TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Undang-undang Negara DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 memuat istilah pajak parkir sebagai kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Diubah menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa parkir.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Kepala Pusat Statistik dan Informasi Pendapatan, Morris Danny, menyediakan atau mengoperasikan tempat parkir dan/atau tempat parkir yang terletak di tempat parkir, jika tersedia. sehubungan dengan atau dijalankan sebagai usaha utama, termasuk penyediaan fasilitas penyimpanan mobil. “Jasa Parkir termasuk dalam pajak jenis barang dan jasa tertentu, yang selanjutnya disingkat PBJT, yaitu pajak yang dibayarkan oleh pengguna akhir atas penggunaan barang dan/atau jasa tertentu. Barang dan jasa tertentu adalah barang tertentu dan dijual serta /atau diserahkan ke layanan pengguna akhir,” kata Morris, Sabtu (15/6/2024).
Morris menambahkan, tujuan PBJT adalah menjual, menyediakan dan/atau menggunakan produk dan jasa tertentu yang berkaitan dengan fasilitas parkir, antara lain: Menyediakan atau mengelola fasilitas parkir. Tempat parkir meliputi tempat parkir milik pemerintah, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, dan pemerintah daerah lainnya yang pengelolaan dan/atau pengelolaannya dipercayakan kepada swasta. Dan yang ada di kantor hanya digunakan oleh karyawannya sendiri untuk pembayaran. Pelayanan parkir (parkir valet).
Sedangkan item yang dialokasikan PBJT untuk Pelayanan Parkir adalah: Pelayanan parkir yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemda DKI Jakarta. Tempat parkir kantor hanya digunakan oleh karyawannya. layanan parkir disediakan atas dasar kesetaraan oleh kedutaan, konsulat dan perwakilan negara asing. Menyiapkan armada kendaraan berkapasitas 10 kendaraan roda 4 atau lebih dan/atau maksimal 20 kendaraan roda 2.
“Perlu diketahui bahwa entitas PBJT adalah konsumen produk dan jasa tertentu. Sedangkan entitas PBJT adalah individu atau lembaga yang menjual, menyediakan dan/atau menggunakan produk dan jasa tertentu,” kata Morris.
Berikut ini adalah dasar pengenaan PBJT pada jasa parkir, termasuk jumlah yang dibayarkan oleh pengguna barang dan jasa tertentu, termasuk jumlah pembayaran kepada penyedia jasa atau penyelenggara tempat parkir atau penyedia jasa parkir kendaraan. PBJT untuk pelayanan parkir. Dalam hal pembayaran menggunakan voucher atau bentuk lain yang sejenis yang bernilai rupee atau mata uang lainnya, maka dasar penerimaan PBJT ditentukan oleh nilai rupee atau mata uang lainnya. Dalam hal tidak ada pembayaran, dasar penandaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang digunakan di wilayah DKI Jakarta. Ketika Pemda DKI Jakarta memutuskan kebijakan pengendalian penggunaan kendaraan pribadi dan tingkat kemacetan khususnya PBJT Pelayanan Parkir, maka Pemda DKI Jakarta dapat memutuskan dasar pengenaan tarif parkir. pemotongan dilakukan.
Morris mengatakan tarif PBJT untuk pelayanan parkir ditetapkan sebesar 10 persen.
Sedangkan besarnya utang PBJT ditentukan oleh pihak jasa parkir pada saat pembayaran atau penyerahan PBJT.
Lebih lanjut Morris menjelaskan, dengan disahkannya Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, istilah “pajak parkir” diubah menjadi “Pajak Parkir Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)” yang merupakan langkah efektif dalam pengendalian dan perencanaan perpajakan. . sistem.
Syarat dan ketentuan di atas menjadi pedoman bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan parkir di DKI Jakarta.
“Pelaksanaan PBJT pelayanan parkir tidak hanya terfokus pada kawasan, tetapi juga pengawasan dan pengaturan penggunaan ruang parkir serta pengurangan lalu lintas di kawasan,” kata Morris.
Semua pihak, lanjut Morris, baik operator parkir, pengguna, dan pemerintah diharapkan bahu-membahu menerapkan prinsip tersebut guna mencapai ketertiban dan kesejahteraan bersama.
Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap ketentuan PBJT pelayanan parkir sangat penting agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya.
Mari kita dukung upaya pemerintah untuk menciptakan sistem perpajakan yang terbuka, adil dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat DKI Jakarta, kata Morris.