Jurnalis Tribunnews.com Namira Ionia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BOGOTA – Presiden Kolombia Gustavo Petro resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel. Pernyataan ini dilontarkan karena pimpinan Israel sengaja melakukan genosida terhadap warga sipil Gaza.
“Di hadapan Anda, Pemerintahan Transisi, Presiden Republik, besok mengumumkan bahwa kami akan memutus hubungan diplomatik dengan pemerintah Israel,” jelas Presiden Petro pada peringatan May Day yang digelar di Bogota, Rabu (1/5/2024).
Petro menambahkan, “Pengakhiran ini disebabkan oleh perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza karena pemerintah Israel memiliki pemimpin yang melakukan genosida.”
Langkah Petro terjadi setelah Bolivia, Belize dan Afrika Selatan (Afsel) memutuskan hubungan dengan Israel, Al Jazeera melaporkan.
Petro dikenal sebagai salah satu pemimpin dunia yang secara terbuka mengkritik serangan Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 34.000 orang. Petro mengkritik taktik “neo-Nazi” Israel di Jalur Gaza, yang menuai kritik dari duta besar Israel di Bogota.
Hubungan bilateral antara Kolombia dan Israel telah memburuk sejak saat itu, mencapai titik tertinggi pada bulan Februari ketika Presiden Petro memutuskan untuk mengakhiri pembelian senjata dari Israel setelah lebih dari 100 orang tewas di jalur bantuan di Jalur Gaza.
“Saya meminta makanan dan Netanyahu membunuh lebih dari 100 warga Palestina. Ini adalah genosida dan mirip dengan Holocaust,” tulis Petro Dx di Twitter.
“Dunia harus melarang Netanyahu. Kolombia akan membeli senjata apa pun yang bisa dibeli dari Israel.” Israel menyebut Kolombia anti-Semit.
Menanggapi seringnya kritik terhadap Presiden Petro, Israel akhirnya buka suara. Pemerintah Tel Aviv menggambarkan pemimpin Kolombia sebagai “anti-Semit dan penuh kebencian.”
Israel mengkritik dukungan Petro terhadap Gaza sebagai sikap yang menguntungkan Hamas.
“Presiden Kolombia berjanji akan memberi penghargaan kepada para pembunuh dan pemerkosa Hamas – dan hari ini dia mewujudkannya,” kata Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz.
“Gustavo Petro mengenang kisah bagaimana dia memutuskan untuk melindungi monster paling mengerikan yang dikenal umat manusia,” tulis Katz.