Mendag Zulkifli Hasan ke Pengusaha Soal Permendag 8/2024: Terlambat Kalau Ngeluhnya Sekarang

Jurnalis Tribunnevs.com, Endrapta Pramudhiaz melaporkan

TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hassan menilai sudah terlambat bagi para pengusaha yang khawatir dengan perubahan ketiga Keputusan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 Keputusan Menteri Perdagangan Tahun 2024 tentang Nomor 8. Mengenai kebijakan dan peraturan impor.

Menurut Zulhas, sapaan akrabnya, seharusnya para pengusaha sudah mengeluh sejak kemarin saat aturan tersebut dibuat.

“Sekarang sudah terlambat untuk menyesal. Itu bukan kemarin,” ujarnya saat ditemui di Syracuse, Jakarta Timur, Selasa (28/5/2024).

Ia mengatakan, posisinya sulit dalam kontroversi Parmandag 8. Awalnya, semangat pemerintah saat merumuskan kebijakan ini adalah untuk mengendalikan impor.

Namun, seiring berjalannya kebijakan, implementasinya ternyata tidak mudah.

“Iya, bagi saya sudah sulit. Saat itu passion kita adalah pengendalian impor, tapi implementasinya tidak mudah,” kata Zulhas.

Implementasi yang sulit ini disebut-sebut merupakan hasil persetujuan teknis (PRTEC).

Akibatnya banyak produk yang tidak masuk dan barang menumpuk saat sampai di Indonesia.

Misalnya produk itu tidak bisa masuk karena harus ada rekomendasi, harus ada toko, harus ada tumpukan seperti ini, akhirnya puluhan ribu barang menumpuk,” kata Zulhas. .

Seperti diketahui, banyak pelaku industri dan asosiasi dalam negeri yang mengeluhkan pelonggaran impor dengan berlakunya Keputusan Menteri Perdagangan 8/2024.

Protes juga dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Manufaktur Kabel Listrik Indonesia (Apkabel).

Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024 berarti Indonesia akan dibanjiri produk luar negeri sehingga merugikan daya saing industri dalam negeri.

Dalam aturan baru tersebut, sejumlah barang tertentu dikecualikan dari persyaratan pertimbangan teknis (PARTEC) sebagai kelengkapan dokumen impor, yaitu barang elektronik, alas kaki, serta pakaian dan aksesoris.

Sedangkan Keputusan Menteri Perdagangan sebelumnya no. 36/2023 memuat larangan dan/atau pembatasan (LARTA) terhadap produk elektronik dan kabel optik.

Sementara itu, Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024 menghapus atau menghilangkan sambungan kabel serat optik dan kemacetan lalu lintas.

“Hal ini sangat mengecewakan bagi industri kabel serat optik dalam negeri karena masih memberikan keleluasaan impor kabel serat optik,” kata CEO Apkabel Noval Jamal Al-Lil dalam keterangannya di Jakarta, Senin (27/05/2024). Saya bilang.

Menurut Novello, pengadaan yang dilakukan Kementerian Perindustrian sebenarnya merupakan solusi terbaik dan adil terhadap barang impor yang benar-benar dibutuhkan dan masuk dalam kategori ekslusif.

“Perlindungan ini merupakan solusi terbaik bagi industri rumahan untuk membantu industri rumahan tetap bertahan dan berfungsi serta tetap fokus pada potensi industri rumahan,” ujarnya.

Novell mengakui Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024 untuk memfasilitasi impor kabel dan produk jadi lainnya di pasar dalam negeri.

Sedangkan industri dalam negeri membutuhkan kemudahan impor bahan baku untuk kebutuhan industri yang tidak tersedia atau tidak dapat dipenuhi dalam negeri.

Sektor industri dalam negeri khususnya kabel fiber optik dan produk elektronik lainnya akan sangat terdampak dan melemah akibat kondisi tidak ada impor,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Filamen Indonesia (APSiFI) Jenderal Radma Gita Wiravasta mengungkapkan banyak importir, terutama importir abal-abal, yang kesulitan mendatangkan barang ke Indonesia karena Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 mensyaratkan peraturan syarat teknis. Kementerian Perindustrian.

“SKB 36 yang dicabut itu memberlakukan pengendalian impor, namun protes importir sehingga menyebabkan terhambatnya pembangunan peti kemas di pelabuhan,” kata Redma.

Namun sosialisasinya dilakukan mulai Desember 2023, jadi pembangunan kontainer itu terjadi karena ulah importir nakal yang tidak mau mengurus izin impor sehingga barang menumpuk di pelabuhan.

Redma menilai dengan revisi Permendag 8 berarti pengendalian impor tidak akan efektif karena semuanya dilonggarkan.

“Kemarin barang dan pengirimannya ditolak, sekarang barangnya ditolak, artinya permohonan izin impor diterima tanpa mempertimbangkan industri dalam negeri. Ini cerminan inkonsistensi pemerintah,” kata Redam.

Radma menegaskan, tidak adanya instrumen pemerintah untuk menekan secara efektif barang impor yang sektor industrinya sudah berkembang dengan baik di dalam negeri akan sangat merugikan sektor industri dalam negeri.

“Kalau Pritek dihilangkan berarti pemerintah tidak punya alat untuk mengendalikan impor, jadi ada aturan kemasan untuk perdagangan impor, isinya kosong,” kata Redma.

“Industri akan menyusut lagi karena pasar dalam negeri dibanjiri barang impor. Kita bersiap melakukan deindustrialisasi,” keluhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *