Momentum HIMAS 2024, AMAN Harap Ada Kejelasan RUU Masyarakat Adat di DPR

Hal itu diinformasikan Wartawan Tribunnews.com Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) merayakan Hari Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) Internasional pada Jumat, 2024 (8/9/2024).

Pada bulan Desember 1994, Majelis Umum PBB melalui resolusi 49/214 menetapkan tanggal 9 Agustus sebagai HIMAS atau Hari Masyarakat Adat Sedunia untuk mendidik dan menghormati serta melindungi hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia.

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolingqi mengatakan, pihaknya berharap bisa memperjelas rancangan undang-undang tentang masyarakat adat di Kongo dalam rangka Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia.

Menurut dia, RUU tersebut sudah menemui jalan buntu selama 10 tahun.

“UU Masyarakat Adat tentunya sudah 10 tahun lebih dibekukan di RDK, masih tertahan di dua fraksi, PDIP dan Golkar, dan kemudian saya berharap bisa diumumkan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (9/9). ) / 8/2024).

Menurut dia, AMAN meminta waktu untuk bertemu dengan anggota DPR terkait undang-undang tersebut. 

Rukka juga berharap Presiden mendatang bisa lebih memperhatikan masyarakat adat.

“Kami berharap perjanjian ini akan segera diberlakukan kembali dan diratifikasi, dan kami berharap presiden berikutnya akan menganggap serius masyarakat adat,” katanya.

Rukka menjelaskan, inovasi dan pengetahuan tradisional masyarakat adat di seluruh dunia telah melestarikan hutan, lahan kering, padang rumput, dan ekosistem lainnya di kawasan tradisional untuk umur panjang, revitalisasi budaya, dan kelangsungan ekonomi.

“Ya, ini penting karena kami ingin menunjukkan bahwa solusi atas krisis yang kita hadapi saat ini adalah salah satu solusi komunitas lokal, karena diakui secara global,” kata Rukka.

Ia menjelaskan, masyarakat lokal telah menjadi basis implementasi lembaga adat dan penentuan nasib sendiri secara politik. Selain itu, masyarakat adat telah lama menyatakan keprihatinan serius terhadap perubahan iklim.

Oleh karena itu, kontribusi masyarakat lokal dalam mengatasi krisis yaitu pengetahuan, teknologi, perlindungan tanah, perlindungan alam, perlindungan hutan, perlindungan keanekaragaman hayati harus didukung dengan kebijakan yang baik, ”ujarnya.

Saat ini negara-negara tersebut menghadapi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya, terdokumentasi, dan semakin cepat dari perubahan iklim dan kekhawatiran global mengenai hilangnya keanekaragaman hayati.

“Kebijakan dengan tujuan atau sasaran yang sama, yaitu keluar dari krisis. Tidak demikian halnya di Indonesia, pelindung ekosistem terbaik kini terancam akibat transisi energi ke energi baru. Saat ini ada 4 proyek energi besar , “katanya.

Peringatan tahun ini akan fokus pada pengucilan sukarela dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat Kontak Pertama atau Voluntary Exclusion dan Masyarakat Adat Kontak Pertama.

“Jadi masyarakat adat yang memperjuangkan hak-haknya bukan memperjuangkan dirinya sendiri, tidak egois. Justru mereka melindungi umat manusia di muka bumi ini. Jika Anda melindungi masyarakat, Anda tidak hanya melindungi masyarakat adat, tapi kita semua,” katanya.

Berbagai penelitian membuktikan bahwa masyarakat adat adalah penjaga bumi. Ketika hak kolektif mereka atas tanah dan wilayah terlindungi, ekosistem akan tumbuh subur dan terlindungi.

“Kelangsungan hidup masyarakat adat penting tidak hanya untuk perlindungan planet ini, namun juga untuk pelestarian pengetahuan tradisional dan inovasi,” tambahnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *