Melihat Rasionalisasi Pemindahan ASN ke IKN

Presiden Joko Widodo mengatakan Ibu Kota Negara Republik Indonesia (IKN) hanya bisa tumbuh 20%.

Menurutnya, IKN bisa selesai dalam waktu 10-15 tahun ke depan.

Lantas, bagaimana dengan paket ASN mobile dan alat pendukungnya?

Semula, pemerintah berencana memindahkan sekitar 3.246 ASN ke IKN pada tahap pertama yang dimulai pada Juli hingga November 2024.

Hal tersebut diumumkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas pada Desember 2023 di situs resmi Kementerian PANRB.

Namun, saat meninjau dan mengaktifkan beberapa infrastruktur IKN, Presiden Joko mengatakan tidak perlu memaksa mereka untuk memindahkan ASN jika belum siap.

Jokowi mengatakan rencananya mutasi ASN akan dilakukan pada September mendatang.

Pengamat kebijakan publik Trubus Rhardiansah mengatakan kepada Deutsche Welle, kebijakan konversi ASN ke IKN justru terkesan memaksa. Menurut dia, infrastruktur, pengelolaan, dan anggaran belum siap.

Keberlanjutan proyek ibu kota baru Indonesia diragukan karena sistem Kerja Sama Pemerintah dan Dunia Usaha (KPBU), yang berarti Gedung IKN tidak sepenuhnya memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Akankah Generasi Z kembali ke IKN dulu?

Trubus menilai, sasaran prioritas ASN yang beralih ke IKN adalah mereka yang masih lajang dan termasuk golongan Generasi Z.

Ia yakin ASN Gen Z lebih paham teknis pekerjaan umum digital di IKN.

“Paling tidak dengan pekerjaan umum, ASN muda, profesional, single, lajanglah yang pertama kali tergerak. Misalnya mereka punya IT, jadi pekerjaan umum cepat,” kata Troubs seraya menambahkan, “Karena, mereka yang menikah dan punya anak-anak akan menanggung beban berat bagi negara.”

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti ini juga menilai ASN yang pindah ke IKN harus mendapat gaji dan fasilitas yang cukup, termasuk tempat tinggal. Motifnya bisa berupa harapan palsu dan kecemburuan sosial

Sekretaris PANRB Abdullah Azwar Anas mengatakan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan dukungan atau tunjangan khusus diberikan kepada ASN yang bergabung di IKN. Program ini disebut Hibah Perintis.

Subsidi tersebut dikatakan sebesar N100 juta berdasarkan penelitian Deutsche Welle, dan Departemen PANRB menjadi pihak pertama yang berbicara mengenai insentif tersebut.

Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai anggaran tersebut terlalu banyak.

Menteri PANRB mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan rencana baru mengenai amanah tersebut, demikian diberitakan detikcom, Rabu (14/08). Kementerian PANRB akan kembali merekomendasikan setidaknya tiga strategi kepada Sri Mulyani.

Ayo berlangganan buletin mingguan Wednesday Bite secara gratis. Tambah ilmu di tengah minggu, topik yang dibahas bakalan menarik

Terkait hal itu, Troubs mengatakan, tidak perlu ada rencana insentif dalam proses alih ASN ke IKN. Ia juga memperingatkan bahwa pemerintah tidak boleh menjanjikan dorongan karena ia dituduh tidak mampu mewujudkannya.

Jadi pemerintah tidak perlu komitmen, saya kira nanti PHPnya. Karena saya yakin tidak ada cara untuk membayar kalau dia berkomitmen sekitar Rp 100 juta per orang, katanya.

Terlebih lagi, dorongan seperti ini tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi ASN yang bekerja di daerah miskin, terdepan, dan lapisan terluar (3T). ASN: Bukan fisik perangkatnya, tapi kualitasnya

Dalam wawancara dengan Deutsche Welle, ASN perempuan yang bekerja di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak memprioritaskan fasilitas pendidikan dan kesehatan IKN. Ia mengaku menolak kembali ke IKN.

“Apalagi karena kita punya anak dan suatu saat bisa berangkat bersama orang tua, menurut saya pendidikan dan kesehatan harus ditingkatkan menjadi daya tarik tersendiri,” kata ASN. Deutsche Welle Indonesia berbicara dengan syarat anonimitas melalui telepon.

ASN perempuan ini menjelaskan, persoalan pendidikan dan kesehatan bukan hanya soal peralatan fisik. Namun, kata dia, persoalan tersebut harus menimbulkan pertanyaan-pertanyaan positif yang harusnya berdampak baik bagi IKN. “Tetapi akan lebih baik jika diasumsikan lebih dari sekedar perangkat fisik,” ujarnya.

Saat ditanya ketertarikannya terhadap insentif dan fasilitasi promosi, ASN langsung menolak tawaran tersebut. Ia lebih tertarik pada “meningkatkan kualitas hidup”.

Selain itu, kemudahan lokasi ASN IKN yang dekat dengan kantornya membuatnya memikirkan bagaimana pegawainya akan beraktivitas di masa depan. Ia menilai hal tersebut dapat mematahkan semangat dan menurunkan minat bekerja ASN. Bagi mereka yang belum mengembangkan etos kerja, kemudahan ini “tidak berhasil”.

Berbeda dengan ASN Kemendikbud sebelumnya, pegawai pemerintah bernama Kharisma ini peduli terhadap isu lingkungan hidup.

Saat diwawancarai tim DW Indonesia, Karisma mengaku senang dengan perubahan tersebut. Makanya dia khawatir, dia tidak tahu kondisi kehidupan IKN.

“Satu-satunya masalah yang tidak penting mungkin adalah cuaca, mulai dari situasi di tempat ini, kami belum mengetahuinya,” kata Karisma kepada DW. “Kami masih belum mengetahui area pendukung di sekitarnya.”

Karisma mengatakan, hal itu tidak ada hubungannya dengan masuk IKN. Saya berharap IKN “sesulit” Jakarta

Dedy Afandi, ASN Kementerian Perdagangan, mengutarakan keinginannya untuk kembali ke IKN terlebih dahulu. Ia diberi waktu untuk mengisi formulir yang disediakan Sekretariat untuk mengetahui apakah ia bisa mengikuti IKN.

Dedy mengatakan, ada pertanyaan berupa fasilitas apa saja yang diharapkan ASN jika hijrah ke IKN. Hanya saja tanggal pengembalian IKN tidak dicantumkan dalam tabel.

Ia bercerita kepada DW bahwa salah satu alasannya memilih IKN adalah gaya hidup yang ia cari. “Karena kekerasan di sana lebih sedikit dibandingkan di Jakarta dan laju kehidupan lebih lambat,” ujarnya seraya menambahkan, “Menjadi ASN sudah cukup memotivasi saya.”

Sebagai orang yang kampung halamannya di Kalimantan, hal ini tentu membuat Dedy merasa dekat dengan keluarganya. Namun, dia mengatakan pendidikan dan kesehatan menjadi perhatiannya dan keluarganya.

Selain kurang persiapan dengan perlengkapan lain, Deidi menilai hal tersebut tidak menjadi masalah baginya.

Didi mengatakan kepada tim DW Indonesia, “Satu-satunya hal yang dia khawatirkan adalah semua orang ada untuk pendidikan anak-anak, tapi yang belum siap adalah pendidikan anak-anak.” Ditambahkannya, “Selain sekolah, fasilitas kesehatan juga penting bagi anak dan keluarga.”

Dedy yang belum mengetahui kapan akan kembali ke IKN, berharap jika kelak masuk IKN, fasilitas pendidikan menjadi prioritas utamanya. Rupanya ia ingin kembali ke IKN “setelah persoalan pendidikan anak-anaknya terselesaikan”.

Saat ditanya kapan ASN akan pindah ke IKN, Dedy pun berharap istri dan anaknya bisa pindah bersamaan agar bisa lebih dekat satu sama lain.

“Saya dan istri bermimpi di IKN kami bisa naik sepeda ke kantor dan anak-anak kami bisa naik sepeda ke sekolah. Kehidupan seperti ini bisa dikatakan salah satu kebahagiaan hidup yang luar biasa.”

Koresponden DW di Indonesia Irina Mardanus berkontribusi pada laporan ini.

(juta jam/tahun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *