TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan menggelar pemungutan suara penarikan kembali (PSU) DPD RI. Pemilu Legislatif Daerah Pemilihan Sumatera Barat (Sumbar).
Mau tidak mau, keputusan Mahkamah Konstitusi harus dihormati dan dilaksanakan.
“KPU hanya akan melaksanakan putusan MK. Apa masalahnya?” kata Jimly menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan PSU Irman Gusman pada pemilu legislatif DPD RI daerah pemilihan Sumbar, Jumat (14/6/2024).
Jimly mengatakan, putusan MK tidak perlu lagi dibahas. Ia menjelaskan, hakim Mahkamah Konstitusi bukanlah orang bodoh yang tidak memahami permasalahan.
“Mereka sudah membaca semuanya, bukan berarti mereka tidak tahu. “Ikuti saja semuanya (keputusan Mahkamah Konstitusi),” jelas Jimly yang kini menjadi anggota DPD RI.
Sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum, kata Jimly, keputusan akhir Mahkamah Konstitusi harus dipatuhi.
“Tidak perlu membahas apa yang orang-orang pura-pura mengetahuinya. “(Putusan Mahkamah Konstitusi) ada pertimbangannya, baca saja,” kata Jimly.
Jimly mengingatkan, tanah ini bukan milik orang atau kelompok tertentu.
“Yang sok pintar itu juga hanya satu dari jutaan pemilik bangsa ini. Negara sudah menciptakan sistem hukum melalui mahkamah konstitusi. Jadi jalani saja,” kata tokoh ICMI itu.
Menurut Jimly, persoalan anggaran PSU tidak perlu dibicarakan. Sebab terhadap putusan akhir Mahkamah Konstitusi, harganya jauh lebih mahal dari sekedar uang.
“Ini kehormatan yang setinggi-tingginya, menghormati keputusan (pengadilan). Kita ini negara, jadi keadilan harus ditegakkan,” jelasnya.
Mantan Ketua MK lainnya, Hamdan Zoelva, mengatakan putusan MK dalam kasus Irman Gusman merupakan keputusan penting.
Dia menjelaskan, Irman mengajukan gugatan bukan sebagai calon anggota DPD pemilu legislatif daerah pemilihan Sumbar, melainkan sebagai calon potensial.
“Saya kira baru pertama kali di Indonesia seorang bakal calon diberikan kedudukan hukum dalam suatu sengketa pemilu. Pilkada itu biasa, tapi baru kali ini muncul sengketa pemilu,” kata Hamdan.
Adapun keputusan tersebut, lanjut Hamdan, juga baru pertama kali terjadi di Indonesia.
“Satu daerah pemilihan, satu provinsi harus dilakukan pemungutan suara ulang. Jadi menurut saya itu (putusan Mahkamah Konstitusi) adalah keputusan yang luar biasa. Saya sangat mengapresiasi Mahkamah Konstitusi yang telah mengambil keputusan tersebut, ujarnya.
Mahkamah Konstitusi punya alasan yang cukup untuk mengabulkan permohonan Irman Gusman.
Dia menjelaskan, sebelum pemungutan suara, ada keputusan PTUN yang membatalkan surat keputusan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD RI daerah pemilihan Sumbar.
PTUN pun meminta pengurus KPU melaksanakan keputusannya. Sayangnya, KPU masih belum mau melaksanakan putusan PTUN tersebut.
“Saat dilaporkan ke DKPP, komisioner KPU dikenakan sanksi etik dan teguran keras. Padahal, saat putusan keluar, masih ada peluang bagi KPU untuk melaksanakan putusan PTUN dengan mengikutsertakan Irman Gusman dalam daftar tersebut. DCT “Ini pelanggaran (KPU) yang sangat nyata,” kata Hamdan.
Ketua Tim Advokasi Irman Gusman Ahmad Waluya mengaku mengapresiasi Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan kliennya. Ia mengaku optimistis permohonan kliennya akan dikabulkan karena status hukumnya diambil alih oleh Mahkamah Konstitusi.
“Sebenarnya Pak Irman bukan pemilih, tapi berbagai upaya telah dilakukannya agar KPU melaksanakan putusan pengadilan tersebut,” ujarnya.