Laporan reporter Tribunnews.com Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.
Kekhawatiran ini termasuk meningkatkan isolasi diri dan mematikan air di kamar mandi penghuni.
Hal itu terungkap pada Kamis (8/1/2024) dalam kasus pajak ilegal yang menangkap 15 mantan pegawai KPK yang didakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa disebutkan, ancaman yang disampaikan sipir rutan KPK, Muhammad Ridwan, Ubaidillah, dan Ricky Rachmawanto kepada para narapidana atas perintah Direktur Lapas KPK, Ahmad Fauzi.
Ridwan, Ubaidilah dan Ricky mengatakan kepada para tahanan bahwa mereka harus menyetorkan uang setiap bulan kepada ‘Lurah’ atau petugas polisi yang menjadi koordinator pengumpulan uang.
Pada Kamis (01/08/2024), Jaksa Pengadilan Tipikor mengatakan, “Apabila narapidana tidak membayar tunjangan bulanan atau terlambat menyetorkan tunjangan bulanan, maka pihak Lapas KPK akan menindak para tahanan tersebut.”
Jaksa menyebut mereka akan diberikan masa kurungan isolasi yang lebih lama, khususnya bagi para narapidana yang sempat mendekam di penjara KPK dalam waktu singkat.
Tak hanya itu, para warga binaan juga akan dikurung jika tidak atau terlambat melakukan pembayaran bulanan yang telah disepakati.
Ancaman tidak berhenti sampai disitu, petugas Lapas KPK juga akan menghentikan aliran air dari kamar mandi ke dalam Lapas, menghentikan pengisian ulang liter air, dan juga melarang para narapidana koruptor untuk berolahraga.
Selain diberi tugas pengamanan lain dan tugas lain membersihkan piket yang tidak sesuai rencana, ujarnya.
Jaksa juga mengungkap beberapa tahanan yang dianiaya oleh petugas rutan KPK di antaranya mantan Wakil Presiden DPR RI Azis Syamsudin, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, dan mantan Presiden Direktur PT Garuda Indonesia Emrisyah Satar. dan mantan pemimpin Bekasi Rahmat Effendi.
Selain itu, ada nama lain yang juga ia temui seperti Yorry Corneles Pinontoan, Firjan Taufan, Sahat Tua Simanjuntak, Dodi Reza, Apri Sujadi, Dono Purwoko, dan Elvianto.
Dalam perampokan tersebut, para terdakwa menggunakan kata-kata tertentu.
Jaksa KPK mengatakan para terdakwa menggunakan kata “Lurah” untuk petugas polisi yang bertindak sebagai penghubung untuk menerima pembayaran bulanan dari para tahanan di penjara KPK, yang kemudian disebut “korting”.
Penggunaan istilah tersebut disepakati oleh para terdakwa setelah sebelumnya terjadi pertemuan antara Deden Rochendi, Hengki dan Sopian Hadi serta terdakwa lainnya pada Mei 2019 di sebuah kafe di Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan itu, Deden dan Hengki sepakat mengangkat Muhammad Ridwan sebagai ‘Lurah’ di Lapas KPK Divisi Pomdam Guntur.
Sedangkan Mahdi Aris ditetapkan sebagai ‘Lurah’ di Lapas KPK Cabang Gedung Merah Putih, sedangkan Suharlan dan Ramadhan Ubaidilah ditetapkan sebagai Lurah di Lapas KPK Cabang Gedung CI.
Selanjutnya, terdakwa Deden Rochendi dan Hengki meminta kepada M Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, dan Ubaidilah untuk mengumpulkan uang setiap bulan dari ‘Korting’ masing-masing rutan KPK, sekitar Rp 80 juta per bulan atau antara Rp 5 dan 20 juta untuk setiap narapidana. ,” jelas jaksa.
Usai mengumpulkan uang, terdakwa membagikan uang hasil pungli tersebut ke beberapa sipir penjara KPK.
Pembayaran dilakukan sesuai dengan pangkat atau jabatan dan tugas yang diberikan.
Yakni, Plt Direktur Karutan mendapat jatah Rp 10 juta per bulan, koordinator Rutan Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per bulan, dan pimpinan panitia antikorupsi terdiri atas direksi dan anggota tim. sebagai cabang ekspres (URC) dari Rp 500 ribu menjadi Rp 1,5 juta per bulan”.
Dalam dakwaan, 15 orang didakwa menerima Rp6,3 miliar dari narapidana.
Terpidana pemerasan antara lain mantan narapidana KPK Achmad Fauzi, mantan Pelaksana Tugas (Plt) KPK Deden Rochendi, mantan Ketua Departemen Pemberantasan Korupsi (KPK) KPK Ristanta 2021, dan Direktur Keselamatan dan Keamanan (Kamtib) KPK pada tahun 2018-2022 Hengki.
Selain itu, ada nama lain seperti mantan pejabat Lapas KPK Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.
Jaksa KPK juga menyebut tindak pidana tersebut dilakukan terdakwa sejak Mei 2019 hingga Mei 2023 saat menjalani suap di Lapas KPK.
15 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi didakwa melanggar Undang-Undang Tipikor huruf 12 juncto Pasal 55 Ayat 1 angka 1 KUHP dan Pasal 64 Pasal 1 KUHP.