MK Tolak Uji Materi UU Pemilu Soal Aturan Hak Presiden & Wakil Presiden Kampanye

Laporan jurnalis Tribune News Mario Cristiana Somambo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menolak gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tentang aturan hak Presiden dan Wakil Presiden untuk melakukan kampanye pemilu. 

Penyebab atau alasan permintaan dan aspal tidak jelas. Pengadilan menegaskan, bitum sebagai representasi pusita harus mencerminkan hal-hal yang dimohonkan yang timbul dari dasar yang mendasari permohonan tersebut.

“Dengan kata lain harus ada kesesuaian dan konsistensi antara keadaan dan permohonan, dalam hal ini menggambarkan adanya pertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang aturan hukum yang diperlukan untuk pengujian yang dituangkan dalam sidang pengucapan. di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta,” kata Arif Hidayat dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu, mengatakan, “status permohonan juga harus mencerminkan masih adanya konflik dengan Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Tahun 1945 dalam suratnya.” (16/10/2024).

Oleh karena itu, meskipun alasan pertentangan antara norma yang diminta dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI) tercantum dalam penjelasan posisi permohonan, namun para pemohon tidak merinci permasalahan apa yang menjadi pokok permohonan yang diajukan. laporan. Terhadap pokok permohonan yang dimintakan pemeriksaannya.

Oleh karena itu, hal ini menunjukkan kurangnya ketelitian dan ketelitian pemohon dalam mempersiapkan permohonan.

Sebab, persoalan-persoalan yang diuraikan di atas merupakan aspek kunci karena selain berkaitan dengan pemenuhan syarat formal prosedur hukum acara, juga harus dipastikan adanya uraian fakta dan dalil hukum serta tujuan permohonan. . , dapat dipahami dengan jelas.

Sekadar informasi, pada sidang sebelumnya, dalam permohonan yang didaftarkan dalam Perkara Nomor 55/PUU-XXII/2024, ditonjolkan permohonan agar Mahkamah menafsirkan ketentuan yang dimaksud agar Presiden dan/atau Wakil Presiden mempunyai hak untuk status kekuasaan petahana dan kampanye. Untuk diriku sendiri. 

Pemohon secara keseluruhan meminta Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 UU Pemilu ayat (1) inkonstitusional jika tidak dimaknai sebagai berikut:

Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu: “Kampanye pemilu yang diikuti oleh presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, gubernur, walikota, dan wakil walikota harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

1. Tidak menggunakan fasilitas yang ada di kantornya, kecuali fasilitas untuk mengamankan pegawai negeri sipil sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; Penggunaan cuti di luar tanggung jawab negara; Dan 3. Presiden dan/atau Wakil Presiden mempunyai status perwakilan dan berkampanye.”

Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu: “Presiden Republik dan wakilnya berhak melakukan propaganda pemilu jika mereka dalam kapasitasnya sebagai penanggung jawab dan pembelaan diri.”

Isu kampanye presiden dan/atau wakil presiden menimbulkan kegaduhan seperti yang terjadi pada pemilu tahun 2024, bahkan berubah menjadi berbagai kontroversi yang serius dan berbahaya sehingga menjadi isu penting dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di daerah. negara. Mahkamah Konstitusi. . 

Pemohon berharap jika permohonan ini dipenuhi, maka permasalahan di atas tidak terulang kembali pada pemilu mendatang.

Menurut para pemohon, sangat tidak etis dan tidak pantas Presiden dan/atau Wakil Presiden ikut serta dalam kampanye pemilu dan/atau mendukung calon presiden dan/atau Wakil Presiden lainnya dalam platform pemilu. 

Sebab akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dan persamaan di depan hukum bagi para pesaing yang tersisa dalam pemilu presiden, padahal kepastian hukum yang adil dan persamaan di depan hukum merupakan urusan konstitusional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *