Laporan reporter Tribunnews.com Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendagh) Zulkifli Hassan membeberkan bagaimana orang asing (WNA) bisa menjual produk impor ilegal di Indonesia secara online.
Hal itu diketahui Zulhas saat menyita barang senilai total sekitar Rp 40 miliar yang diduga diimpor secara ilegal.
Produk yang diasuransikan tersebut merupakan hasil kerja pertama Satgas dalam penertiban barang impor ilegal.
Zulhas mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara, impor barang luar negeri secara ilegal dilakukan melalui penyewaan gudang di Indonesia.
Setelah menyewa gudang, mereka minta diselundupkan ke sini, dikemas, lalu dijual online di seluruh Indonesia.
Hasil pemeriksaan sementara importir ini adalah orang asing. Dia menyewa gudang, memintanya untuk mengemas barang, membayarnya, lalu menjualnya secara online, kata Zulhas di Jakarta Utara, Jumat (26/7/2021). ). 2024).
Bayangkan, kita sudah sejauh ini diserbu oleh warga asing yang berjualan di wilayah kita, lanjutnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, importir asing tersebut berdomisili di Indonesia dan menyelundupkan produk impor tersebut ke RI.
Produk-produk tersebut tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) dan kode HS.
Ia tak habis pikir, Indonesia sudah sedemikian maju sehingga barang-barang impor ilegal masuk ke sana.
“Saya juga bingung bagaimana (barang impor ilegal) bisa sampai di sini,” kata Zulhas.
“Produk ilegal menyusup ke kita dan dipasarkan bebas di dalam negeri, online, produk ilegal, kita jual secara terbuka dan bebas,” lanjutnya.
Ia menegaskan, meminta anggota Satgas Impor Ilegal mengusut lebih lanjut asing yang mengimpor barang dari negara lain secara ilegal dan menjualnya di Indonesia.
Adapun dalam kegiatan pendeteksian barang dugaan impor ilegal, Satgas Impor Ilegal mengamankan berbagai jenis barang. Mulai dari produk elektronik hingga pakaian dalam kondisi baru.
Produknya antara lain handphone, komputer, tablet nilainya Rp 2,7 miliar. Pakaian Rp 20 miliar, Elektronik Rp 12,3 miliar, Mainan anak Rp 5 miliar. Total nilainya di atas sekitar Rp 40 miliar, kata dia. Zulha.
Sekadar informasi, Satgas Pengendalian Barang Impor Ilegal mulai bekerja pada 18 Juli 2024 hingga 31 Desember 2024.
Aturan gugus tugas ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) No. 932 Tahun 2024 tentang Satgas Pengawasan Produk Tertentu yang Dikenai Tata Cara Perdagangan Impor.
Anggota Satgas Pengendalian Barang Impor Ilegal berasal dari 11 kementerian dan lembaga.
Mereka adalah Kementerian Perdagangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Lalu ada Badan Intelijen Negara. Badan Pengawas Obat dan Makanan Nasional; Badan Keselamatan Maritim TNI Angkatan Laut; instansi yang bertanggung jawab di bidang perdagangan pada tingkat provinsi, kabupaten, dan kota; dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Tiga tujuan utama pembentukan kelompok kerja ini adalah, pertama, terciptanya langkah-langkah strategis untuk memantau dan menyelesaikan permasalahan impor.
Kedua, terciptanya koordinasi antardepartemen yang efektif mengenai pengawasan terhadap produk-produk tertentu yang tunduk pada sistem tata niaga impor.
Ketiga, terjalinnya komunikasi dan informasi antar departemen terkait untuk memantau dan menyelesaikan permasalahan impor.
Ada tujuh jenis produk yang akan diawasi Satgas Pengendalian Impor Ilegal.
Ketujuh kategori produk tersebut adalah tekstil dan produk tekstil, pakaian dan aksesoris pakaian, keramik, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan produk tekstil.
Anggota tim akan melakukan tugas termasuk: tugas inventaris; menetapkan sasaran, rencana dan prosedur kerja; dan juga melakukan verifikasi izin usaha dan persyaratan produk tertentu terkait peraturan perdagangan impor.
Anggota Satgas juga akan mengklarifikasi dugaan pelanggaran yang dilakukan badan usaha.
Badan usaha yang melakukan pelanggaran juga akan dikenakan tanggung jawab hukum sepanjang diperbolehkan oleh undang-undang.
Pengendalian yang akan dilakukan oleh kelompok kerja meliputi pengendalian secara berkala pada waktu tertentu.
Kemudian pengendalian khusus yang dapat dilaksanakan sewaktu-waktu berdasarkan keluhan masyarakat.
Selain itu juga ada pengendalian bersama, jika diperlukan penanganan dengan departemen lain.