TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin oposisi Yair Lapid pada Senin (22/4/2024) meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mundur dari jabatannya saat ini.
Sebab, Netanyahu gagal memprediksi serangan 7 Oktober 2023.
Permintaan Yair Lapid juga menyusul pengunduran diri kepala intelijen militer Israel, Mayor Jenderal Aharon Haliva.
Haliva diketahui mengundurkan diri pada Senin (22 April 2024).
Lapid menyambut baik keputusan Haliva.
Namun, Lapid meminta Netanyahu melakukan hal yang sama seperti Haliva.
“Pengunduran diri kepala intelijen militer adalah hal yang normal dan terhormat. Wajar jika Perdana Menteri Netanyahu melakukan hal yang sama,” tulis Lapid di X, dikutip Anadolu Ajansi.
Dua pertiga warga Israel tidak mempercayai klaim Netanyahu bahwa negara mereka hampir memenangkan perang yang sedang berlangsung di Gaza setelah lebih dari enam bulan, menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh Channel 13 Israel pada hari Minggu.
Tak hanya itu, banyak warga Israel yang juga menuntut diadakannya pemilu segera.
Hal ini dibuktikan melalui jajak pendapat masyarakat yang menunjukkan 63 persen responden mendukung pemilu dini, sedangkan 33 persen lebih memilih digelarnya pemilu sesuai rencana pada Oktober 2026. Surat pengunduran diri Haliv
Haliva menerbitkan surat pengunduran dirinya Senin ini.
Melalui surat pengunduran dirinya, Haliva menjelaskan alasan pengunduran dirinya.
“Pada hari Sabtu tanggal 7 Oktober 2023, Hamas melakukan serangan mendadak yang mematikan terhadap Negara Israel. “Divisi intelijen di bawah komando saya tidak memenuhi tugas yang dipercayakan kepada kami,” ujarnya, seperti dikutip Al Jazeera.
“Sejak saat itu, saya membawa hari kelam itu bersama saya. Hari demi hari, malam demi malam. Saya akan selamanya menanggung penderitaan perang yang luar biasa,” tambahnya.
Namun, waktu pengunduran dirinya masih belum jelas.
Pasalnya, Israel saat ini sedang menghadapi berbagai ketegangan.
Haliva menjadi pejabat senior pertama yang mengundurkan diri karena perannya dalam serangan paling mematikan di Israel.
Beberapa pakar militer mengatakan penarikan pasukan Israel pada saat Israel terlibat dalam berbagai bidang adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan dapat ditafsirkan sebagai tanda kelemahan. Konflik Palestina vs Israel
Israel telah menggempur Jalur Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023.
Hingga saat ini, 34.151 warga Palestina telah terbunuh.
Kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Sementara itu, 77.000 lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kurangnya kebutuhan dasar.
Perang Israel juga menyebabkan 85 persen penduduk Gaza mengungsi.
PBB juga melaporkan bahwa 60 persen infrastruktur Gaza rusak atau hancur akibat serangan Zionis.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Lebih banyak artikel terkait Netanyahu dan konflik antara Palestina dan Israel