Menteri LHK Tegaskan Pengaturan Perdagangan Karbon Demi Jaga Kedaulatan Negara

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyetujui aturan perdagangan karbon untuk menjaga kedaulatan negara

Laporan reporter Tribunnews.com Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan pemerintah telah mengatur perdagangan karbon untuk menjaga kedaulatan negara.

Selain itu, aturan ketat diperlukan untuk mencegah greenwashing dan “kubis hantu”.

“Saya tekankan bahwa informasi yang disampaikan oleh Presiden KADIN Netzero Hub pada forum bisnis perdagangan karbon menunjukkan adanya misinformasi yang sangat serius mengenai kondisi aktual upaya aksi iklim di Indonesia, termasuk di departemen promosi aksi iklim. karbon,” kata Menteri Kota dalam keterangannya, Senin (6/5/2024).

Forum Bisnis KADIN di Singapura mencatat pemerintah belum mendukung, belum ada regulasi, dan kebijakan yang tidak jelas atau samar-samar.

Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, gambaran yang disajikan sangat menyesatkan dari kondisi sebenarnya yang disiapkan pemerintah Indonesia berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, serta ketentuan konvensi UNFCCC.

Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diskusi dan materi yang dikembangkan dalam forum bisnis di Singapura jelas meyakini upaya pemerintah dan menyiapkan pengaturannya.

“Informasi ini jelas menyesatkan. Akibat lebih lanjut dari penipuan ini adalah ancaman terhadap kedaulatan negara dengan langkah-langkah yang ingin mereka lakukan untuk menerapkan carbon offset hutan tanpa mandat dan perjanjian pengelolaan lahan yang justru akan mengganggu yurisdiksi negara, ” dia berkata.

Menteri LHK menambahkan, Indonesia dapat menjunjung tinggi amanat Pasal 28 H dan amanat kemakmuran rakyat dalam Pasal 33 UUD 1945.

Lebih lanjut, jika merujuk pada pembukaan UUD 1945, maka amanah untuk melindungi segala pertumpahan darah, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan bangsa menjadi landasan utama mengapa langkah-langkah pengelolaan karbon dan membentuk outcome harus konstitusional, sistematis, dan berbeda. ceroboh

“Tentunya ada konvensi-konvensi internasional mulai dari COP hingga COP UNFCCC yang harus dihormati dan juga menjadi pedoman, karena peran Republik Indonesia harus ikut serta dalam penyelenggaraan ketertiban dunia sesuai amanat Presiden. Pembukaan UUD 1945, dengan dinamika dan kondisi seperti ini, maka dikembangkanlah peraturan dan aturan perdagangan karbon di Indonesia,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Menteri LHK Siti Nurbaya menjelaskan bahwa salah satu faktor penting dalam perdagangan karbon internasional adalah integritas lingkungan hidup yang harus dijaga dalam nilai perdagangan karbon.

Faktor-faktor yang ditentukan nilai integritas lingkungan hidup, khususnya dalam proses penghitungan dan pengukuran gas rumah kaca, meliputi kriteria: transparansi, akurasi, konsistensi, kelengkapan dan keterbandingan (Transparan, Akurat, Konsistensi, Kelengkapan dan Komparabilitas/TACCC).

Terkait aturan perdagangan karbon, Menteri DKI menjelaskan, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 mengatur tentang nilai ekonomi karbon dan tata cara teknisnya juga diatur bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat melaksanakan aturan tersebut.

Perpres 98 mengatur tata cara perdagangan karbon baik perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.

Pengaturan perdagangan ini mencakup cap-and-trade, carbon offset, perdagangan emisi, pembayaran berbasis output, dan pungutan karbon (pungutan atau pajak karbon tidak diatur secara rinci).

Pada saat yang sama, skema penyeimbangan karbon, perdagangan emisi, dan pembayaran berbasis kinerja telah disusun, dan beberapa di antaranya sudah beroperasi dan menghasilkan efisiensi.

“Tidak boleh ada penyimpangan dari niat awal untuk menetapkan nilai ekonomi karbon berdasarkan upaya bersama Indonesia untuk mengurangi emisi karbon, yaitu komitmen Republik Indonesia kepada masyarakat dunia dalam bentuk Green Reduction. (GRK) yang ditentukan oleh NDC, dan tentunya “Ada nilai insentif yang dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam penurunan emisi karbon,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *