Laporan Tribunnews.com oleh jurnalis Denis Destriyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Direktur Gerakan Dana BP Tapela Sugyarto mengatakan pengelolaan Dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dikelola dengan aman.
Pernyataan itu disampaikan Pak Sugijarto menanggapi kekhawatiran masyarakat bahwa nasib serupa dengan skandal korupsi Asaburi bisa saja terjadi. Berdasarkan permintaan tersebut, kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 22,788 triliun
“Pengelolaan Dana Tapela aman dan terjamin karena dikendalikan oleh manajer investasi dan bank kustodian,” kata Sugjjarto dalam diskusi, Selasa (6 November 2024).
Menurut dia, dalam Pasal 23 Ayat 2 dan 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, perusahaan pengelola investasi yang ditunjuk BP Tapera akan berinvestasi pada produk investasi yang aman dan menguntungkan serta melindungi haknya memiliki. dan kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum.
“Komisi Tapela, Otoritas Jasa Keuangan, dan Otoritas Audit Keuangan mempunyai pengawasan langsung terhadap pengelolaan Dana Tapela. Selain itu, BP Tapela mendapat pengawasan antikorupsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan pengawasan pelayanan publik dari Ombudsman RI juga memiliki pengawasan yang berkualitas,’” kata Sugjjarto.
Sementara itu, kata dia, kinerja keuntungan peserta dapat dilihat melalui nilai aset bersih atau kinerja unit peserta yang dapat diakses secara real-time melalui aplikasi Tapera Mobile.
Sebelumnya, ada kekhawatiran program iuran wajib Tapela yang diselenggarakan pemerintah akan menjadi arena baru praktik korupsi. Koordinator ICW Agus Sunarianto mengatakan, tidak ada jaminan warga bisa membeli rumah dengan iuran yang dibayarkan melalui pemotongan gaji bulanan.
“Masyarakat sendiri menilai kalau gaji kita potong 3 persen, tidak akan menghasilkan apa-apa selama 10 atau 20 tahun,” kata Agus, Minggu (2/6/) di Menteng, Jakarta Pusat, kepada wartawan di kantor YLBHI . 2024).
Pasalnya, besaran potongan gaji iuran Tapela selama ini tidak selalu cukup untuk membeli rumah. Apalagi harga terus berubah bahkan bisa naik karena inflasi.
“Masyarakat sekarang sudah lebih pintar dan ada yang menghitung bahwa mereka belum tentu bisa membeli rumah dalam 100 tahun karena inflasi,” kata Agus.
“Maka kita belum tentu harus mencapai usia tersebut, dan anak-anak kita yang mewarisi usia tersebut akan lebih sulit mengatur prosesnya setelahnya,” lanjutnya.
Selain itu, sumbangan yang dipotong dari gaji bulanan masing-masing karyawan juga dapat disalahgunakan dalam proses kepengurusan, lanjut Agus. Sebab, uang yang dibayarkan warga disimpan dalam jangka waktu lama sehingga sulit dipantau secara berkala.