Mengenal Catfishing, Dampak Bagi Pelaku dan Korban hingga Cara Menghindari

Diposting oleh: Reporter Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2023, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 215,62 juta jiwa atau 78,19 persen penduduk Indonesia.

Pada saat yang sama, peningkatan pengguna yang signifikan ini membuka kemungkinan peningkatan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan Internet yang menjadi salah satu andalan.

Istilah catfishing, yang pertama kali muncul dalam film dokumenter pada tahun 2010, kurang umum dibandingkan banyak kejahatan dunia maya, namun sering kali muncul saat berkomunikasi di dunia maya.

DEA KOMINFO Angraini Hermana, Founder Hermana Boots dan Digital Adoption Trainer, mengatakan phishing adalah tindakan seseorang membuat palsu atau meniru identitas orang lain secara online, biasanya dengan tujuan untuk menipu atau menipu orang lain yang tujuannya

Perilaku ini biasanya ditujukan untuk menarik perhatian seseorang yang berkedok asmara.

“Phishing ditandai dengan penggunaan teks dan gambar palsu, informasi yang tidak konsisten dan mencurigakan, dan dalam beberapa kasus penjahat menolak undangan untuk bertemu langsung atau sekadar melakukan panggilan video,” kata Angrain dalam webinar #MakinCakapDigital 2024 tentang catfishing . Kebohongan Digital dan Strategi Cerdas telah dikemukakannya beberapa waktu lalu.

Alasan penangkapan ikan mungkin karena pelaku merasa cemas, mempunyai niat kriminal, depresi, atau untuk tujuan penipuan finansial.

“Dampaknya bagi pelaku, penangkapan ikan dapat menimbulkan kerugian psikologis bagi korbannya, tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga menurunkan kepercayaan terhadap orang lain,” ujarnya.

Ade Irma Sukumawati, anggota Jaringan Penggiat Literasi Digital (Japeridi), mengatakan para pelaku kejahatan penangkapan ikan banyak menggunakan media digital dalam melakukan aktivitasnya, oleh karena itu para pelaku kejahatan didorong untuk mengajak mereka bertemu menolak atau mengatakan tidak.

“Ada begitu banyak anonimitas di ruang digital saat ini sehingga Anda harus berhati-hati saat mengobrol online,” katanya.

Ade menambahkan, tidak ada yang 100 persen aman di dunia digital, dan yang bisa dilakukan hanyalah mengurangi risiko semaksimal mungkin.

Kita juga perlu berpikir kritis terhadap informasi yang diperoleh dari dunia maya.

Sejumlah saran disampaikan Wakil Menteri Keuangan Mafindu Semarang Purbawang berupa langkah bijaksana menghindari penangkapan ikan.

“Selain dapat dengan mudah mengidentifikasi pelaku kejahatan penangkapan ikan tanpa memerlukan gambar pribadi atau minimal pelacakan dan interaksi, cara lainnya adalah dengan menggali lebih banyak informasi dari teman dekat,” ujarnya.

Sementara itu, ada dua alat yang bisa Anda gunakan untuk menemukan penangkapan ikan ilegal atau menggali lebih dalam.

“Pertama, kami menggunakan Google Images untuk memverifikasi identitas foto pelaku. Kedua, kami mencari nama pelaku di mesin pencari dan berbagai iklan yang ada,” ujarnya.

Langkah bijak lainnya, lanjutnya, adalah dengan menghindari pengungkapan informasi pribadi di media sosial.

Selain itu, mempercayai perilaku orang di media sosial memudahkan seseorang tertangkap sebagai korban phishing.

“Jika diundang rapat, sebaiknya ajaklah seorang teman,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *