Nada Suara Meninggi, Mendag Zulkifli Hasan Ngaku Jengkel Permendag 8 Selalu Diminta Direvisi

Laporan jurnalis Tribunnews.com Endrapt Pramoudiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan kesal saat ditanya apakah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan 36/2023 tentang kebijakan impor akan diubah. ditinjau. dan menyesuaikan lagi.

Dia berkata dengan nada meninggi bahwa dia telah memberikan semua yang dia minta.

Salah satunya ketika ia menyetujui usulan agar barang impor yang dikirim oleh pekerja migran Indonesia (PMI) tidak dibatasi jenis dan jumlahnya serta dapat diimpor dalam kondisi baru atau tidak.

Aturan impor barang PMI mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141 Tahun 2023 tentang ketentuan impor barang oleh pekerja migran Indonesia.

“Apa yang belum kuberikan? Ada yang bertanya kepadaku, ada pula yang protes karena aku tidak memberikannya? Saya memberi batasan dan batasan pada surat itu. Apa lagi? PMI punya. Semua sudah dicek (disediakan) Apa lagi yang bisa saya minta ke masyarakat,” ujarnya di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2024).

Sehari sebelumnya, saat rapat dengan Komisi VI DPR, Zulkhas RI menyampaikan keberatannya terhadap revisi Keputusan Menteri Perdagangan 8/2024.

“Saya pulang dari sana (Peru), ada rapat lagi (tentang regulasi impor) yang dipimpin Presiden. Usulan Menteri Perindustrian (Menteri Perindustrian Agus Gumiwang) agar produksi industri datang lagi, Menteri Perdagangan. Regulasinya diubah lagi kalau tidak, terima saja aturannya: “Jangan mengatur dagangnya terus-terusan. Saya jelek,” kata Zulhas, Senin (8/7/2024).

“Saya tidak mengerti, Tuan. Kami hanya bekerja sekeras yang kami bisa. Maksudku apa yang dibutuhkan. Bukan untuk udang, apalagi untuk batu,” lanjutnya.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu pun kembali menegaskan menolak mentah-mentah revisi Keputusan Menteri Perdagangan 8/2024. Menurutnya, belum ada kepastian penambahan teknologi baru akan menyelesaikan masalah.

“Baiklah, kencan lain saja, Tuan. saya bersikeras. Diskusi ini belum bisa dipastikan akan menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, saya dengan tegas menolak. “Pada akhirnya, presiden setuju untuk tidak menyetujui aturan perdagangan lainnya,” kata Zulhas.

Ia pun mengusulkan solusi untuk menangani industri dalam negeri yang berisiko mengalami penurunan, yakni melalui Komite Keamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

KPPI yang berada di bawah Mingandl akan menyelidiki industri yang terancam penurunan. Industri tersebut akan dipelajari selama tiga tahun terakhir.

Oleh karena itu, jika produk pada industri ini mengalami peningkatan impor, maka produk impor tersebut dapat dikenakan tarif tambahan berupa bea masuk protektif (IMD).

BMTP ini sempat ramai beberapa waktu lalu karena Zulhas bilang bisa mencapai 200 persen. Zulhas menjelaskan, tarifnya belum tentu 200 persen, tapi bisa berubah tergantung hasil pemeriksaan KPPI.

Lebih lanjut, KADI yang juga berada di bawah Minhandl juga akan melakukan pemeriksaan serupa seperti KPPI.

“Mereka juga akan melihat data BPS, mereka akan memanggil asosiasi, mereka akan melihat data impor, impornya akan meningkat atau tidak? Barulah mereka akan sidang dan ada keputusannya,” kata Zulhas.

Jika produksi dari PKPI adalah BMTP, KADI dikenakan bea masuk antidumping (BMAD).

Zulhas mengatakan, saat ini industri yang bersedia memungut biaya input tambahan adalah TPT dan keramik. Untuk industri pakaian terus berlanjut.

Soal biaya yang akan dikenakan, Zulhas belum melihat hasil pemeriksaan PKPI dan KADI.

“Apa saja, saya akan lihat hasil kerja mereka. Tapi katanya kami tinggal lapor ke Kementerian Perdagangan, lalu buat surat, lalu kirimkan ke Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan, kata Zulkhas.

Zulhas juga menilai KPPI dan KADI hadir untuk menyelesaikan masalah ini. Ia pun menegaskan, tidak memandang negara asal yang akan menjadi objek impor. Jadi tidak hanya Tiongkok saja yang terkena dampaknya, negara-negara lain juga mungkin terkena dampaknya.

Zulhas sebelumnya mengatakan, ada tujuh industri yang berpotensi dikenakan BMTP dan BMAD.

Ada tujuh bidang yang menjadi fokus khusus, yakni Tekstil (TPT), Sandang, Keramik, Elektronika, Kecantikan, Tekstil, dan Alas Kaki.

“Kementerian Perdagangan akan berupaya semaksimal mungkin untuk mematuhi ketentuan dan peraturan, baik di tingkat nasional maupun yang disepakati oleh lembaga global seperti WTO,” kata Zulhas di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (5/7). . /2024).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *