayaan bagi UKM yang membutuhkan modal usaha besar.
“UKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. “Dengan pembiayaan yang lebih mudah, diharapkan UKM akan lebih cepat tumbuh dan berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan perekonomian nasional,” ujarnya.
AFPI juga berterima kasih kepada OJK yang telah mempertimbangkan perbedaan profil risiko pinjaman produktif dan multiguna saat menyusun peraturan ini.
“Pinjaman produksi merupakan pinjaman formal sehingga risikonya lebih rendah dibandingkan pinjaman multiguna. Untuk itu, AFPI membantu OJK untuk melonggarkan batasan pinjaman pada sektor ini,” ujarnya.
AFPI menekankan pentingnya menyeimbangkan peluang dan risiko dengan memperkuat pengurangan risiko dan pelatihan literasi keuangan, serta berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan OJK untuk memastikan peraturan ini mendorong teknologi Fintech di Indonesia.
Sejak awal berdiri hingga April 2024, industri fintech lending telah menyalurkan dana sebesar Rp 913 triliun dengan pertumbuhan.
Data pembayaran tahun 2024 menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan, dengan akumulasi pembayaran hingga Februari tahun ini sebesar Rp 87,4 triliun.
Jika kita melihat data penyaluran pendanaan pada industri industri, grosir dan ritel; Perbaikan dan perawatan mobil dan sepeda motor menyumbang 45,98 persen dari total pembiayaan sektor industri pengolahan.
Selain itu, industri akomodasi dan makanan minuman berada di urutan kedua yakni sebesar 20 persen.
Diharapkan melalui kebijakan ini, UKM Indonesia dapat lebih mudah memperoleh dana untuk mengembangkan usahanya sehingga dapat lebih berpartisipasi dalam pembangunan perekonomian nasional.