Menteri Teten Tegaskan soal Hilirisasi Rempah Tidak Diekspor Mentah

Laporan jurnalis Tribunnevs.com Denis Destrjavan

TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenkopUKM) Teten Masduki menegaskan, produk pertanian seperti pertambangan, perkebunan, pertanian, bahkan hasil kelautan tidak boleh lagi diekspor dalam bentuk bahan mentah, termasuk rempah-rempah, melainkan mereka harus melalui proses hilir.

Teten mengatakan, hilirisasi pengolahan produk pertanian harus dibenahi kembali untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi, hingga menciptakan lapangan kerja di masa depan. Sebab hanya menjual bahan mentah saja tidak akan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi.

“Hal ini kita bicarakan dalam rangka menuju negara maju yang diproyeksikan memiliki potensi besar untuk bertransformasi dari negara berpendapatan menengah menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045,” kata Teten seperti dikutip, Minggu (. 13.10.2024). .

Mencapai pendapatan per kapita minimal USD 13.200 sebagai negara maju. Teten mengatakan Indonesia harus membangun industri berkelanjutan yang mengolah bahan baku yang tersedia di Indonesia. Saat ini, Indonesia baru mencapai US$5.000 per kapita.

Pada tahun 1980-an, kata Teten, banyak industri manufaktur yang datang dari luar negeri, namun menjadi industri yang mengalami kemunduran karena bahan bakunya tidak ada di Indonesia.

Kita tidak akan mengulangi pengalaman itu. Kita harus membangun industri yang berbasis keunggulan dalam negeri. Salah satunya adalah bahan baku yang kita miliki seperti nikel, bauksit, rumput laut, dan rempah-rempah, kata Teten.

Khusus rempah-rempah, Teten mencontohkan bisa dihilirkan pada industri rempah-rempah, maupun diolah hingga masuk ke rantai pasok industri farmasi, makanan minuman, dan kosmetik.

“Kita perlu menyatukan visi semua pihak untuk merencanakan desain program yang mengarah pada hilirisasi bumbu,” kata Teten.

Teknologi untuk melakukan hal ini tidaklah sulit. Teten mencontohkan produk nilam diolah menjadi minyak atsiri sesuai standar industri.

“Sekarang minyak nilam dari Aceh bisa langsung dikirim ke Paris sebagai bahan baku industri parfum. Industri parfum dunia membutuhkan 80 persen nilam yang dipasok Indonesia,” kata Teten.

Selain nilam, ada pula hilirisasi cabai yang diolah menjadi pasta, sehingga rantai nilai ekonominya lebih panjang. Begitu pula dengan coklat yang juga memiliki pabrik pengolahannya.

“Rempah-rempah bisa dikembangkan dan diolah menjadi rempah-rempah untuk masuk ke pasar dunia. Pangan Indonesia masih tertinggal dibandingkan Thailand dan Vietnam. Sangat digemari masyarakat dunia,” kata Menteri Teten.

Saat ini industri rempah-rempah Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan serius. Diantaranya adalah ketidakstabilan harga, kurangnya infrastruktur pendukung, permasalahan akses pasar, dan pengelolaan lingkungan hidup yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan. 

“Rantai pasokan yang belum terintegrasi dengan baik membuat banyak produsen rempah-rempah berada dalam situasi ekonomi yang sulit. Sementara produk kita seringkali belum mencapai potensi nilai optimalnya di pasar global,” kata Teten.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *