Mengapa Atlet Bulu Tangkis dan Sepak Bola Rentan Alami Cedera ACL?

Tribunnews.com memberitakan bahwa Lina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Anterior cruciate ligamen (ACL) atau cedera ligamen lutut anterior menjadi ancaman menakutkan bagi para atlet.

Konsultan pinggul dan lutut serta ahli bedah ortopedi Dr William Chandra, OT (K), mengatakan kondisi ini biasa terjadi pada atlet, karena banyak orang yang sering melakukan gerakan yang melibatkan perubahan arah atau menghentikan lutut secara tiba-tiba.

“ACL itu bukan terjadi kalau ada yang terbentur atau ketahuan. Lambat karena banyak bergerak,” ujarnya saat jumpa pers di Menteng, Jakarta Pusat, sambil melakukan kesalahan saat melompat dan mendarat.

Ia mengatakan, para pemain bola basket, sepak bola, tenis, dan bulu tangkis sering menghadapi masalah ini karena olahraga mereka melibatkan perubahan arah dan penghentian mendadak.

Pada Olimpiade Paris terakhir, ratu bulu tangkis Spanyol Carolina Marlin bermimpi bermain di kejuaraan dunia.

Dia menderita cedera ligamen anterior.

Pesepakbola dunia seperti Michael Owen pun punya pengalaman serupa.

Selain atlet, orang yang rutin berolahraga juga rentan terkena penyakit ini.

Gejala ACL bervariasi dari orang ke orang karena tingkat keparahannya berbeda-beda.

Namun, Dr William mengatakan gejala cedera ACL yang paling umum adalah nyeri hebat, lutut bengkak, sensasi tidak stabil, mobilitas terbatas, suara letupan, kaki lemah saat berjalan, dan lutut bengkak. Pengiriman cepat dalam waktu 24 jam.

Lutut yang cedera mungkin mengalami memar, kulit tampak ungu, dan terasa hangat.

“Jika timbul banyak gejala, segera tindak lanjuti dengan rontgen dan MRI,” jelas dr William.

Ia menjelaskan, pengobatan ACL juga bergantung pada tingkat keparahannya.

Misalnya, terapi fisik hanya ditujukan untuk orang yang mengalami cedera ligamen parsial.

Selain itu, aktivitas ini juga dianjurkan bagi pasien yang tidak ingin berolahraga dan hanya berjalan kaki atau bekerja tanpa berolahraga.

Sebaliknya, bagi masyarakat yang ingin melanjutkan kebiasaan olahraganya atau atlet yang ingin melanjutkan karirnya, pengobatannya memerlukan tindakan pembedahan.

“95% cedera tendon dapat diobati dengan operasi artroskopi, sehingga tidak diperlukan operasi besar. Hasil terbaik dicapai setelah operasi,” ujarnya.

Dikutip dari laman RSPI, pasien tetap harus menjalani terapi olahraga pasca operasi ACL.

Tujuannya adalah memulihkan kekuatan dan mobilitas pasien sehingga dapat kembali beraktivitas normal. Durasi terapi olahraga berbeda-beda pada setiap orang tergantung pada tingkat keparahan dan kondisi cedera.

Namun pengobatan biasanya memakan waktu 6 hingga 12 bulan. Atlet dengan cedera ACL biasanya diperbolehkan kembali bermain setidaknya dalam waktu satu tahun setelah operasi, dengan syarat terapi fisik dilakukan secara rutin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *