Netanyahu Rela ‘Dibully’ AS Asalkan Israel Dapat Kiriman Senjata Lagi

TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia bersedia menerima serangan pribadi terhadap dirinya dengan imbalan Israel mendapatkan lebih banyak senjata dari Amerika Serikat (AS) yang diperlukan untuk serangan militer di Jalur Gaza.

“Saya siap menoleransi serangan pribadi dengan syarat Israel mendapatkan senjata yang diperlukan dari Amerika Serikat selama (perang) demi keberadaannya,” kata Netanyahu, Kamis (20/6/2024).

Pernyataan tersebut merupakan tanggapan Gedung Putih atas keluhan keterlambatan pengiriman senjata. Netanyahu tidak berterima kasih

Sebelumnya, Gedung Putih menganggap pernyataan Netanyahu pada Senin (17/06/2024) tentang penundaan pengiriman pengiriman senjata AS ke negaranya sebagai sebuah penghinaan.

“Pernyataan ini sangat mengecewakan dan menghina kami, mengingat besarnya dukungan yang telah kami berikan dan akan terus kami berikan (kepada Israel),” kata koordinator komunikasi strategis Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, kemarin.

Gedung Putih mengonfirmasi pada hari Kamis bahwa mereka tidak mengetahui apakah Netanyahu akan merilis video pengiriman senjata AS ke Israel.

Pernyataan Netanyahu sangat mengecewakan dan meresahkan Amerika Serikat, dan komentarnya mengenai pasokan senjata AS juga tidak benar, ujarnya seperti dikutip Sky News.

Dalam sebuah pernyataan minggu ini, Netanyahu menggambarkan keputusan pemerintah AS untuk berhenti memasok senjata dan amunisi kepada Israel selama dua bulan terakhir sebagai tindakan yang tidak masuk akal dan mengatakan hambatan tersebut akan segera dihilangkan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Selasa (18/6/2024) mengatakan AS masih mengkaji isu pengiriman bom berat ke Israel.

Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden khawatir bom tersebut dapat digunakan untuk pembantaian Israel di Rafah, Jalur Gaza, yang merupakan rumah bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina. AS berhenti mengirimkan bom berat ke Israel

Pada awal Mei, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengonfirmasi bahwa ia telah menghentikan pengiriman bom seberat 2.000 pon dan 500 pon ke Israel, namun masih mengirimkan beberapa senjata lainnya.

Belakangan, Presiden AS Joe Biden mengatakan dalam wawancara dengan CNN bahwa ia akan berhenti memberikan bom udara dan artileri ke Israel jika operasi militer di Jalur Gaza diperluas hingga ke kota Rafah, dan menurutnya hal tersebut belum terjadi.

Meski melarang pengiriman bom berat, Joe Biden memastikan bahwa AS tidak akan meninggalkan Israel dan akan tetap memberi Israel sistem pertahanan udara dan senjata pertahanan lainnya.

Surat kabar Jerman Bild, mengutip sumber di Israel, melaporkan pada Senin (17/06/2024) bahwa Amerika Serikat bermaksud untuk mencabut larangan pengiriman senjata ke Israel di masa depan. Jumlah korban

Sementara Israel masih melakukan agresinya di Jalur Gaza, jumlah korban tewas warga Palestina bertambah lebih dari 37.372 orang dan 85.452 lainnya luka-luka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Selasa (18/6/2024) dan 1.147 kematian. . di wilayah Israel, yang dilaporkan Anadolu.

Sebelumnya, Israel mulai melakukan pengeboman di Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (10/7/2023) untuk melawan pendudukan dan penganiayaan Israel terhadap Al-Aqsa sejak tahun 1948.

Israel memperkirakan ada sekitar 120 sandera hidup atau mati dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah menukar 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina masih berada di penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lainnya terkait konflik Palestina dan Israel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *