Laporan jurnalis Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Tambang (KSST) tak mempermasalahkan bantahan Jaksa Agung (Kejagung) yang menyebut laporan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah tidak benar.
Menurut Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso yang mewakili KST, pihaknya memiliki cukup bukti untuk melaporkan Jampidsus ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami mempunyai bukti dan alasan hukum yang dapat melindungi nama Jampidsus Febrie Adriansyah sebagai salah satu pelapor ke KPK,” kata Sugeng dalam keterangannya, Jumat (31/5/2024).
Sebagai pelapor, Sugeng meminta Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kebijakan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung yang ditunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Tri Santi & Rekan untuk menilai saham tersebut. Mengerjakan. dari PT. Gunung Bara Utama (GBU).
Sebab, kata dia, KJPP Tri Santi & Rekan tidak mempunyai kemampuan dan pengalaman untuk melakukan penilaian saya.
Hal ini tercermin dari rekam jejak data klien KJPP Tri Santi & Rekan sepanjang tahun 2023-2024, tidak ada satupun yang terkait dengan pertambangan. KJPP hanya berpengalaman melakukan evaluasi terhadap perusahaan perdagangan umum, jelasnya.
Di sisi lain, KST juga menanggapi pernyataan Jaksa Agung yang menyebut lelang paket saham PT GBU pertama kali pada 21 Desember 2022 dengan harga dasar Rp 3,4 triliun gagal karena tidak banyak peminat. .
Sugeng mengatakan, pihaknya memiliki rincian ada tiga orang lagi yang mengajukan penawaran untuk paket saham PT GBU.
“Kami mendapat informasi setidaknya ada tiga penawar lain yang berminat dengan nilai penawaran sekitar Rp4 triliun,” ujarnya.
Sugeng juga mengatakan, pihaknya meminta Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tiga penawar yang mengajukan penawaran saham PT GBU.
“Untuk memperjelas alasan ketiga penawar tersebut tidak bisa mengikuti lelang,” ujarnya.
Sugeng menilai, lelang ulang pada 8 Juni 2023 diduga kuat merupakan cara atau dalih untuk menurunkan (mark down) harga batas lelang saham PT GBU dari Rp3,4 triliun menjadi Rp1,945 triliun.
Penilaian KJPP Tri Santi & Rekan menghasilkan penurunan batas penawaran lelang saham PT GBU secara signifikan menjadi 1.626.383 saham dengan nilai pasar Rp 1,945 triliun.
Sedangkan valuasi pada lelang pertama yang dihitung KJPP Syarif Endang & Rekan senilai Rp 3,4 triliun.
Menurut Sugeng, KJPP Tri Santi & Rekan diduga tidak memiliki kemampuan dan pengalaman melakukan kajian pertambangan sesuai uji lapangan tahun 2023-2024, tidak ada satupun yang terkait dengan pertambangan.
Menurut Sugeng, KJPP hanya berpengalaman melakukan penilaian terhadap perusahaan perdagangan umum.
Ia kemudian menyebut beberapa perusahaan perdagangan umum yang menjadi klien KJPP Tri Santi & Rekan.
Sugeng menyangsikan KJPP tidak mempunyai kewenangan melakukan penilaian pertambangan jika mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor: 125/PMK.01/2008 tentang Pelayanan Penilaian Masyarakat.
“Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengusut siapa sebenarnya yang memesan KJPP Tri Santi & Rekan yang tidak mempunyai kemampuan menilai saham PT GBU yang bergerak di bidang pertambangan batu bara,” ujarnya.
Sugeng menambahkan, klaim lelang pertama tanpa bunga juga aneh.
Pasalnya, berdasarkan hasil Dialog Publik yang digelar di KST pada 15 Mei 2024, terungkap bahwa PT GBU memiliki sarana pertambangan dan infrastruktur jalan yang bernilai tinggi.
Berdasarkan laporan keuangan Audit KAP Anwar & Rekan pada 31 Desember 2018 nilainya Rp 1,770 triliun.
Nilai sarana dan prasarana pertambangan tersebut meningkat karena pada 5 Juli 2019, Adaro Capital Limited memberikan pinjaman sebesar 100 juta dollar AS atau setara Rp 1,4 triliun kepada PT GBU melalui PT TRAM Tbk untuk membangun PT angkutan jalur GBU. pada. Grup Adaro memiliki pertambangan di dekatnya.
Berdasarkan fakta tersebut, total nilai pembiayaan sarana dan prasarana pertambangan PT GBU sebesar Rp3,170 triliun, jelasnya.
Sekadar informasi, Jaksa Agung Febrie Adriansyah melaporkan Jampidsus ke KPK terkait persoalan lelang saham PT GBU.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, proses lelang PPA dilakukan Jaksa Agung bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Umum.
“Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung telah melakukan proses lelang aset PT GBU dengan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan menyusul putusan MA pada 24 Agustus 2021, sehingga laporan tersebut merupakan laporan palsu. itu di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus,” kata Ketut di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).
Mengenai kronologinya, Ketut menjelaskan, Bukit Asam awalnya diberikan kepada PT GBU yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), namun ditolak karena perusahaan PT GBU tersebut banyak terkendala seperti terlilit utang dan banyak tuntutan hukum.
Kemudian Jaksa Agung melalui Jampidsus melakukan proses penyidikan yang dilanjutkan dengan sidang perdata di PT Sendawar Jaya, dan jaksa kalah dalam persidangan.
Namun di tingkat banding, Jaksa Agung memenangkan perkara tersebut.
Setelah sidang dimenangkan MA, Jaksa Agung kemudian memeriksa berkas dalam aduan.
Saat itu, Kejaksaan Agung menemukan dokumen palsu sehingga Ismail Thomas ditetapkan sebagai tersangka yang kini diadili.
Selain itu, Ketut menjelaskan proses lelang PT GBU dinilai dalam tiga penilaian.
Pertama, mengenai aset atau peralatan konstruksi milik PT GBU yang nilainya sekitar Rp9 miliar.
Kemudian dihitung juga penilaian kedua terkait PT GBU dengan nilai Rp 3,4 triliun.
Proses lelang awal telah dilakukan dari kedua penilaian tersebut, namun tidak ada satupun penawaran yang diberikan.
Oleh karena itu, Kapuspenkum membantah hilang Rp9 triliun dari proses lelang karena tidak ada yang menawar dalam penilaian senilai Rp9 triliun, padahal yang terjual hanya Rp9 miliar.