Nasib Taruna STIP yang Aniaya Junior hingga Tewas, Jadi Tersangka dan Terancam 15 Tahun Penjara

TRIBUNNEWS.COM – Taruna Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan (STIP) Jakarta Tegar Rafi Sanjaya (21) membacok juniornya Putu Satria Anant Rustic (19) hingga tewas di kampus.

Penganiayaan terjadi pada Jumat pagi (5 Maret 2024).

Tegar kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerkosaan.

Tegar dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Kapolres Metro Jakarta Utara Gideon Arif Setiawan mengatakan, Tegar terancam hukuman 15 tahun penjara.

Tegar sebelumnya kepada polisi mengaku menikam korban sebanyak lima kali di bagian ulu hati.

Pemogokan itu dimaksudkan sebagai hukuman bagi junior yang lebih tua.

Pasalnya, saat itu korban diduga melakukan kesalahan karena mengenakan pakaian olahraga pada Jumat pagi.

“Ada tindakan terhadap junior karena melihat ada yang tidak beres menurut persepsi senior sehingga berkumpul di toilet,” kata Gideon, Sabtu (4/5/2024), seperti dikutip TribunJakarta.com.

“Lima orang berkumpul di kamar mandi itu, nah korban ini yang pertama kena, dan yang keempat belum datang,” ujarnya. Penyebab utama kematian korban 

Usai pemukulan, korban lemas dan kehilangan kesadaran sehingga menyebabkan pelaku panik dan berusaha melarikan diri.

Pelaku memasukkan tangannya ke mulut korban, namun Putu meninggal.

Dari hasil pemeriksaan, korban ditemukan mengalami luka di bagian ulu hati hingga menyebabkan pecahnya jaringan paru-paru.

Selain itu, juga ditetapkan bahwa penyebab utama kematian korban adalah kegagalan pelaku dalam mengikuti prosedur penyelamatan.

“Upaya tersebut, menurut tersangka, berupa penyelamatan mulut yang memutus oksigen dan saluran napas, sehingga mengakibatkan organ vital kekurangan oksigen hingga berujung pada kematian,” jelas Gideon.

Sehingga kerusakan paru-paru mempercepat proses kematian, padahal kematian hanya terjadi ketika korban tidak sadarkan diri atau tidak berdaya sehingga panik kemudian melakukan tindakan penyelamatan nyawa yang tidak sesuai prosedur, jelasnya. Kronologi kejadian

Saat itu, siswa kelas dua sedang melakukan aktivitas pendidikan dan kognitif.

Sekarang siswa kelas satu sedang berolahraga.

Saat itu, korban bersama empat orang temannya menuju ke kamar kosnya untuk menelpon rekan-rekannya yang masih tinggal atau tidak mengikuti pertandingan olahraga tersebut.

Namun saat kembali mengikuti olahraga tersebut, korban dan keempat rekannya bertemu dengan empat taruna tingkat dua ke atas.

Kemudian para tetua membawa kelima adiknya ke toilet, karena melihat korban dan keempat temannya melakukan kesalahan.

Kesalahannya adalah mereka mengenakan seragam olahraga.

“Saat saya turun, saya naik ke level kedua. Mungkin ada sesuatu yang salah. Departemen Kepolisian Metropolitan, Sabtu.

“(Yang dituakan) diajak, ‘Ikutlah dengan saya.’ Saat taruna tingkat satu bertemu dengan taruna tingkat dua, mereka meminta (yunior) ke kamar mandi karena melihat ada yang tidak beres,” lanjut Headey.

Selanjutnya, lima remaja termasuk korban bersama empat orang lanjut usia menuju toilet.

Saat itu, penjahat mengucapkan kalimat “Siapa yang lebih kuat?”

Kemudian korban, yang merasa dirinya sebagai pemimpin sekelompok siswa kelas satu, berkata: “Saya yang terkuat.”

Setelahnya, muncul makian dari para sesepuh terhadap juniornya, terutama dari Tegar terhadap Putu.

Korban inilah yang pertama kali dipukul oleh pelaku.

Gideon menegaskan, kekerasan tersebut dilakukan dengan tangan kosong dan tanpa alat.

“Aksi tersebut dilakukan dengan menggunakan kekerasan dan tanpa menggunakan alat, sehingga pemukulan dilakukan dengan tangan kosong,” kata Gideon.

Tindakan kekerasan ini dilakukan secara berlebihan dan berakibat fatal.

Gideon mengatakan, korban mendapat lima pukulan di bagian ulu hati.

Hal ini berlanjut hingga korban kehilangan kesadaran dan terjatuh.

Karena panik, para senior meminta rekan Putu atau empat siswa kelas satu untuk keluar dari toilet.

“Ada lima orang (yunior) di kamar mandi, korban pertama, dan empat (rekannya) belum sempat (berurusan dengan yang lebih tua),” ujarnya.

Mengetahui korban pingsan, pelaku dan keempat temannya panik dan membawa korban ke ruang kelas yang berada di dekat toilet tempat terjadinya tindak pidana (TKP).

Pelaku kemudian menyelamatkannya dengan memasukkan tangan ke dalam mulut, namun korban meninggal dunia.

Pasalnya, hal ini menyebabkan organ vital korban tidak mendapat pasokan oksigen.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul “Senior yang Mengalahkan Junior Sampai Mati di STIP Menghalalkan Hukum Korban, Pakaian Olahraga Menjadi Alasan”.

(Tribunnews.com/Rifqah/Ibriza Fasti) (Tribunjakarta.com/Gerald Leonardo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *