TRIBUNNEWS.COM – Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem, mengungkapkan partainya kehilangan peralatan militer pasca jatuhnya Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam pidatonya di televisi yang menekankan bahwa meskipun kerugiannya signifikan, namun kerugian tersebut hanya mewakili sebagian kecil dari upaya perlawanan Hizbullah. Hilangnya peralatan militer di jalan
Qassem menjelaskan bahwa Hizbullah telah menerima pengiriman senjata melalui Suriah dan rezim Assad telah berperan dalam memfasilitasi jalur ini sebagai imbalan atas dukungan Iran terhadap oposisi Suriah.
“Ya, Hizbullah kehilangan peralatan militer di seluruh Suriah pada tahap ini, namun kerugian ini hanyalah sebagian kecil dari upaya perlawanan,” katanya. Harapan untuk Suriah
Dalam pidatonya, Qassem menekankan harapannya agar rakyat Suriah dapat memilih pemerintahan konstitusional yang memenuhi keinginan mereka.
“Kami berharap ada koordinasi antara masyarakat Suriah dan Lebanon serta pemerintah kedua negara,” ujarnya.
Namun, ia juga menegaskan Hizbullah tidak bisa mengambil sikap melawan oposisi Suriah yang saat ini berkuasa. Sikap terhadap oposisi Suriah
Menurut Qassem, Hizbullah tidak dapat menilai kekuatan baru di Suriah sampai situasi politik stabil dan posisi mereka jelas. Dampak terhadap hubungan Suriah-Israel
Qassem menegaskan, hubungan Suriah dengan Israel akan mempengaruhi sikap Hizbullah terhadap negara tersebut.
“Ini adalah berita paling penting yang akan mempengaruhi sifat hubungan antara kami dan Suriah,” tegasnya.
Sebelum rezim Assad jatuh, Qassem juga menyatakan dukungan Hizbullah terhadap Assad dan menyalahkan agresi terhadap Suriah sejak 2011 pada kepemimpinan Amerika dan Israel.
Hizbullah mulai melakukan intervensi di Suriah pada tahun 2013 untuk membantu rezim Assad melawan kekuatan oposisi yang berusaha menggulingkannya. Konten ini ditingkatkan menggunakan kecerdasan buatan (AI).