OJK Dalami Potensi Pegawainya Terlibat Dugaan Suap untuk Muluskan Proses IPO

Laporan reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mendalami kemungkinan pegawai OJK ikut serta dalam dugaan suap guna memuluskan proses Initial Public Offering (IPO).

“Sejauh ini tidak ada tanda-tanda pelanggaran yang dilakukan aparat OJK terkait penawaran umum,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Santosa di Jakarta, Rabu (28/08/2024).

OJK, kata Aman, mendukung langkah tegas Bursa Efek Indonesia (BEI) yang akan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar etika demi menjaga integritas dan kepercayaan terhadap institusi.

Terkait berbagai pemberitaan media mengenai dugaan praktik penipuan pada proses penawaran umum perdana (IPO), Bursa Efek Indonesia (BEI) telah berkoordinasi dengan OJK, kata Aman.

Aman mengatakan OJK berkomitmen untuk selalu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, termasuk anti suap dan anti gratifikasi, sesuai Sistem Manajemen Anti Suap (SMAP) berbasis SNI ISO 37001 yang telah ditetapkan.

“OJK melarang seluruh pegawainya melakukan praktik suap, termasuk menerima gratifikasi dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, dengan selalu berpegang pada kode etik dan mematuhi ketentuan yang berlaku,” jelas Aman.

Apabila ada pihak yang mempunyai informasi dan/atau bukti adanya keterlibatan pegawai dan pejabat OJK dalam praktik suap dan gratifikasi, diharapkan melaporkannya melalui Sistem Deputasi OJK (WBS).

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengakui adanya pelanggaran etika yang dilakukan sebagian pegawai. Hal ini terkait dugaan whistleblowing dalam proses IPO.

Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan, terdapat pelanggaran etika di kalangan oknum pegawai Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan keyakinan tersebut, BEI telah melakukan tindakan disipliner sesuai prosedur dan kebijakan yang berlaku, kata Kautsar seperti dikutip Tribunnews Kontan, Kamis (26/8/2024).

Kautsar mengatakan, seluruh pegawai BEI dilarang menerima dalam bentuk apapun (termasuk uang, makanan, barang dan/atau jasa) atas jasa atau transaksi yang dilakukan BEI dengan pihak ketiga.

BEI mengumumkan penghentian hubungan kerja (PHK) terhadap lima karyawannya. Hal ini mengakibatkan oknum nasabah pegawai menuntut imbalan dan kepuasan atas jasa akseptasi emiten.

Diketahui, lima orang di antaranya merupakan pegawai bagian asesmen. Departemen ini bertanggung jawab atas persetujuan calon penerbit. Kelima pegawai tersebut diduga menuntut sejumlah kompensasi kepada calon penyiar tersebut.

Bahkan, oknum buruh tersebut mendirikan perusahaan konsultan yang diduga mengantongi sekitar Rp 20 miliar. Menurut laporan yang tersebar luas, praktik ini telah berlangsung selama beberapa tahun.

Meski demikian, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna masih enggan membeberkan dan merinci alasan pemecatan oknum pegawai BEI yang melanggar etika tersebut.

“Urusan dalam negeri lainnya tentu bukan untuk konsumsi masyarakat,” kata Nyoman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *