Laporan reporter Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyarankan agar Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak menanggung penyakit akibat merokok.
Ia memperkirakan sebagian besar penerima manfaat PBI yang dianggap tidak kompeten oleh pemerintah tidak mengetahui cara menjaga kesehatannya.
Mereka memilih untuk terus merokok daripada membayar iuran.
“Warga Indonesia banyak yang merokok, ada 98,6 juta PBI yang dianggap pemerintah tidak mampu membiayai padahal merokok itu merugikan diri sendiri,” ujarnya saat ditemui di Kantor Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/1). 11/2024). ).
Ia berharap tahun depan ada kebijakan baru mengenai penerima manfaat penyakit akibat Rokok.
Tahun depan, ada rencana penyesuaian tarif dan biaya. Hal ini mengacu pada Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2024, besaran iuran ditinjau tidak lebih dari 2 tahun sekali. Direktur BPJS Kesehatan Masyarakat Ali Ghufron Mukti (ketiga dari kiri) di Kantor Menteri Kesehatan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional di Kota Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2024). (Berita Tribun/Rina)
“(Perokok) beli rokok sendiri seharga 500 ribu. Kalau bayar 42 ribu susah. Apa kebijakannya? “Tidak diatur, tapi gagasan bisa menjadi bahan pertimbangan partai atau pemerintah untuk mengambil kebijakan,” jelas Ghufron.
Jenis penyakit yang disebabkan oleh rokok antara lain kanker paru-paru, penyakit jantung, stroke, dan penyakit pernafasan kronis.
Saat ini penyakit jantung menjadi penyakit dengan beban keuangan negara tertinggi yaitu sebesar Rp 10 triliun per tahun.
Penyakit jantung seringkali dikaitkan dengan gaya hidup yang tidak sehat, salah satunya adalah merokok.
Seringkali pasien datang dalam kondisi yang sangat serius sehingga pengobatannya mahal dan pasien tidak dapat berproduksi lagi.
Oleh karena itu, ia berharap semua orang bisa hidup sehat agar tidak terkena penyakit jantung atau kanker.