Mpox Jadi Kegawatan Internasional Lagi, Apa yang Harus Dilakukan RI?

Laporan disiapkan reporter Tribunnews.com Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr. Tedros, baru saja mengumumkan adanya peningkatan jumlah kasus Mpox di Kongo dan beberapa negara di kawasan Afrika.

Hal ini menyebabkan WHO menyatakan situasi ini sebagai Public Health Emergency of Global Concern, atau istilah resminya adalah Public Health Emergency of Global Concern (PHEIC).

Mantan Direktur Epidemiologi WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama pun menanggapi situasi tersebut.

Ia menjelaskan, angka tersebut didasari oleh kekhawatiran terhadap penyakit menular yang bisa menjadi epidemi.

“MPox ini, panitia darurat juga menyampaikan bahwa ada kemungkinan (tapi belum pasti) mpox ini juga menyebar ke luar benua Afrika, artinya tidak menutup kemungkinan juga di Asia,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (8/8). /2024)

Pernyataan PHEIC menyebutkan perlunya upaya internasional yang terkoordinasi, salah satunya terkait vaksinasi.

Saat ini terdapat dua jenis vaksin yang direkomendasikan oleh Kelompok Penasihat Strategis WHO yang terdiri dari para ahli vaksin dan juga disetujui serta dicakup oleh otoritas regulasi nasional yang terdaftar di WHO.

Prof. Tjandra mengatakan, peningkatan kasus di beberapa negara kembali disebabkan karena clade 1b lebih rumit dibandingkan clade 2 yang selama ini sudah menjadi rahasia umum.

Seperti yang kalian ketahui, Mpokx dulunya tergolong PHEIC lalu dibatalkan karena sudah terkendali, namun kini menjadi penyakit lagi.

“Haruskah Indonesia menutup kedatangan dari negara-negara yang sedang tertular? “Jika ada suatu penyakit yang menjadi darurat internasional, yang dilakukan suatu negara bukanlah menutup perbatasannya terlebih dahulu, tetapi memperkuat sistem pengendalian internalnya,” ujarnya.

Ia menjelaskan, penutupan gerbang perbatasan tidak akan mencegah penyebaran Covid-19 ke seluruh dunia.

“Bukan berarti kalau negara A sampai F misalnya tertutup, bagaimana kita bisa menjamin tidak ada kasus di negara G sampai L misalnya? Tidak mungkin menutup perbatasan dengan seluruh dunia.” Jadi yang paling penting adalah mempersiapkan sistem kesehatan di dalam ruangan, walaupun tentunya kita mewaspadai kemungkinan di luar,” kata Prof Tjandra.

Diketahui, beberapa kasus Mpok terjadi di Indonesia, sedikitnya lima.

Jadi itu harus dilakukan secara internal.

Pertama, promosi kesehatan secara luas mengenai penyakit ini.

Kedua, surveilans untuk mengidentifikasi kasus-kasus yang mungkin terjadi di berbagai wilayah terpencil di Indonesia.

Ketiga, peningkatan kemampuan deteksi merupakan nilai tambah yang pasti untuk mpox ini.

Keempat, ketersediaan layanan kesehatan di berbagai tingkat.

Kelima, koordinasi dan kerja sama internasional untuk memprediksi penyebaran penyakit antar negara.

“Dunia internasional telah mengubah kata ‘fus-bus-ape’ menjadi ‘cacar’, sebagian karena kasus-kasus yang terjadi saat ini tidak selalu dikaitkan dengan monyet. ‘Dalam hal ini akan lebih baik jika kita mengubah dan mengadaptasi kata Monyet. – dan mari kita gunakan kata yang baru dan lebih tepat,” kata CEO Universitas YARSI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *