Reporter Tribunnews.com Nitis Hawaroh melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, terdapat 26.415 kontainer di pelabuhan tersebut, dengan rincian 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan 9,11 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak.
Menurut dia, ribuan kontainer tersebut terblokir karena sulitnya izin impor sesuai Peraturan Menteri Pengusahaan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023, izin impor (PI) dan Pert Kementerian Perindustrian.
“Ada kendala pada izin impor dan hingga saat ini kita melihat sekitar 26.000 kontainer tertahan di pelabuhan,” kata Airlangga dalam konferensi pers yang hendak diumumkan, Sabtu (18/05/2024).
Menko Airlangga menjelaskan, berbagai produk impor yang masih ditahan adalah produk besi dan baja, produk pakaian dan tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan produk lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah kembali merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Ketentuan Impor Barang menjadi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024. Aturan tersebut mulai berlaku sejak Jumat (5/) lalu. 17/2024).
Airlangga Hartarto mengatakan, penerbitan revisi Peraturan Menteri Perdagangan ini merupakan tindak lanjut dari rapat internal dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (17/5).
“Sampai siang ini, Peraturan Menteri Perdagangan baru ke-8 tahun 2024 sudah terbit dan diumumkan,” kata Menko Perekonomian dalam konferensi pers, Sabtu.
Airlangga menjelaskan, melalui Permendag 36 Tahun 2023, Permendag 36 merupakan relaksasi beberapa produk yaitu produk elektronik, sepatu, pakaian dan aksesoris, tas, dan pentil. Kemudian, obat-obatan tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, bahan-bahan rumah tangga, tas dan katup.
Dikatakannya, produk tersebut tidak perlu lagi digunakan dengan Pert Kementerian Perindustrian, melainkan memerlukan laporan survei tanah (LS) tanpa perlu izin dari luar negeri (PI).
Artinya, produk-produk yang dibatasi aturan perdagangannya dikembalikan ke aturan sesuai Permendag ke-25, artinya perlu laporan, bukan kajian atau LS, kata Airlangga.