Tribune News.com – Selasa (17/9/2024) Ratusan anggota kelompok Hizbullah terluka parah di Lebanon setelah pager atau pager yang mereka gunakan untuk berkomunikasi meledak.
Seorang pejabat Hizbullah mengatakan ledakan itu adalah “pelanggaran keamanan terbesar” yang dihadapi Hizbullah sejak perang Gaza pecah tahun lalu.
Setelah ledakan tersebut, ambulans terlihat bergegas menuju lokasi kejadian di pinggiran Beirut.
Warga di sana melaporkan adanya ledakan demi ledakan, bahkan 30 menit setelah ledakan awal.
Beberapa pager juga disebarkan di Lebanon selatan, kata sumber keamanan.
Lusinan orang yang terluka dibawa ke rumah sakit setelah ledakan pager, menurut Kantor Berita Nasional.
Koresponden Al Jazeera Zein Khoder, yang berbasis di Beirut, mengatakan ada tuduhan bahwa pager tersebut telah diretas.
“Ini adalah pelanggaran keamanan besar, tim komunikasi Hizbullah telah dikompromikan. Kita semua telah melihat foto-foto dari Lebanon yang menunjukkan orang-orang tergeletak di tanah, terluka, berdarah. Kita telah melihat laporan rumah sakit meminta darah,” kata Khodar.
Khoder mengatakan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah mengatakan kepada para pejuangnya untuk berhenti menggunakan ponsel pintar beberapa bulan lalu. Israel memiliki teknologi untuk menyusup ke perangkat tersebut, kata Nasrallah.
“Jadi sekarang mereka memilih sistem komunikasi yang berbeda dengan menggunakan pager dan sepertinya perangkat tersebut telah disusupi.”
Menurut Khodar, terjadi kepanikan yang meluas di Beirut. Sejauh ini belum ada pernyataan dari pihak tentara Israel terkait kejadian ledakan tersebut.
Seorang analis militer bernama Elijah Magnier mengatakan Hizbullah mengandalkan pager untuk mencegah Israel menyadap komunikasinya.
Dia menduga pager tersebut dirusak sebelum dibagikan kepada anggota Hizbullah.
“Ini bukan sistem baru. Sudah pernah digunakan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam hal ini ada keterlibatan pihak ketiga untuk memicu ledakan dari jarak jauh, untuk memberikan akses,” kata Magnier.
“Ledakan tersebut cukup kuat untuk mempengaruhi psikologi Hizbullah.” Waktu untuk menghentikan perang antara Israel dan Hizbullah hampir habis
Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant mengatakan waktu hampir habis untuk menghentikan perang Israel-Lebanon.
Pernyataan itu disampaikannya saat bertemu dengan Duta Besar AS Amos Hochstein di kota Tel Aviv, Israel, Senin (16/09/2024).
Gallant mengatakan serangan terhadap Lebanon adalah satu-satunya cara warga Israel di utara dapat kembali ke rumah mereka dengan aman.
Menurut Gallant, waktu hampir habis untuk negosiasi dengan kelompok Hizbullah di Lebanon yang terus menyerang Israel.
“Hizbullah terus bersekutu dengan Hamas,” kata Gallant di jejaring sosial X.
Oleh karena itu, tindakan militer adalah satu-satunya cara untuk memastikan kembalinya warga Israel utara ke rumah mereka.
Dalam percakapan telepon dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin, Gallant juga mengatakan waktu hampir habis untuk mencapai kesepakatan dengan Hizbullah.
Russia Today melaporkan lebih dari 60.000 warga Israel telah melarikan diri sejak Hizbullah melancarkan serangan ke Israel utara.
Hizbullah mengatakan serangan itu merupakan bentuk dukungan terhadap warga Palestina di Gaza. Menurut Hizbullah, serangan akan berhenti ketika perang di Gaza berakhir.
Sebaliknya, Israel menyerang kota Beirut di Lebanon pada Juli lalu. Komandan Fouad Shukr, termasuk beberapa perwira Hizbullah, tewas dalam serangan itu.
Gallant dan pejabat Israel lainnya mengancam akan menyerang Lebanon. Namun, Iran mengancam akan memulai perang besar jika Israel menginvasi Lebanon.
AS, sebagai sekutu terdekat Israel, telah meminta negara Zionis tersebut untuk tidak memperluas operasi militer di Lebanon. Amerika Serikat mengatakan serangan itu bisa memicu konflik baru di Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan negaranya bertekad menghindari konflik besar di kawasan.
Sementara itu, saat bertemu dengan Gallant, Hochstein mengatakan AS lebih memilih solusi diplomatik. Dia memperingatkan bahwa serangan terhadap Hizbullah tidak akan mengembalikan para sandera.
(Berita Tribune/Februari)