Mengapa Asma pada Anak Harus Segera Dideteksi Sejak Dini?

Reporter Tribunnews.com Rina Ayu melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asma anak harus segera didiagnosis dan diobati.

Jika tidak, maka akan ada kaitannya dengan proses tumbuh kembang anak.

Asma dapat menyebabkan gangguan pernapasan yang dapat mengganggu aktivitas, kebiasaan, dan kualitas hidup anak.

Dokter spesialis paru anak, Dr. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) mengatakan batuk, sesak napas, sesak napas, dan rasa tertekan di dada merupakan gejala utama asma yang biasa muncul.

Asma terjadi ketika bronkus menyempit atau membesar sehingga menyebabkan produksi lendir berlebih yang dapat menyebabkan seseorang kesulitan bernapas.

“Sayangnya masih banyak yang belum memahami kondisi asma, terutama kesadaran atau proses yang menyadarkan masyarakat akan penyakit asma. Akhirnya asma dapat terdeteksi sejak dini, padahal ini penting,” kata Profesor. di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/8/2024).

Profesor Bambang mengingatkan, penting bagi orang tua untuk memahami cara mendeteksi asma sejak dini sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah sensitisasi terhadap alergen asma selama kehamilan.

Salah satu caranya adalah melalui Skrining Risiko Asma Anak (Pediatric Asthma Risk Score/PARS).

Dalam diagnosis asma anak, selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, juga terdapat pemeriksaan penunjang, salah satunya adalah sistem prediksi atau penilaian.

Dalam penelitian tersebut, Micheal dan rekannya juga menyatakan bahwa PARS dianggap sebagai alat skrining yang sederhana, efektif, dan dipersonalisasi untuk menilai risiko asma pada anak.

Hasil skrining PARS ini digunakan untuk mengetahui apakah seorang anak berisiko rendah, sedang, atau tinggi terkena asma.

“PARS merupakan alat yang membantu dokter mengidentifikasi dan merancang tindakan atau intervensi preventif yang tepat dalam upaya pencegahan asma,” ujarnya.

Setelah dilakukan screening, hasilnya akan menjadi dasar pengobatan yang harus dilakukan.

Selain itu, upaya pencegahan serangan atau kekambuhan asma antara lain dengan menghindari alergen atau pencetusnya, sehingga pengendalian asma dapat dilakukan.

“Faktor penyebab asma antara lain debu rumah, alergen bulu, atau polusi udara. Baik itu dari asap rokok, asap kayu atau polusi udara luar dari knalpot kendaraan bermotor misalnya. Bahkan tingginya tingkat polusi udara di Jakarta bahkan untuk pernafasan. Infeksi karena virus yang bisa menjadi pemicunya,” jelas Prof.

Sebuah studi terbaru yang diterbitkan oleh NEJM Evidence pada 4 Agustus 2023 menunjukkan bahwa PARS berkinerja baik dalam menentukan perkiraan risiko asma pada anak-anak dari berbagai etnis, latar belakang, dan kerentanan asma. Dimana lebih dari 33.200 dokter, orang tua, mahasiswa dan peneliti memiliki akses terhadap PARS di lebih dari 160 negara.

Merujuk penelitian Yunginger, asma dikatakan dimulai pada usia muda dengan kejadian tertinggi pada anak prasekolah.

Hal ini juga akan menjadi faktor derajat asma yang berlanjut hingga dewasa. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, jumlah penderita asma di Indonesia mencapai 877.531 orang, jumlah terbesar di Provinsi Jawa Barat 156.977 orang, Jawa Timur 130.683 orang, dan Jawa Tengah 118.184 orang.

Dari sisi usia, data SKI 2023 juga menunjukkan anak usia kurang dari satu tahun sebanyak 11.518 orang, usia 1-4 tahun sebanyak 59.253 anak, dan usia 5-14 tahun sebanyak 138.465 anak.

Dari data tersebut, proporsi kekambuhan asma dalam 12 bulan terakhir berdasarkan usia masih relatif tinggi.

Untuk usia kurang dari 1 tahun mencapai 53,5 persen, kemudian untuk usia 1-4 tahun angka kekambuhan lebih tinggi mencapai 66 persen, dan untuk usia 5-14 tahun risiko kekambuhan sebesar 59,8 persen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *