Meski Kembalikan Uang Hasil Korupsi, KPK Tegaskan Anak SYL Tetap Bisa Dijerat Pidana

TRIBUNNEWS.COM – Putra mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kemal Redindo atau Dindo mengaku siap mengembalikan uang Kementerian Pertanian (Kementan) yang digunakan dan dinikmati di sana. 2020-2023.

Namun hal itu tidak bisa menghilangkan hukuman terhadap Dindo, karena ia menikmati uang hasil korupsi.

Hal itu diungkapkan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri.

Pak Ali kepada wartawan, Kamis (30/5/2024) Pak Ali kepada wartawan, “Sebagai patokan hukum kawan-kawan, tahukah Anda kalau pengembalian uang itu disebabkan oleh korupsi, misalnya atau berkaitan dengan keuangan negara. jangan hapus kejahatannya”, dilansir Kompas.com.

Keluarga SYL mengatakan Pak Ali menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kejahatan ini bisa membuat mereka terkurung, jika keluarga SYL mengetahui dan menyadari bahwa uang yang mereka dapatkan adalah hasil korupsi.

Meski demikian, Ali menegaskan peluang Dindo untuk didakwa melakukan tindak pidana tergantung pada cukupnya bukti.

Diketahui, dalam beberapa pemeriksaan saksi yang lalu terungkap bahwa Pak Dindo merupakan anggota keluarga SYL yang ikut serta dalam pengumpulan uang akibat korupsi dan penipuan SYL di Kementerian Pertanian.

Uang Kementerian Pertanian disebut-sebut digunakan Dindo untuk merenovasi kamarnya, membeli aksesoris mobil, umroh, menyunat anaknya, bahkan tiket pesawat. 6 Pengakuan Dindo di persidangan

Dindo dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus kepuasan dan pungli di Kementerian Pertanian, Senin (27/5/2024).

Dalam sidang tersebut, Dindo memberikan keterangan mengenai aliran dana yang diterima dari Kementerian Pertanian.

Beberapa di antaranya masih banyak dibicarakan orang banyak karena sering disebut-sebut dalam persidangan kasus SYL, sebagai berikut: Dindo mengaku tidak mendapatkan bantuan keuangan dari SYL setelah menikah.

Berawal dari pertanyaan hakim kepada Kemal tentang hubungannya dengan ayahnya, SYL.

Dindo menuturkan, hubungannya dengan SYL seperti ayah dan anak pada umumnya.

Namun soal pekerjaan, Dindo mengaku tidak terlalu ikut campur dalam urusan ayahnya.

Kemudian hakim menanyakan keuangan Dindo setelah menikah, ia masih mendapat bantuan dari keluarga, dalam hal ini orang tuanya yaitu SYL.

Dindo mengaku tidak mendapatkan bantuan maupun pembebasan.

Sebab, sejak menikah, Dindo juga menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sulawesi Selatan.

“Setelah terdakwa, orang tuanya menjadi Menteri Pertanian, itu kebanggaan keluarga ya? Beliau juga menjadi PNS di Provinsi Sulawesi Selatan. Apa hubungan Anda dengan terdakwa?” tanya Hakim Rianto pada Dindo.

“Kami komunikasikan semaksimal mungkin, meski lewat telepon,” jelas Dindo, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Diakui Dindo, meski tak sering ke Jakarta, ia pasti mengajak putranya menemui kakek SYL setiap bulannya. Orang suka minta tiket pesawat karena menawarkannya

Selain itu, hakim juga menanyakan soal tiket pesawat Makassar ke Jakarta, apakah benar Dindo menanyakan ke Kementerian Pertanian.

Dindo juga bercerita bahwa awalnya ia selalu membeli tiket sendiri.

Namun setelah mendapat tawaran dari Kementerian Pertanian untuk membeli tiket, Dindo menerimanya.

“Awalnya kalau menteri (SYL) jadi menteri, kami punya kebiasaan beli sendiri, jadi ada kalanya Kementerian Dalam Negeri memberi tahu kami, kalau ada yang mau pergi, silakan lapor ke kami. ” kata Pak Dindo.

“Jadi kebiasaan kami yang tanya ke dia (harga tiket), sama saja untuk penempatannya, penempatan kami biasanya bukan di kursi bisnis, tapi langsung diberikan ke bisnis.” 

“Baiklah, kami ikuti saja Yang Mulia,” kata Dindo.

Hakim kemudian merujuk pada gelar sarjana hukum yang dimiliki Dindo dan mengatakan bahwa anak SYL harus mengetahui mana yang salah dan mana yang benar.

“S2 kakak?” tanya hakim.

“Iya, Profesor Hukum,” jawab Dindo.

“Iya, kamu tahu hukumnya, apa yang pantas dan apa yang tidak pantas kan? Lagipula, kamu juga menjaga nama baik orang tuamu kan,” kata hakim.

“Tadi kamu jelaskan kalau kamu beli sendiri tiket ke Jakarta, tiba-tiba siapa yang menawarinya?” tanya hakim.

Hakim kembali bertanya lagi soal tiket pesawat tersebut, apakah benar ditawarkan Kementerian Pertanian atau diminta Dindo.

Sebab, praktik tersebut dinilai tidak baik karena menurut hakim, uang yang seharusnya berasal dari Kementerian Pertanian berarti uang negara.

“Awalnya mereka yang melamar, jadi kebiasaan, jadi setiap keluar harus lapor,” jelas Dindo.

“Jadi itu kebiasaan lho, kebiasaan ini adalah kebiasaan yang buruk,” kata hakim.

“Iya, setelah ini baru tahu,” kata Dindo.

“Kenapa mereka harus berkata buruk, karena tidak bisa diambil dari uang pribadi, harus diambil dari uang kementerian, uang kementerian adalah uang negara,” kata hakim.

Jadi, Anda merasa memenuhi syarat seperti itu? Anda sudah ditawari, padahal Anda mengatakan itu tidak benar, karena Anda seorang pengacara, kata hakim.

“Karena saya baru menerimanya,” kata Dindo.

“Abang terima dan senang, akhirnya jadi kebiasaan?” tanya hakim.

“Iya” jawab Dindo. Dindo mengaku belum mengetahui soal renovasi ruangan tersebut

Hakim pun menanyakan permintaan Dindo untuk renovasi kamar hingga 200 juta rupiah.

Namun bocah SYL itu mengaku tidak ingat pernah menanyakan pertanyaan tersebut.

Bahkan, Dindo mengaku tidak pernah menerima uang sebesar Rp 200 juta.

“Saya tidak ingat, tapi setahu saya tidak,” kata Dindo

“Saya belum pernah mendapat yang seperti itu (Rp 200 juta),” imbuhnya. Deskripsi Dindo sedang membeli aksesoris mobil

Hakim juga mengatakan, dari keterangan saksi, Dindo meminta uang Rp 111 juta untuk membeli aksesoris mobil dinas.

Dindo pun membenarkan meminta uang melalui Aliandri.

“Saat Sukim berkunjung ke Makassar, dia bertanya, ‘Ada yang bisa saya bantu?’, saya jawab, ‘Ada yang bisa saya bantu, Pak Sukim (membeli aksesoris mobil)?’” jelas Dindo.

Sebelum menyelesaikan penjelasannya, hakim menyapa Dindo.

“Biasanya ada yang menawarkan diri untuk mengabdi pada menteri dan keluarganya, bukan?” tanya hakim.

Biasanya ditawarkan kepada menteri, bukan kepada anak, kata hakim.

Dindo yang mendengar keterangan hakim kemudian membenarkan hal tersebut dan mengaku memang terbantu.

“Tahun 2023 nanti perkara itu akan diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga mereka tidak berani bertanya, karena merasa mana yang salah dan mana yang benar,” jelas Dindo. Terkait kejadian potong rambut anak tersebut, Dindo mengaku ditawari untuk membayar Kementerian Pertanian.

Diakui Dindo, khitanan putranya dilakukan di rumah SYL, banyak tamu yang datang.

Kemudian, ia mendapat tawaran dari Kementerian Pertanian untuk membayar makanan dan minuman, bahkan tenda dan kain sebagai penilaian.

“Kantor publik menawarkan untuk membayar makanan, minuman, serta tenda dan kursi,” kata Dindo.

“Tahukah Anda apakah kantor publik atau pihak Kementerian memberikan layanan kepada Anda dan keluarga dengan pendapatan dari pendapatan (usaha patungan dengan pejabat Kementerian Pertanian)?”

Dan juga ditanyakan langsung ke penjualnya, utangnya, entah dia tahu atau tidak, tambah Hakim Rainto.

Namun Dindo menjawab belum mengetahui sejauh mana. Dindo membenarkan dirinya akan berangkat umrah, namun tidak mengetahui dari mana uangnya

Hakim Rianto pun menanyakan soal umroh di Kementerian Pertanian.

Dindo sendiri pun membenarkan dirinya ikut umrah.

Namun Dindo belum mengetahui dari mana dana umrah tersebut berasal, karena mengaku hanya diundang dan diikuti.

“Mengapa kamu tidak pernah menunaikan umrah bersama dengan orang-orang yang mengabdi?” tanya hakim.

“Iya, kami kementeriannya,” jawab Dido membenarkan.

“Aku, nak, istri, 2 anak, 1 pengasuh,” ucapnya lagi.

“Apakah pemberangkatan umroh dibiayai sendiri atau ditanggung kementerian?” tanya hakim.

“Entahlah, tapi kami diundang oleh Pak Menteri (SYL),” jawab Dindo.

Dindo mengaku tidak menggunakan uang pribadi untuk umroh. SYL didakwa menerima Rp 44,5 miliar

Sekadar informasi, dalam hal ini SYL diperkirakan akan menerima dana hibah sebesar Rp 44,5 miliar selama periode 2020 hingga 2023.

Dalam aksinya tersebut, kata dia, SYL tak lain dibantu oleh mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian Muhammad Hatta dan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono yang. juga terdakwa.

Jaksa KPK Masmudi mengatakan dalam sidang Rabu (28/2/2024) bahwa “sejumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat Menteri Pertanian RI dengan menggunakan paksaan di atas adalah sebesar Rp 44.546.079.044”. di Pengadilan Pidana Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

SYL menerima uang dengan mereferensikan pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.

Uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbesar dari dana yang terkumpul digunakan untuk kegiatan keagamaan, operasional pemerintahan, dan biaya-biaya lain yang tidak termasuk dalam jenis Tersedia, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.

“Setelah itu, uang tersebut digunakan sesuai perintah dan arahan terdakwa,” kata jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa dengan dakwaan pertama:

Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) Ayat 1 KUHP Jogja Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Klaim kedua:

Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Perkawinan Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP Jogja pasal 64 ayat (1) KUHP.

Klaim ketiga:

Pasal 12 B digabung dengan Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor digabung dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP digabung dengan Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

(Tribunnews.com/Rifqah) (Kompas.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *