TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengatakan Israel “jatuh” ke dalam perangkap Hamas.
Hal itu disampaikan Meloni saat berpidato usai KTT G-7 di Italia selatan, Sabtu (17/6/2024).
Dalam pidatonya, Meloni meminta pengakuan hak warga Israel dan Palestina untuk hidup damai.
“Sepertinya Israel mendapat jebakan. Tujuan jebakan itu adalah untuk memisahkan Hamas dari Israel. Tampaknya berhasil,” kata Meloni, dikutip Russia Today.
Meloni sendiri sudah kerap menyatakan dukungannya terhadap Israel. Dia meminta para pendukung Israel untuk “berbicara dengan jelas demi keamanannya”.
Namun pada Januari lalu, dia menyatakan Italia akan tetap mendirikan negara Palestina.
Para jurnalis bertanya mengapa dia tidak mengutuk serangan Israel di Jalur Gaza. Kemudian dia mengatakan bahwa Israel tidak memulainya.
Namun dia juga mengatakan bahwa rakyat Palestina mempunyai hak untuk hidup damai.
“Satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan berbicara dengan semua orang,” katanya. Italia ingin berhenti
Akhir bulan lalu, Meloni mengatakan negaranya terus mendukung gencatan senjata jangka panjang di Gaza.
Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Palestina Mohammed Mustofa di Roma, Meloni menyatakan mendukung upaya penyelamatan orang-orang yang ditahan di Gaza.
Selain itu, juga mendukung tumbuhnya bantuan kemanusiaan kepada masyarakat Gaza.
Kantor Meloni mengatakan Italia akan terus mendanai program Foof Gaza yang diluncurkan bersama banyak organisasi kemanusiaan internasional.
“Dalam pertemuan tersebut, Perdana Menteri Meloni juga mengemukakan perlunya memperbarui proses politik yang akan mengarah pada perdamaian jangka panjang dalam solusi dua negara,” kata kantor Meloni kepada Anadolu Agency.
Sementara itu, Perdana Menteri Italia Antonio Tajani mengatakan Italia menginvestasikan 35 juta euro di Palestina.
Dari jumlah tersebut, 5% dananya akan disalurkan ke UNRWA, badan PBB yang menangani pengungsi Palestina. Kembangkan rencana pemadaman kebakaran
Baru-baru ini, Hamas mengatakan pihaknya menginginkan jaminan tertulis dari AS mengenai penangguhan permanen dan penarikan tentara Israel dari Gaza sebelum menandatangani permintaan bantuan AS.
Kedua sumber keamanan ini didatangkan dari pihak Mesir.
Qatar dan Mesir, yang bertindak sebagai mediator dalam perundingan Israel-Hamas, menolak tanggapan Hamas terhadap permintaan gencatan senjata pada hari Selasa.
Menurut sumber-sumber Mesir, Hamas khawatir proposal yang diajukan saat ini tidak memberikan bukti nyata mengenai perubahan gencatan senjata tahap pertama.
Menurut cerita, Hamas hanya akan menyetujui rencana tersebut jika diberikan jaminan. Mesir kemudian menghubungi AS mengenai peringatan tersebut.
“Hamas membutuhkan konfirmasi mengenai transisi umum dari satu langkah ke langkah lainnya sesuai dengan perjanjian yang disampaikan oleh Presiden [Joe] Biden,” kata sumber ketiga yang dikutip Reuters.
Dia mengatakan AS dan Israel sepakat. Namun hal itu tidak diumumkan secara resmi oleh Israel.
Pada awalnya, Joe Biden mengatakan bahwa gencatan senjata dapat membebaskan warga Israel yang ditahan oleh Hamas dan mengakhiri perang yang telah berlangsung selama hampir 8 bulan.
Dalam keterangannya di Gedung Putih, Jumat (31/5/2024), Biden menyebut permintaan tersebut merupakan “rencana jangka panjang untuk menyelesaikan penahanan dan pembebasan seluruh tahanan.” Jumlah kematian
Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 37.200 warga Palestina.
Jumlah korban mencapai 85.000 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Serangan Israel ke Gaza menuai kecaman internasional. Pemerintah Yahudi juga diancam hukuman.
Selain itu, bantuan dari Barat kepada Israel juga mulai menurun akibat meningkatnya jumlah korban tewas dan meningkatnya krisis kemanusiaan di Gaza.
(Berita Tribun/Februari)