TRIBUNNEWS.COM – Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, Indonesia merupakan pasar potensial dalam ekonomi digital. Dengan berbagai kemudahan melalui perangkat seluler, belanja online sudah menjadi gaya hidup di Indonesia. Namun, ada risiko di balik perangkat ini yang harus diwaspadai pengguna.
Tumbuhnya budaya belanja online juga tidak lepas dari besarnya jumlah pengguna internet dan telepon seluler di Indonesia. Menurut laporan “Survei Penetrasi dan Perilaku Internet Indonesia 2023” yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tingkat penetrasi Internet di Indonesia mencapai 78,19 persen dari total penduduk Indonesia pada tahun 2023.
Keberhasilan tersebut meningkat dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 77,02 persen. 99,5 persen pengguna jaringan mengakses Internet melalui ponsel pintar. Lebih dari 77% koneksi internet yang digunakan adalah paket data seluler.
Mengutip laporan VR Social dan Meltwater, pada Januari 2024, jumlah pengguna Internet di Indonesia mencapai 185,3 juta orang atau 278,7 orang atau setara dengan 66,5 persen total penduduk nasional. Jumlah pengguna Internet di Indonesia melebihi 1,5 juta orang, meningkat 0,8% dibandingkan Januari 2023 (year-on-year).
Sedangkan pengguna telepon seluler di Indonesia mencapai 353,3 juta atau setara dengan 126,8 persen jumlah penduduk. Data ini menunjukkan banyak masyarakat di Indonesia yang memiliki lebih dari satu telepon seluler.
Dengan smartphone yang mendukung koneksi internet yang memadai, masyarakat dapat melakukan hampir semua aktivitas yang sebelumnya hanya bisa dilakukan secara offline, seperti berbelanja, ngobrol dengan teman, membeli makanan dan minuman, menonton film, hingga bertemu rekan kantor.
Masih dari laporan yang sama, dari total jumlah pengguna internet di Indonesia, 59,3 persen di antaranya tercatat berminat berbelanja online. Angka tersebut menempatkan india pada peringkat kesembilan dunia, sama dengan India.
Dari seluruh pengguna internet yang sering berbelanja online di Indonesia, 56,2 persen berbelanja menggunakan telepon seluler, sementara 43,8 persen berbelanja menggunakan media selain telepon seluler.
Perubahan perilaku masyarakat Indonesia
Seiring dengan semakin canggihnya ponsel pintar, perilaku belanja masyarakat juga berubah drastis. Belanja online sudah menjadi kebiasaan baru.
“Survei Global Consumer Insights Plus (Juni 2023)” yang dilakukan PwC melaporkan bahwa pembelian ponsel pintar berada pada titik tertinggi sepanjang masa. Sekitar 41 persen konsumen berbelanja setiap hari atau setiap minggu melalui ponsel atau ponsel pintar, dibandingkan dengan hanya 12 persen pada lima tahun lalu.
Kebanyakan konsumen memilih belanja online karena nyaman dan praktis. Harga dan informasi produk juga tertera sehingga tidak perlu tawar menawar harga.
Melalui perangkat ini mereka dapat berbelanja, konsumen dapat membeli produk-produk yang tersedia di platform e-commerce. Mulai dari klik produk yang diinginkan, memilih jasa kurir pengiriman, memilih metode transaksi digital dan melakukan pembayaran. Seluruh proses hanya memakan waktu beberapa menit.
Selanjutnya pengguna hanya perlu duduk manis di rumah dan menunggu kurir “Packett..!” dengan suara Dengan kata lain, ponsel dan teknologi digital membuat konsumen tidak perlu menghabiskan waktu dan uang untuk keluar rumah hanya untuk mengunjungi toko. Jika kita perhatikan, banyak orang di sekitar kita yang menjadikan belanja online sebagai sebuah kenormalan baru.
Perlindungan data pribadi
Keberadaan platform e-commerce juga didukung oleh ekosistem belanja digital yang mencakup transaksi digital sehingga banyak konsumen yang memilihnya. Ada banyak alasan mengapa orang memilih transaksi digital untuk membeli produk.
Pertama, kemudahan akses karena memungkinkan masyarakat bertransaksi dimana saja selama terkoneksi dengan internet. Kedua, efisiensi waktu dan biaya karena dapat menghemat waktu dan biaya transportasi. Ketiga, pelacakan dan pengelolaan keuangan lebih mudah.
Keempat, fleksibilitas metode pembayaran, karena terdapat berbagai metode pembayaran yang dapat dipilih pengguna sesuai dengan preferensi dan kebutuhannya, seperti kartu kredit, transfer bank, dan dompet digital.
Namun, di balik kenyamanan berbelanja di platform e-commerce, termasuk transaksi digital, terdapat risiko seperti penipuan dan penyalahgunaan data pribadi.
Untuk itu, pengguna perlu meningkatkan pengetahuannya tentang literasi digital untuk mencegah ancaman pembunuhan. Salah satunya adalah mengetahui peran transaksi digital dalam mencegah dampak negatifnya.
Belanja online yang dimuat dalam “Era of e-commerce and online marketing: Risksrelated with online shopping” dalam International Journal of Innovation, Creativity and Change Volume 8 (2019), cukup populer di kalangan generasi muda berusia 20-an dan 30-an. .
Mereka percaya bahwa belanja online adalah cara berbelanja yang nyaman, namun juga mengandung risiko tertentu, seperti pencurian uang, sehingga mereka merasa tidak nyaman membagikan informasi pribadi mereka di Internet. Oleh karena itu, cash on delivery menjadi salah satu layanan yang sering dipercaya dan populer di kalangan pengguna belanja online.
Mengapa data pribadi perlu dilindungi? Ada banyak risiko yang terkait dengan penyalahgunaan informasi pribadi, seperti pelecehan seksual online, potensi penipuan, potensi pencemaran nama baik, dan tindakan jual beli informasi pribadi.
Tak hanya itu, data pribadi yang dibagikan juga dapat menimbulkan rasa tidak aman bagi pemilik data karena bisa saja terkena aktivitas kriminal lainnya seperti pencurian.
Pengesahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi pada 17 Oktober 2022 menjadi angin segar dalam mendorong perlindungan data pribadi di tengah meningkatnya kasus pelanggaran data di Indonesia.
Berdasarkan laporan Global Data Breach Status (Surfshark) Q3-2022, Indonesia menjadi negara ketiga di dunia yang paling banyak mengalami peretasan data. Antara Juli dan September 2022 misalnya, ada 12,7 juta data yang diretas di Indonesia.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, prinsip-prinsip perlindungan data didefinisikan dalam Pasal 16(2), yang sejalan dengan pendekatan perlindungan yang digunakan di tingkat internasional. Pertama, berlaku prinsip bahwa data pribadi hanya boleh dikumpulkan dan digunakan dengan persetujuan pemilik atau subjek data pribadi.
Kedua, data pribadi yang dikumpulkan harus dibatasi, baik dalam hal penggunaan, pemrosesan, dan penyimpanan. Prinsip ketiga adalah data pribadi yang dikumpulkan harus akurat, terkini dan individu yang data pribadinya dikumpulkan berhak untuk memperbaiki datanya.
Meski pemerintah sudah memberlakukan UU Privasi, bukan berarti risiko kebocoran data hilang. Kejahatan berdasarkan data pribadi masih terjadi hingga saat ini. Untuk itu, konsumen perlu cerdas dan berhati-hati dalam melakukan pembelian dan transaksi digital.
Agar tetap aman dari serangan cyber, ada banyak tips bagi pengguna, antara lain tidak mengungkapkan informasi pribadi, menginstal software anti-virus, tidak membuat password sederhana, sembarangan mengklik penawaran apa pun, menghindari software bajakan dan berhati-hati terhadap hotspot Wi-Fi.
Selain itu, untuk mencegah kebocoran informasi pribadi di Internet, masyarakat harus menjaga perlindungan kata sandi pada banyak akun dalam aplikasi digital.
Perangkat belanja
Seiring dengan berkembangnya industri e-commerce, banyak juga platform yang berinovasi untuk menarik pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama.
Salah satunya dengan menambahkan fitur jaminan pengembalian jika barang yang dibeli tidak sesuai dengan informasi produk atau bahkan karena pembeli berubah pikiran. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen saat berbelanja.
Fitur ini tidak hanya dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada konsumen saat berbelanja, namun juga dapat memberikan manfaat bagi para penjual, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah seperti para pedagang. Beberapa platform e-commerce di Indonesia yang telah menerapkan program ini antara lain Lazada, Zalora, dan Shopee.
Pertumbuhan industri e-commerce membuat kebijakan pengembalian ini menjadi sangat populer. Platform e-commerce global seperti Amazon telah menerapkan kebijakan pengembalian dengan alasan apa pun selama bertahun-tahun.
Kami berharap kemudahan sistem pengembalian produk ini dapat membuat konsumen yang awalnya ragu untuk membeli secara online menjadi lebih percaya diri.
Dalam laporan We Are Social dan Meltwater bulan Januari 2024, kebijakan pengembalian yang mudah menjadi faktor utama yang mendorong pengguna internet berbelanja online di Indonesia hingga 29,8 persen atau menduduki peringkat ketujuh.
Faktor teratas lainnya adalah kupon dan diskon (52,3 persen), ulasan pelanggan (48,2 persen), pengiriman gratis (47,4 persen), kemudahan pembayaran (45,5 persen), suka dan ulasan (32,7 persen), metode pengiriman tunai (31,2 persen, pengiriman besok (28,5 persen), klik dan kumpulkan (20,3 persen), dan sertifikasi ramah lingkungan (20 persen).
Karena kemudahan dan kenyamanan konsumen dalam berbelanja online, transaksi di platform e-commerce sangat tinggi. Bank Indonesia mencatat realisasi nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp 453,75 triliun pada tahun 2023. Dari segi volume, transaksi e-commerce mencapai 3,71 miliar pada tahun 2023 dibandingkan 3,49 miliar pada tahun 2022.
“Tren (transaksi e-commerce) ini masih terus berkembang karena adanya perubahan perilaku masyarakat,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Filiangsih Hendarta kepada media.