Laporan reporter Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menghadapi sejumlah tantangan dalam menangani UKM di Indonesia.
Selama menjabat menteri, ia melihat berbagai tantangan yang dihadapi UKM di Indonesia.
Dijelaskannya, saat ini terdapat kurang lebih 65 juta usaha kecil dan menengah yang terbagi dalam tiga kategori usaha yaitu mikro, kecil, dan menengah.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, ia menyebutkan usaha mikro masih mendominasi 99,63 persen atau 63.9555.369 unit usaha.
Namun menurut Maman, kontribusinya mencapai 64 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Inilah yang kini menjadi wajah para pengusaha kecil dan menengah kita. Jumlah tersebut masih didominasi oleh pengusaha mikro. Pernyataan tersebut benar sekali, kata Maman saat rapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, dikutip dalam siaran persnya, Rabu (20/11/2024).
Ada beberapa masalah. Pertama, data UMKM belum terintegrasi.
Data UMKM masih tersebar di 27 Kementerian/Lembaga (K/L), oleh karena itu perlu pemanfaatan dan optimalisasi data UMKM dalam Sistem Informasi Data Terpadu (SIDT-UMKM).
“Selanjutnya, program pemberdayaan UMKM akan diintegrasikan melalui implementasi program UMKM SAPA,” kata Maman.
Perluasan program UMKM menjadi 27 K/L dan BUMN merupakan seruan untuk melakukan unifikasi, juga dari segi anggaran yang akan dimasukkan ke dalam Kementerian UKM.
Maman juga mengeluhkan pengklasifikasian Kementerian UKM sebagai Level III sehingga tidak mempunyai kewenangan memberikan bimbingan teknis.
Kementerian Tingkat III hanya memiliki kewenangan terbatas untuk menyatukan, mengoordinasikan, dan menyinkronkan.
Maman pun menilai pelaksanaan konsolidasi harus berhasil. Hal ini akan meniru apa yang dilakukan India dan Korea Selatan.
“Saya melihat contoh di India dan Korea Selatan dimana UKM diintegrasikan. Nanti kita lakukan melalui program UMKM SAPA,” ujarnya.
Hal ini juga terkait dengan permasalahan pengusaha kecil dan menengah yang masih didominasi oleh usaha mikro dan terbatasnya akses pembiayaan bagi usaha kecil dan menengah.
Menurut dia, permasalahan lainnya adalah masih rendahnya kapasitas sumber daya manusia usaha kecil dan menengah serta kurangnya partisipasi dalam kemitraan.
Ia mengaku memiliki kartu nama yang merupakan program sinergis dengan Bappenas.
Penerima kartu nama tersebut terdiri dari 10.000 kartu nama positif (pemberdayaan masyarakat miskin dan rentan) dan 15.200 kartu nama produktif (pemberdayaan masyarakat menengah).
Terbatasnya akses terhadap pasar domestik dan dunia juga menjadi permasalahan. Terakhir, tingkat kewirausahaan masih rendah.