Megawati Tak Setuju Revisi UU TNI dan Polri: Endak Perlu Disetarakan

TRIBUNNEWS.COM – Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri tak setuju dengan wacana pemerintah merevisi undang-undang TNI dan Polri (UU).

Hal itu disampaikan Megawati pada Selasa (30/7/2024) saat menjadi pembicara pada Konferensi Buruh Nasional (Mukernas) Perindo 2024 hari kedua di iNews Tower, Jakarta.

Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Perubahan 3.

Megawati menduga revisi kedua SKB tersebut merupakan upaya untuk menyamakan kedua institusi, TNI dan Polri.

“Jadi dalam benak saya, saya seperti, ‘Oh, tidak, Bu. Ada orang yang berkata, “Ini masalah usia. Ya, Anda tidak perlu menyelesaikan masalah usia, jadi apa yang Anda lakukan? Apakah Anda tersesat?” – dia melanjutkan.

Dengan begitu, Megawati tidak setuju posisi TNI dan Polri ke depan akan disejajarkan.

“Sampai saya sampaikan, kalau disamakan, maka TNI AU (TNI AU) punya pesawat, maka polisi juga harus punya pesawat,” kata Megawati.

Megawati kemudian berbicara kepada pihak-pihak yang menuntut peninjauan kembali undang-undang TNI dan Polri.

Megawati meminta mereka melihat kembali Ketetapan MPR VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri.

Ia lantas bertanya-tanya mengapa TNI dan Polri ingin disamakan padahal TAP MPR nomor VI/MPR/2000.

“Saya dipisah karena TAP MPR harus dilaksanakan, yaitu TNI dan Polri harus dipisah. Jadi kenapa sekarang disamakan, saya tidak mengerti maksudnya? Apa? Mbok, tidak usah dilakukan. itu. , ini yang pertama,” kata Megawati kepada Kompas. com.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerima Surat Presiden (Supres) pada 8 Juli 2024 tentang Revisi UU TNI dan Polri.

Saat ini yang dibicarakan adalah dua ketentuan di DPR.

Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Djarot Syaiful Hidayat juga mengingatkan, revisi UU TNI dan Polri jangan sampai mengembalikan kondisi Indonesia ke kondisi Orde Baru (Orba).

Djarot mengatakan pihaknya akan mengawal peninjauan kembali kedua putusan tersebut untuk memastikan tidak mengarah pada hal yang membahayakan demokrasi.

“Kita hati-hati jangan sampai kembali ke era sistem pemerintahan otoriter yang terlalu banyak memberikan kekuasaan pada satu lembaga,” kata Djarot di Kantor DPP PDI Perjuangan, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2024) Kompas .com melaporkan

Djarot menilai berbahaya jika suatu lembaga mempunyai kekuasaan yang berlebihan dan tidak terkendali.

“Jadi semakin dekat kita, maka negara kita akan semakin otoriter. Ini akan menjadi tatanan yang benar-benar baru.”

“Khusus kebebasan pers, hati-hati karena dengan perubahan undang-undang, polisi bisa melarang, bisa memantau dengan penyadapan,” jelasnya.

Oleh karena itu, Djarot mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengawal revisi UU TNI dan UU Polri.

Diberitakan sebelumnya, revisi UU TNI menuai kritik dari koalisi masyarakat sipil.

Mereka khawatir peninjauan kembali akan mengembalikan peran ganda Tentara Nasional Indonesia (ABRI).

Direktur Lembaga Kajian dan Advokasi Sosial (ELSAM) Vahyudi Jafar mengatakan, sejumlah pasal dalam RUU tersebut, khususnya batasan usia pensiun TNI, serta sejumlah pasal terkait penempatan TNI di posisi sipil, menjadi fokus.

Menurut dia, ketentuan yang menjadi fokus undang-undang ini akan membuat dwifungsi TNI bisa kembali normal seperti pada masa Orde Baru.

“Di TNI, ini soal penambahan jabatan sipil yang bisa diisi TNI, satu lagi terkait perpanjangan usia pensiun,” kata Wahyudi kepada media usai pertemuan dengan elite PDIP di kantor DPP PDIP. , Cikini, Kamis (7/11/2024).

(mg/Putri Amalia Dvi Pitasari)

Penulis magang di Universitas Sebelas Maret (UNS).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *