Laporan jurnalis Wartakotaliva Nuri Yatul Hikmah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Suara mesin jahit dan tumpukan produk menjadi pemandangan berbeda saat Anda berkunjung ke Gang Kartika, Kelurahan Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat. Sebagian besar warga di sini mencari nafkah dengan menjahit setiap hari.
Kota padat penduduk di sebelah barat ibu kota ini terkenal sebagai tempat penganan yang terkenal. Setiap hari, truk datang dan pergi membawa gulungan kain dan puluhan pakaian.
Tak hanya itu, banyak pula pengemudi sepeda motor, pengemudi baja, bahkan pengemudi gerobak dorong yang satu per satu mengantarkan barang bawaannya ke rumah susun yang menawarkan jasa toko kue di Gang Kartika.
Hal ini tidak mengherankan, karena di Slaščičarska vas transaksi keuangan antara pengangkut dan pengusaha adalah hal biasa.
Menurut Kepala Desa Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat, Dwi Cahyono, kampung penganan di wilayahnya menjadi sumber utama pasokan grosir tekstil untuk pasar Tanah Abang.
Usaha penganan ini sudah berdiri puluhan tahun dan berhasil mendongkrak perekonomian masyarakat Kalianyar dan sekitarnya.
“Jadi sebagian besar dari kami adalah mereka yang Tanah Abang bagikan paket (pakaian) jadi,” kata Dwi saat ditemui di Kantor Kecamatan Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat, Minggu (16/6/2024).
“Diekspor dari Tanah Abang ke mancanegara, Asia Tenggara bahkan Arab,” imbuhnya.
Dwi mengatakan, produk tekstil yang dihasilkan di Desa Penganan Kalianyar sangat beragam.
Mulai dari pakaian wanita, kaos kelapa untuk pria, polos hingga berbagai seragam untuk anak-anak dan pejabat.
Menurut Dwi, toko kue Kalianyar selalu mengikuti tren dan perkembangan zaman, meski rata-rata pekerjanya sudah tidak muda lagi.
Meski begitu, puluhan toko roti di kawasan itu bisa memproduksi ratusan pakaian setiap minggunya untuk didistribusikan ke pedagang grosir.
“Mereka juga punya 3 lantai (rumah produksi) dan permen (pesanan) dari pabriknya juga cukup banyak,” kata Dwi.
“Mereka biasanya bisa memproduksi sekitar 100 lusin per minggu untuk pesanan luar dan dalam wilayah,” lanjutnya.
Dwi mengatakan, sebagian besar toko permen di wilayahnya merupakan rumah produksi 2-3 lantai.
Dulunya ada pabrik manisan besar di Kalianyar, namun terpaksa tutup karena bangkrut saat Covid-19.
Alhasil, setiap permen kini dibagikan kepada warga atau karyawan yang hendak bekerja. Sebuah toko kue biasanya diisi antara 10 dan 20 karyawan.
Alhamdulillah hampir separuh pegawai datang ke Kaliayar dari luar, jelas Dwi.
Tak heran jika Dwi bangga daerahnya sedikit banyak turut berkontribusi dalam mengentaskan pengangguran di kota penganan ini.
Alhamdulillah Kalianyar perekonomiannya bagus. Sebagai kota terpadat di Asia Tenggara, perekonomian terus membaik dan sekarang keadaan sudah mulai sedikit berubah, pesanan meningkat. Mari kita mulai membangun pasca-Covid, tutupnya.