TRIBUNNEWS.COM – Keluarga sandera yang ditahan di Gaza merasa khawatir setelah kelompok Hamas mengumumkan kematian pemimpinnya Ismail Haniyeh di Teheran pada Rabu (31/7/2024).
“Hari ini kami terbangun dengan rasa takut di hati kami bahwa hal ini akan semakin bertambah. Tidak ada perdamaian, kami takut,” kata seorang warga Israel berusia 50 tahun yang keluarganya menjadi korban sandera di Gaza.
Warga Tel Aviv, Shahar Binyami, mengatakan dia khawatir tentang bagaimana Hamas dan sekutunya akan bereaksi terhadap pembunuhan Haniyeh.
“Yang membuat saya khawatir sekarang adalah reaksi Hamas dan Hizbullah,” kata Binyami, 25 tahun.
“Waktunya telah tiba untuk kesepakatan pertukaran kepemilikan, namun keberhasilan ini mungkin gagal,” tambahnya.
Negosiasi mengenai gencatan senjata dan perjanjian pertukaran permusuhan telah ditengahi selama berbulan-bulan oleh Qatar dan Mesir, yang didukung oleh Amerika Serikat.
Namun Hamas dan Israel sejauh ini belum mampu mencapai gencatan senjata dan kesepakatan untuk membebaskan para sandera.
Pertanyaan mengenai keterlibatan Israel dalam pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dapat menghambat perjanjian gencatan senjata dan pertukaran sandera di Gaza. Pemimpin Hamas terbunuh
Ismail Haniyeh, yang dikenal sebagai pemimpin senior Hamas, dilaporkan tewas dalam serangan udara tak lama setelah menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.
Menurut Al Arabiya, Haniyeh dibunuh bersama pengawalnya pada pagi hari pukul 02.00 waktu setempat.
Media Iran melaporkan bahwa Haniyeh tewas dalam serangan rudal berpemandu udara.
Tidak ada yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut, namun komentator di televisi pemerintah Iran menyalahkan tentara Israel atas serangan tersebut.
Setelah pembunuhan Ismail Haniyeh, Hamas menegaskan bahwa mereka tidak akan mengakhiri perlawanan Palestina terhadap Israel.
“Perlawanan tidak akan berakhir dengan terbunuhnya pemimpinnya, dan Hamas akan terus melakukan perlawanan hingga kemerdekaan,” tegas putra Haniyeh, Abdul Salam Ismail Haniyeh.
Di bawah kepemimpinan Abdul Salam Ismail, perwira senior Hamas, Sami Abu Zuhri, bersikeras bahwa pasukannya akan berperang terbuka dengan Israel sampai tujuan mereka untuk membebaskan Yerusalem dari intervensi Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu tercapai.
“Kami melakukan perang terbuka untuk membebaskan Yerusalem dan kami siap membayar harga apa pun,” kata Zuhri. Iran berjanji akan membalas Israel
Selain itu, sebagai tanggapan atas kematian pemimpin Politbiro Hamas Ismail Haniyeh, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bersumpah untuk membalas serangan Israel.
Khamenei mengatakan negaranya harus membalas dendam kepada Israel karena serangan yang menewaskan Haniyeh terjadi di tanah Iran.
“Kami menganggap tugas kami untuk membalas darahnya atas insiden tragis dan mengerikan yang terjadi di wilayah Republik Islam (Iran),” kata Khamenei, seperti dikutip Al Jazeera.
Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), sekutu dekat Hamas, membuat pernyataan serupa, bersumpah untuk menanggapi pembunuhan tersebut dengan respons yang berat dan menyakitkan.
“Iran dan oposisi akan dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan ini,” katanya dalam sebuah pernyataan. Israel menolak berkomentar
Sementara itu, Perdana Menteri Netanyahu dan militer Israel masih enggan mengomentari rumor keterlibatan Israel dalam pembunuhan Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas di Iran. Di sisi lain, pemerintah AS, sebagai sekutu terkuat Israel, yang juga menyebut Hamas sebagai kelompok teroris, mengaku memiliki informasi mengenai kematian Haniyeh. Namun dia menolak menjelaskan lebih lanjut. “Gedung Putih telah melihat laporan pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh di Iran,” kata juru bicara Gedung Putih.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)