TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak sengketa Pilpres yang diajukan pasangan calon I, yakni pasangan calon I Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan calon nomor urut 3 calon presiden dan wakil presiden pemilu presiden, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Hal ini sejalan dengan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (MK), di Gedung MK Jakarta.
Dalam eksepsinya, menolak keberatan penggugat. Pokoknya menolak permohonan penggugat untuk seluruhnya, kata Suhartoyo saat membacakan putusan, di ruang sidang pleno Knesset, Senin (22/4/2024).
Ternyata ini bukan kali pertama Mahkamah Konstitusi menolak pengaduan hasil pemilu presiden. Tercatat, sejak tahun 2004, Mahkamah Konstitusi selalu menolak gugatan hasil pemilu presiden.
Sidang Wiranto-Salahuddin Wahid
Diketahui, pada tahun 2004, pasangan calon presiden dan wakil presiden Wiranto-Salahuddin Wahid menggugat hasil Pilpres 2004 pada 5 Juli 2004. Dalam prosesnya, Wiranto-Salahuddin Wahid membatalkan SK CPU 79/ 200 Tentang penetapan hasil penghitungan suara calon wakil presiden dan perlu dilakukan penghitungan ulang. Akibatnya, MP menolak permintaan tersebut.
Wiranto-Salahuddin Wahid mengatakan suaranya hilang di 26 provinsi. Mereka pun mengajukan gugatan terhadap adanya praktik kebijakan moneter di PTPN XX Jawa Barat. Keduanya juga merahasiakan SE KPU nomor 1151 yang ditandatangani Anas Urbaningrum.
Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu adalah Jimly Asshiddiqie. Putusan tersebut dibacakan pada Senin, 9 Agustus 2004 di Mahkamah Konstitusi pada pukul 16.15 WIB.
Sidang Megawati dan JK
Pada Pilpres 2009, pasangan Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto juga turut menggugat hasil Pilpres 2009. Majelis hakim Knesset dengan suara bulat menolak persidangan Mega-Prabovo dan JK-Wiranto.
Kubu Mega-Prabau mengajukan tuntutan di beberapa tingkatan, antara lain tuntutan agar pemilu dilanjutkan ke tahap kedua dengan mengurangi perolehan suara SBY-Boediono menjadi 48 persen suara, Mega-Prabow menjadi 38 persen suara, dan JK-Wiranto. 16 persen suara. Jika tidak memungkinkan, pasangan calon meminta agar seluruh pemilu di Indonesia diulang. Dan jika hal tersebut sulit untuk dikabulkan, Mega-Prabovo meminta agar dilakukan pemilihan ulang di 25 provinsi yang mengalami kesulitan. Sementara kubu JK-Wiranto menuntut Daftar Pemilih Tetap (DPT) dikacaukan dan meminta hasil pemilu dibatalkan agar bisa diambil alih seluruhnya.
Alasan ditolaknya aduan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden tersebut adalah karena tidak terbuktinya bukti-bukti yang diajukan pemohon bahwa terjadi kecurangan yang masif dan terstruktur. Elemen teknis lain yang digunakan untuk membenarkan penuntutan tidak dapat dibuktikan sebagai pelanggaran yang masif dan sistematis.
Proses Probo-Hata
Pada tahun 2014, Prabowo Subianto kembali mencalonkan diri sebagai presiden. Kali ini ia berduet dengan Hatta Rajasa. Ia pun mengajukan pengaduan terhadap PPU ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan mereka dibatalkan. Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zaelwa membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi pada Kamis malam (21/8/2014).
Sidangnya pun memakan waktu cukup lama, dimulai pada pukul 14.30 dan berakhir pada pukul 21.00.
Prabowo-Hatta meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan KPU nomor 535/Kpts/KPU/2014 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2014. menentukan Jokowi-JK. Sebagai presiden dan wakil presiden. Selain itu, Prabowa-Hatta juga meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan hasil pemungutan suara yang benar adalah yang masuk dalam berkas sidang, yakni pasangan Prabowa-Hatta sebanyak 67.139.153 suara dan pasangan Jokowi-JK sebanyak 66.435.124 suara.
Proses PBB Prabowo-Sandiaga
Prabowo yang sudah ketiga kalinya mengikuti Pilpres, kembali gagal di Mahkamah Konstitusi saat menggugat hasil Pilpres 2019 bersama pasangannya Sandiaga Uno.
“Mengadili, menjelaskan, kecuali menolak keberatan termohon dan pihak-pihak terkait untuk seluruhnya. Pokok permohonan: menolak permohonan permohonan untuk seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan. dalam sidang hasil pemilu presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).
Dalam putusannya, MP menolak seluruh dalil permohonan pasangan Prabowo-Sandiaga. Mahkamah Konstitusi menilai dalil-dalil yang diajukan tidak masuk akal secara hukum, karena pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil yang membenarkan permohonannya dan kaitannya dengan perolehan suara.
Argumen yang ditolak antara lain soal kebijakan moneter atau jual beli suara yang dilakukan Jokowi-Maruf. Argumentasi yang dimaksud adalah terkait penyalahgunaan anggaran dan program negara oleh Jokowi.