Dilansir reporter Tribun News, Fabri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM – Peninggalan mirip yoni dari masa klasik Hindu-Buddha di pinggir kuburan di Desa Ngrundul, Kecamatan Cabonarum, Kabupaten Klaten, menuai perbincangan menarik.
Tinggalan arkeologi tersebut dikunjungi oleh komunitas pelestari warisan budaya yang dikenal dengan Komunitas Kandang Kebo dalam acara besar Bluesukan, Minggu (1/9/2024).
Pada batu tersebut terdapat bagian yang memanjang seperti pancaran yoni. Taburi atasnya dengan taburan bunga mawar.
Ada juga sembilan kotak kecil di dalam lubang batu. Kotak tersebut terlihat seperti kotak prepiah di dalam sumur/sumur candi.
Beberapa orang menduga peninggalan itu adalah vagina. Namun, benarkah mirip dengan yoni yang terdapat di candi Siwa?
Salah satu anggota Kandang Kebo dan anggota tim pemugaran kawasan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) sehingga diyakini ada patung di stand tersebut.
“Itu (batunya) proporsional dengan tempat duduk patung. Kedua, bukan yoni karena tidak ada bentuk padma seperti ini, kata Yosi yang hadir di Bluesukan.
Menurut Yossi, tidak semua batu persegi berbentuk jet adalah yoni. Ia mengatakan, vagina pada umumnya yang berbentuk kotak hampir selalu berukuran satu banding satu.
“Jadi kalau tingginya satu meter, lebarnya juga satu meter. Kemudian noselnya satu meter dibagi tiga. “Ini biasa digunakan sebagai vagina,” jelasnya.
“Kadang ada, tapi fungsinya untuk menopang patung. Tidak harus satu banding satu, tapi tiga perempat atau kadang hanya seperempat dari total tinggi badan.”
Dikatakannya, aturan-aturan seperti itu ada dalam silpa atau kitab penciptaan suatu karya. Buku ini tidak hanya membahas tentang pembangunan candi tetapi juga tentang pembuatan yoni dan berhala.
“Ada kriteria tertentu mengenai kedalaman vagina dan lingga yang harus dipatuhi.”
Adapun kesembilan kotak kecil itu Yossi menyebut tempat menaruh barang-barang itu disebut pripih.
“Jadi [prepih] itu bisa berupa kertas yang di atasnya tertulis mantra-mantra untuk membedakan apakah itu batu biasa atau batu keramat.”
Selain kertas, prifih juga berupa busa yang berupa emas atau batu mulia.
Dikatakannya, berhala dan candi pada mulanya hanyalah benda yang terbuat dari batu, kayu, atau logam. Berhala dan kuil dapat disebut benda suci hanya jika ditempatkan unsur suci di sana.
“Candi dan patung hanyalah benda biasa, sampai ada unsur-unsur yang ditempatkan di dalamnya untuk menghidupkan bangunan atau patung tersebut.”
Kemiringan patung Yossi berdiri di depan patung Ganesha yang patungnya belum selesai dibuat.
Arkeolog yang juga anggota masyarakat Kandang Kebo, Goenawan Agoeng Sambodo menjelaskan, arca Ganesha biasanya berada di seberang pintu masuk candi.
Misalnya pintu masuknya dari timur, jadi posisi Ganesha ada di barat, kata peneliti yang kerap disapa Mbah Goen itu.
“Contoh yang paling sederhana adalah ketika teman-teman pergi ke Pura Kedulan yang pintu masuknya dari timur, di sebelah barat terdapat patung Ganesha. “Tapi kalau teman-teman ke Candi Sambisari, pintu masuknya di sebelah barat, Arca Ganesha di sebelah timur.”
Bagian utara candi biasanya terdapat arca Durga Mahisasurmardhini, sedangkan bagian selatan terdapat arca Agastya.
Goynavan mengatakan, para arkeolog menggunakan detail jenis ini saat penggalian atau penggalian dimulai.