TRIBUNNEWS.COM – Kelakuan anak-anak mengejar Telolette di bus wisata dan bus antar provinsi antar kota (AKAP) kini semakin parah.
Di media sosial, beredar video puluhan anak-anak yang membunyikan klakson bus saat melintasi jalan tol dan berdiri di median beton yang memisahkan jalur tol dengan arah berlawanan.
Yang lainnya berdiri di pinggir jalan raya. Mereka meminta sopir bus memainkan serulingnya.
Setiap kali bus lewat, mereka melambaikan tangan sambil mengangkat ponsel. Yang lain sudah terekam
Dalam video tersebut, ada beberapa bus yang lewat sesuai permintaan tersebut. Misalnya saja saat lewat bus wisata PO Tunggal Jaya
Begitu anak-anak itu berangkat, sopir bus menyalakan lampu belakang Basuri. Bus berjalan cepat
Pengerjaannya dilakukan pada ruas tol yang memiliki jembatan penyeberangan orang (JPO). Video ini dibagikan oleh akun Instagram @indo_basmet.d
Aksi meminta seruling ini dilakukan pada sore hingga malam hari. Namun, belum diketahui di jalan tol mana aksi berbahaya tersebut dilakukan.
Dalam klip video lain yang beredar di media sosial, seorang sopir bus mendekati anak-anak dan memperingatkan mereka bahwa pekerjaan mereka berbahaya dan meminta mereka untuk bubar.
Menanggapi kejadian tersebut, Anggota Persatuan Transportasi Indonesia (MTI) M. Fikri mengatakan perburuan lebah banyak dijumpai di kawasan penegakan jalan tol.
Kejadian terbaru yang menggemparkan, seorang anak terjatuh dari jembatan Tol JORR Jatisih Bekasi. Kata warga, anak-anak di jembatan itu selalu menunggu klakson Basuri berbunyi. Tribun, Rabu 5 Juni 2024
Ia menilai, insiden bus tawon mempunyai dampak yang luas. “Di satu sisi bisa menjadi hiburan, tapi di sisi lain menarik perhatian karena masalah keamanan,” ujarnya.
Ia mengingatkan, akhir-akhir ini banyak terjadi kejadian yang melibatkan anak-anak pemburu cula. “Ada yang terseret bus, ada pula yang hilang dan meninggal dunia,” kata Fikri.
Ia menambahkan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah melarang penggunaan klakson jenis ini pada kendaraan karena dapat berdampak buruk terhadap kinerja keselamatan bus dan truk karena dapat menimbulkan angin kencang dan mengganggu sistem pengereman.
Bunyi seruling yang dianggap sebagai hiburan pun membuat keramaian menunggu bus melintas. Tak hanya di parkiran bus wisata atau terminal umum, tapi juga tersebar di sepanjang jalan arteri dan tol.
“Dulu banyak anak-anak yang menunggu bus di tol dalam kota, berburu bus yang membunyikan klakson/Jalan Gatot Subroto di sepanjang halte Transjakarta. Sebagian badannya setengah berada di jalan tol saat melintasi jembatan dan halte Transjakarta,” ujarnya.
Situasi seperti ini tidak bisa dibiarkan karena sangat berbahaya. Perlu kedewasaan semua pihak untuk ikut serta dalam situasi yang berpotensi mengancam jiwa ini, ujarnya.
“Orang tua memperhatikan anak-anak, pemilik bus memperhatikan awak busnya, mungkin mereka harus mempertimbangkan untung ruginya penggunaan klakson di armada busnya.
Pengelola jalan tol dan seluruh instansi transportasi serta polisi yang memantau arus lalu lintas juga harus waspada terhadap kondisi dan situasi yang mengancam jiwa, seperti adanya rombongan anak-anak yang memasuki kawasan jalan tol.
Selain itu, penegakan hukum terkait kendaraan oleh polisi dan instansi transportasi juga akan mempengaruhi keselamatan jiwa.