Merindukan Hujan di Jakarta Saat Polusi Mengepung, Kapan Garam yang Disemai di Awan Menuai Hasil?

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hujan di Jakarta sepertinya menjadi momen yang dinantikan ketika polusi udara menyelimuti ibu kota.

Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) juga sudah diterapkan di wilayah Jabodetabek, kapan hasilnya?

Hujan di Jakarta sepertinya menjadi peluang yang terlewatkan ketika polusi udara menyelimuti ibu kota.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama TNI Angkatan Udara melakukan operasi TMC dengan menggunakan pesawat CASA 212 registrasi A-2108 TNI AU.

Pendistribusian pertama garam sebanyak 800 kilogram atau NaCl ini dilakukan pada pukul 13.00-14.50 dengan target penaburan di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Tangsel, Tanggerang, dan Kabupaten Bogor.

Benih sebanyak itu disebar di ketinggian 10.000 kaki dari posko TMC yang dipusatkan di Bandara Husein Sastranegara Bandung. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama TNI AU melaksanakan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan pesawat A-2108 registrasi CASA 212 milik TNI AU dengan menyalurkan 800 kg NaCl untuk mengurangi hujan di Jakarta.

Jika belum cukup, penerbangan kedua dilakukan pada pukul 15.00-16.50. Benih ini menggunakan bahan benih NaCl sebanyak 800 kg.

Target penyebaran di Kabupaten Bogor bagian timur, Depok, Jakarta Selatan, Tangsel, dan Kabupaten Bogor bagian barat (Parung Panjang) dilakukan di ketinggian 10.000 kaki.

Koordinator Laboratorium Manajemen TMC BRIN Budi Harsoyo mengatakan kegiatan TMC dilakukan oleh beberapa negara yaitu China, Korea Selatan, Thailand, dan India.

Menurut dia, cara yang lebih efektif untuk mengurangi pencemaran di wilayah tertentu adalah dengan menaruh atau memercikkan air hujan.

Penyebaran pada Sabtu (19/8/2023) dilakukan dengan 1 kali sortie flight penyemaian siang hari selama hampir 2 jam penebangan (14.15-16.00 WIB) dengan penyiraman garam benih sekitar 800 kg pada ketinggian 9.000-10.000 kaki, ” kata Budi, dikutip Senin (21/8/2023). Hasil TMC, Hujan Bogor, Minggu (26/7/2015).

Dari sebaran garam, hujan diperkirakan akan turun di Jabodetabek pada 19-21 Agustus, di wilayah Cianjur, Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat.

Kepala Balai Besar Meteorologi Umum Andri Ramdhani, Sabtu (19/8/2023) mengatakan, wilayah Bogor Barat, Bogor Selatan, Bojong Gede, Kemang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, l Cigombong, Cibungbulang, Pamijahan, Leuwiliang, Tega hujan .

Menurut Andri, peluang untuk melakukan TMC masih terbuka, hanya saja peluang tersebut agak sulit dilakukan mengingat kondisi musim kemarau dengan minimnya awan kumulus yang menjadi sasaran irigasi NaCl atau garam.

Andri mengatakan, peluang saat ini, apalagi di musim kemarau, cukup sulit.

Lapisan atas RH (Relative Humidity) kering dan CAPE (energi potensial tersedia konvektif) rendah.

Dari hasil pemodelan atmosfer hingga dua hari ke depan, ada peluang hujan di wilayah Bogor dan Tangsel.

“Kita berharap angin bisa memindahkan awan ke Jakarta. Karena modifikasi cuaca tidak bisa memindahkan awan, tapi bisa memperluas wilayah yang tertutup hujan,” jelas Andri.

Sedangkan untuk wilayah Jabar bagian utara, antara lain Indramayu, Kerawang, Kabupaten Bekasi, potensi kekeringan udara akan berlangsung hingga 25 Agustus.

Langkah TMC, kata Andri, merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas udara dan mengurangi polusi di wilayah tersebut. Mengapa Jakarta tidak turun hujan? PEMERIKSAAN JAKARTA JAKARTA – Hujan deras disertai angin kencang di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (22/3/2016). Jakarta dilanda hujan yang tidak merata, mulai dari hujan lebat disertai angin hingga sekadar gerimis. Berita Kota/Henry Lopulalan (Berita Kota/Henry Lopulalan)

Tak hanya BRIN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah membentuk Satgas Pengendalian Pencemaran Udara untuk menciptakan hujan buatan lokal untuk mengatasi pencemaran udara di Jabodetabek.

Menteri LHK Siti mengatakan hujan direncanakan akan dilakukan pada Senin (21/8/2023) dan Selasa (22/8/2023) untuk mengatasi pencemaran udara.

“Kami minta hujan buatan hari ini dan besok untuk menjernihkan sedikit,” kata Siti saat ditemui di kantor KLHK, Jakarta, Senin (21/8/2023).

Terkait penyebab minimnya curah hujan, Siti menjelaskan, secara geomorfologi, wilayah Jakarta berbentuk seperti kipas aluvial yang dikelilingi perbukitan di kota satelitnya.

Menurut teori, pencemaran yang berasal dari bawah dan atas tidak akan mudah hilang karena adanya hambatan yang disebabkan oleh tekanan angin dari perbukitan.

Kendala ini membuat hujan tidak turun di kota, melainkan jauh ke laut.

Kadang karena kendala itu, hujan tidak sampai ke Jakarta. Tapi jatuh ke laut. Berada di kota seperti ini, tidak mudah, ujarnya.

Kondisi Jakarta yang juga dikelilingi gedung-gedung tinggi dan tidak beraturan yang disebut jalan ngarai membuat sirkulasi udara terganggu.

Hal ini membuat udara sulit dibersihkan atau dipindahkan dengan rapi.

Oleh karena itu, akan tercipta hujan buatan lokal untuk membersihkan udara Jakarta dari polusi.

Selanjutnya, kondisi ini akan dievaluasi setiap minggunya.

“Kita lihat lagi tanggal 28 Agustus (kualitas udara). Kita lihat lagi tanggal 2 dan 4. Kita bersihkan lagi,” ujarnya.

Siti membenarkan, Satgas Pengendalian Pencemaran Udara sudah bergerak mengidentifikasi sumber pencemaran udara di Jabodetabek.

Sebanyak 100 staf teknis fungsional yang terdiri dari unsur pemerintah daerah dan kepolisian yang dipimpin langsung oleh Dirjen Gakkum diterjunkan ke lapangan untuk melakukan identifikasi pencemaran udara di Jabodetabek. Pahami Metode Hujan Buatan Atasi Pencemaran Jakarta TMC – Petugas menaburkan garam ke konsul garam untuk melaksanakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Selasa (24/9). Pesawat Hercules TNI AU ditugaskan untuk menebarkan awan atau hujan buatan yang langsung menyebarkan empat ton garam di berbagai titik di Riau. Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir (/)

Modifikasi cuaca menggunakan hujan buatan di Jakarta telah dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 2019.

Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (27/7/2019), Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan penerapan hujan buatan merupakan yang pertama di Indonesia.

Saat itu muncul tiga skenario teknologi modifikasi cuaca yang bisa digunakan untuk mengantisipasi pencemaran udara di Jakarta.

Skenario pertama adalah menyiram awan dengan garam NaCl pada saat ada potensi awan turun hujan di wilayah Jakarta agar zat pencemar tersebut dapat terbawa ke atmosfer Jakarta dan naik melawan angin dan jatuh bersama air hujan.

Skenario kedua, jika tidak ada potensi awan, maka lapisan inversi dihilangkan dengan menggunakan es kering pada lapisan inversi agar tidak stabil.

Lapisan inversi ini berfungsi sebagai penahan polutan untuk terbang secara vertikal, sehingga polutan menumpuk di permukaan dan di bawah lapisan inversi, lanjut Seto.

Sedangkan skenario terakhir adalah menggunakan metode penyemprotan air dari dalam tanah menggunakan Ground Mist Generator yang akan ditempatkan di 10 lokasi pada area upwind.

Nantinya, air tersebut akan disemprotkan dari dalam tanah ke atmosfer oleh pesawat terbang.

Tujuan dari air yang disemprotkan adalah untuk mengikat polutan yang ada.

Operasi modifikasi cuaca di Jakarta juga didukung TNI AU dari skuadron 4 Pangkalan Abdurachman Saleh, Malang, dengan menyiapkan armada CASA.

(Tribunnews.com/Rina Ayu/Larasati Dyah Utami/Anita K Wardhani) (TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *