Laporan Jurnalis Tribunnews.com Abdi Rianda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami kasus dugaan korupsi pada sistem tata niaga timah PT Timah 2015-2022.
Baru-baru ini, penyidik Kejagung memeriksa mantan Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Johan soal kasus tersebut.
Ada juga penyidikan terhadap mantan Gubernur Bangka Belitung dalam kasus Tima, kata Ketua Penkum Jaksa Agung Ketut Sumedana saat dihubungi, Senin (27/05/2024).
Selain itu, Ketut mengatakan ada tiga orang lagi yang hadir sebagai saksi dalam kasus ini.
Ketiganya adalah: HT selaku Direktur CV Maria Kit selaku Rekanan IUJP PT Timah Tbk, PSP selaku Wakil Direktur CV Mineral Jay Utam (Mitra IUJP PT Timah Tbk) dan HS selaku Direktur CV Jay Mandiri sebagai Rekanan di IUJP PT Timah Tbk.
Empat orang saksi diperiksa terkait penyidikan dugaan praktik korupsi pengelolaan sistem tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 atas nama tersangka TN alias A.N. dan teman-temannya,” katanya.
Selain itu, Ketut mengatakan pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan untuk memperkuat alat bukti dan menyiapkan dokumen dalam perkara tersebut.
Meski begitu, Ketut belum membeberkan detail penyidikan yang dilakukan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Dalam kasus korupsi perdagangan timah ini, Kejaksaan Agung menetapkan 21 tersangka, termasuk obstruksi keadilan (OOJ) atau penghalangan penyidikan.
Di antara tersangka terdapat pejabat pemerintah yakni: Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024, Amir Syahbana; Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015 sampai Maret 2019 Suranta Vibova; Plt Kepala ESDM Divisi Bangka Belitung, Maret 2019, Rusbani (BN); Wakil Presiden Direktur PT Timah, M. Riza Pahlavi Tabrani (MRPT); CFO PT Timah 2017 hingga 2018 Emil Emindra (EML); Direktur Eksekutif 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Bisnis 2019-2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW).
Kemudian pihak swasta lainnya yaitu: pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Eksekutif CV VIP, Ahmad Albani (AA); CV VIP Komisaris Kwan Jung alias Buyung (BY); CEO CV VIP, Hassan Tihi (HT) alias ASN; CEO PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Presiden-CEO PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI); Suwito Gunawan (SG) alias Awi sebagai pengusaha pertambangan di Pangkalpinang; Gunawan alias MBG sebagai pengusaha pertambangan di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); direktur pengembangan bisnis PT RBT Reza Andriansyah (Inggris); Manajer Perdagangan PT Quantum Skyline Helena Lim; Perwakilan PT RBT, Harvey Moeis; Pemilik PT TIN, Hendry Lee; dan Pemasaran PT TIN, Fandy Lingga.
Sementara dalam kasus Obstruksi Keadilan (OOJ), Kejaksaan Agung menetapkan Tony Tamsil alias Akhi, adik Tamron, sebagai tersangka.
Kerugian pemerintah dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 triliun.
Padahal, biaya Rp 271 triliun itu akan terus bertambah, menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Jampidsus. Sebab nilai tersebut hanya hasil perhitungan kerugian ekonomi saja, tanpa ditambah kerugian finansial.
“Ini karena perhitungan kerugian ekonomi. Belum lagi hilangnya keuangan negara. Ternyata sebagian besar lahan yang digali dan tidak ditimbun merupakan kawasan hutan,” kata Direktur Kejaksaan Agung Jampidsa Kuntadi dalam jumpa pers, Senin (19/02/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara itu, para tersangka pokok perkara dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Undang-undang Republik Indonesia No. . Pasal 55 Bagian (1) ke-1 KUHP.
Tersangka OOJ kemudian dijerat Pasal 21 UU Tipikor.
Selain korupsi, Harvey Moise dan Helena Lim secara khusus didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).