TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pelajar di Indonesia terus mengkritisi kebijakan pemerintah yang menaikkan biaya kuliah tunggal (UKT).
Rahman Hakim, Ketua BEM FISIP Universitas Bung Karno, mengatakan kenaikan UKT pasti akan berdampak buruk bagi masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah.
Menurut Rahman, kenaikan UKT membuat dirinya khawatir tidak bisa melanjutkan studi.
Sebab, kenaikan UKT akan menyulitkan Rahman yang berasal dari keluarga nelayan berpenghasilan rendah untuk memenuhi biaya sekolahnya.
“Sebagai seorang nelayan tentunya saya mempunyai harapan yang besar sebagai seorang nelayan untuk mengangkat derajat orang tua khususnya,” ujarnya dalam wawancara bertajuk “Pendidikan yang buruk itu dilarang” di Jakarta, Kamis (23/5).
Namun dengan permasalahan yang terjadi saat ini, seperti kita ketahui, potensi negara ini kemungkinan besar akan semakin berkurang, tambahnya.
Mahasiswa Universitas Nasional M Rifqi Fadillah Sukarno yang turut hadir dalam pertemuan tersebut berpendapat, kenaikan UKT menunjukkan pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan konstitusi.
Ia mengatakan, kita melihat gambaran pendidikan yang bertentangan dengan semangat Konstitusi saat ini.
Rifqi menambahkan, pemerintah harus menjamin hak asasi manusia untuk mendapatkan akses terhadap pendidikan universal yang dijamin oleh konstitusi.
Namun pemerintah membatasi hak masyarakat akibat kenaikan UKT akibat biaya pendidikan yang lebih tinggi.
“Kesenjangannya ada pada aturan yang ada. Nah, setelah aturan itu diumumkan Kemendikbud, UKT-nya mungkin bisa lebih naik lagi,” ujarnya.
Ketua BEM Institut Seni dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Namsianto Wahid menambahkan, pemerintah salah disalahkan atas menurunnya tingkat pendidikan masyarakat.
Selain itu, peningkatan UKT berarti masyarakat kecil tidak dapat mengakses pendidikan tinggi karena biaya pendidikan yang tinggi.
“Namun dengan sempitnya pemikiran pemerintah, maka pemerintah mengeluarkan pernyataan yang di luar pemahaman kita, bahwa pendidikan tinggi tidak wajib,” tambah Wahid.
Belakangan ini banyak pemberitaan mengenai keluhan mahasiswa terhadap mahalnya harga UKT di PTN.
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Pengurus Mahasiswa (BEM) berbagai PTN pun sudah mengadukan permasalahan tersebut ke DPR.
Sementara itu, komisi
Nadeem memastikan akan meninjau PTN PTN yang disebut memiliki harga UKT tinggi.
Hal itu dilakukan sebelum Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan perubahan Undang-Undang Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 2 Tahun 2024 yang dituding menjadi penyebab kenaikan UKT.
Mengancam akan menyerang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kebijakan yang diumumkan Mendikbud dinilai berdampak buruk bagi masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah.
Perwakilan mahasiswa Unpad Virdian Aurelio mengatakan kebangkitan UKT menambah permasalahan masyarakat.
“Makanya forum hari ini untuk forum besar pelajar dan masyarakat sipil. Karena gerakan ini tidak hanya diperuntukkan bagi pelajar, tapi juga pekerja, guru dan pelatih boleh. “Makanya Pengetahuan Pemerintah saat ini adalah bidadari. Kerja masyarakat untuk kembali bekerja pada analisa Nadim dan Joko Widodo,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Denial of Education to the Poor” di Jakarta, Kamis (23/5).
Sesi ini memperingati reformasi pada 26 Januari oleh 98 aktivis yang tergabung dalam Front Penyelamat Reformasi Indonesia.
Di masa lalu, pengunjuk rasa dan aktivis hak asasi manusia telah berdemonstrasi dengan memamerkan ribuan tengkorak manusia dan kuburan para pengunjuk rasa serta korban tewas.
Ketua BEM ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Namsianto Wahid menambahkan kenaikan UKT merupakan puncak kemarahan mahasiswa terhadap Menteri Nadeem.
Presiden Joko Widodo dinilai bermoral dan beretika atas lahirnya hak-hak yang merugikan rakyat.
“Jika Mendikbud tidak membatalkan, atau tidak mengevaluasi kebijakannya, kami pastikan tidak melakukannya, kami pastikan bahwa kami menguasai kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan kami akan menggugat. .Demi kebebasan pendidikan, sudah waktunya kita marah, sudah waktunya kita marah,” imbuhnya.
Perwakilan mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Eukaneriusman Hulu menegaskan, pertemuan tersebut merupakan kesatuan pertama mahasiswa Indonesia yang menentang kebijakan rakyat, termasuk kewenangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadim Makarim.
“Ya, kita akan bersama. Siswa akan memperjuangkan ketidakadilan kami. Karena ini saatnya kita marah, puncaknya kita harus marah dan kita akan melakukannya dengan benar. “Mahasiswa hendaknya bertanggung jawab, peduli dan ingat kepada pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Presiden Jokowi,” imbuhnya.
Sementara itu, mahasiswa Trishakti Dims Detiawan mengatakan, pendidikan adalah hak setiap orang.
“Padahal pendidikan adalah hak setiap orang dan kami berharap pendidikan gratis bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Dimas.
Dimas meminta pemerintah membatalkan kenaikan UKT.
“Saya kira hapus saja, semua akan sama. Jangan main-main, seperti mahasiswa baru yang akan dipaksa,” ujarnya.