TribuneNews.com, Tokyo – Onis Baswedan tak segan-segan membeberkan posisinya kepada mahasiswa Sophia University di Tokyo, Jepang, bahwa dirinya menganggur yang artinya tidak bekerja.
Namun hal ini tidak mematahkan semangatnya. Sangat buruk.
Sebab, mereka mempunyai kemampuan atau kesanggupan dalam mengajar dan mengenyam pendidikan tinggi.
Anis Gadjah merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Mada (UGM).
Beliau meraih gelar master di bidang keamanan internasional dan kebijakan ekonomi dari University of Maryland, College Park, AS.
Sementara itu, beliau memperoleh gelar PhD dari Northern Illinois University Amerika Serikat pada tahun 1999 dengan subjek kemerdekaan dan proses demokrasi di Indonesia.
Ia juga menerima Beasiswa Gerald S. Marianov Fellow pada tahun 2004.
Menjadi Rektor Universitas Paramadina pengalamannya tidak main-main. Ia kemudian aktif di dunia politik dan pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Di hadapan para mahasiswa Tokyo Sophia University, ia mengaku tidak memiliki pekerjaan karena tidak bekerja pada siapa pun di sini.
“Kalau ada yang mau mempekerjakan saya, silakan saja,” kata Anis, Jumat (20/9/2024) sore.
Setelah gagal meraih suara mayoritas pada Pilpres 2024, Ennis yakin akan masa depannya, dan itu berarti ia harus angkat bicara. Namun dia bersikeras bahwa dia tidak ingin kembali ke dunia politik universitas.
“Kalau ada yang ingin menelepon saya, silakan saja, tapi saya tidak akan kembali mengajar di universitas,” ujarnya.
Saat itu, Anis menegaskan, banyak orang baik di NKRI, terlihat dari protes ketika kebijakan tidak baik.
“Ketika ada yang tidak beres di Indonesia, banyak orang yang turun ke jalan dan memprotes apa yang terjadi sekarang. Banyak orang baik di NKRI, kata Anis.
Menurutnya, aktif di dunia digital dan berbagi hal-hal baik adalah hal terbaik di dunia, khususnya bagi generasi muda.
“Jangan khawatir di mana Anda berada di Karawang atau Kanagawa karena Anda bisa berkomunikasi dari mana saja. Jadi semua orang bisa memantau negara kita di mana pun Anda berada,” ujarnya.
Anis pun membandingkan pengaruh media masa lalu dan masa kini.
“Dulu pemimpin redaksi menyiapkan berita di halaman depan dan berdampak besar bagi dunia. “Sekarang di era digital, khususnya generasi Z, netizen menjadi pengaruh terbesar di masyarakat,” ujarnya.
Anis menyinggung undang-undang tersebut namun aparat tidak berbuat apa-apa, mereka akan protes jika hal itu terjadi.
Katanya, menurutnya, pembangunan dan segala sesuatunya harus dimulai dari pimpinan puncak.
“Kalau pemimpinnya cinta, yang di bawahnya pun begitu. Bos saya juga begitu,” tuturnya.
Anees juga mengimbau mereka untuk waspada terhadap penipuan yang menyebar melalui media.
“Jangan langsung menerima apa yang kita temukan di media sosial. “Banyak penipuan di sini, kita harus sangat berhati-hati,” katanya.
Selama di Tokyo, Anis menyempatkan diri untuk salat di masjid Indonesia di Tokyo. Ia juga erat kaitannya dengan diaspora Indonesia di Jepang.
Betapa bahagianya Anis mengetahui masyarakat Indonesia di Jepang masih berupaya membantu bangsa, termasuk menjaga demokrasi.
Terima kasih kepada Prof Muhammad Aziz ketua KMII Jepang yang telah mengundang dan menyelenggarakan acara ini. Terima kasih kepada semua yang telah meluangkan waktu untuk bertemu dan menyapa. Semoga kita bisa segera bertemu kembali, kata Anis dalam Instagramnya.
(Reporter Richard Susilo di Tribunnews.com/Jepang)