Laporan dari Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI telah menyetujui pencabutan UU MPR atau TAP Nomor II/MPR/2001 dan pengembalian nama diri Presiden ke-4 RI Abdurrahmand Wahid atau Gus Dur. .
Pertama, usulan tersebut disampaikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada akhir sidang penuh MPR RI tahun 2019-2024.
Sekretaris Partai PKB Neng Eem Marhamah dalam rapat MPR mengatakan, PKB ingin membatalkan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pemilihan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid.
TAP MPR No. II tahun 2001 menyatakan, ketidakhadiran Gus Dur dan penolakan menyampaikan laporan yang diperlukan kepada sidang istimewa MPR saat itu dianggap bertentangan dengan kebijakan negara.
Termasuk keputusan Gus Dur mengeluarkan Perpres, salah satu dari tiga hal itu menghancurkan DPR.
“Meminta MPR RI menerbitkan surat keputusan tentang TAP Nomor II/MPR/2001 yang tidak sah menurut Pasal 6 TAP MPR Nomor I Tahun 2003 dalam rangka memulihkan nama baik Presiden. Kiai Haji Abdurrahman Wahid,” kata Eem dalam pertemuan, Rabu (26/9/2024).
Eem meminta MPR RI menerbitkan surat administratif sebagai pengukuhan pemulihan nama baik Gus Dur sebagai dasar rekomendasi gelar Pahlawan Nasional.
Eem juga menjelaskan bagaimana peran Gus Dur di Indonesia.
“Tindakan dan kontribusinya banyak dalam memulai dan mengawasi proses reformasi dalam membangun demokrasi dan membangun kependudukan di tanah air dan negara,” ujarnya.
MPR pun sepakat untuk membatalkan TAP MPR No II/MPR/2001 dan mengembalikan nama baik Gus Dur.
Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengaku menerima surat dari PKB terkait permintaan tersebut.
Kemudian dia menegaskan, MPR menerima permintaan pihak PKB.
Ini merupakan bagian integral dari pengambilan keputusan.
Sesuai kesepakatan antara Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi/Kelompok DPD pada tanggal 23 September 2024, Pimpinan MPR mengukuhkan Undang-Undang MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Kekuasaan Presiden Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid, kini status hukumnya sudah tidak aktif, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Kedudukan Hukum MPRS dan MPR RI. 1960 hingga 2002,” kata Bamsoet.