MAKI Kecam Dalih Nurul Ghufron Mangkir Sidang Etik karena Gugat Dewas KPK, Singgung Kasus Sambo

TRIBUNNEWS.COM – Koordinator Persatuan Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengkritik alasan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron yang diduga tidak hadir dalam rapat etik. pelanggaran moral. digelar Dewan Pimpinan (Dewas) KPK hari ini Kamis (2/5/2024).

Alasan Ghufron tak hadir karena harus menghadiri sidang perkara KPK di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan menyebabkan sidang etik yang menjeratnya ditunda.

Boyamin meminta Ghufron memahami aturan Dewas KPK, seperti menghadiri sidang moral.

Ia mengatakan jika Ghufron hadir maka ia bisa menjadi contoh bagi masyarakat sebagai pejabat pemerintah.

“Sebenarnya saya imbau Pak Nurul Ghufron juga menaati hukum Dewas dengan datang ke (sidang etik). Meski berargumentasi (menghadiri sidang PTUN) tapi itu saja, PTUN yang akan diadili, sia-sia saja, ujarnya kepada Tribunnews.com, Kamis (2/5/2024).

“Kalau ini memberi kesan mencolok, membangkang, maka akhirnya ditiru oleh warga,” lanjut Boyamin.

Ia pun mengharapkan Ghufron bisa hadir dalam sidang etik yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa (14/5/2024).

Jika tak hadir lagi, Boyamin meminta Dewas KPK tetap melanjutkan kasus etik meski tanpa kehadiran Ghufron.

Artinya Pak Nurul Ghufron (jika tidak hadir lagi dalam sidang etik), melepaskan hak pembelaannya.

“Inilah yang rugi dari Pak Nurul Ghufron sendiri karena tidak datang. Minta Dewan KPK menindak tegas dan menjadikan Pak Nurul Ghufron sebagai contoh yang baik,” ujarnya.

Boyamin lantas menegaskan, kesalahan Ghufron tidak hadir dalam sidang etik dengan dalih menghadiri sidang perkara di PTUN Jakarta.

Ia lantas mencontohkan proses peradilan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, dimana salah satu terdakwanya adalah mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

Boyamin menjelaskan, meski proses peradilan pidana belum dimulai, namun perkara kode etik terhadap Ferdy Sambo sudah berlangsung dan berujung pada hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Artinya, alasan Pak Nurul Ghufron bahwa kasus PTUN jelas-jelas dibuat-buat karena banyak kasus moral yang tidak perlu menunggu proses persidangan lain baik pidana, perdata, atau PTUN, katanya. Alasan Nurul Ghufron tidak menghadiri Sidang Etik KPK menyebabkan sidang ditunda.

Sebelumnya, Ghufron berdalih tak bisa menghadiri rapat etik Dewas KPK yang digelar hari ini karena harus menghadiri sidang sidang Dewas KPK di PTUN di Jakarta.

Kasusnya dibuka lalu ditutup karena NG (Nurul Ghufron) tidak ada karena menggugat Dewas melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, kata anggota KPK Dewas Syamsuddin Haris kepada wartawan, Kamis (2/5/2024). )

Haris mengatakan, Majelis Etik Dewas KPK akan kembali menggelar sidang pada Selasa (14/5/2024).

Jika Ghufron tak hadir lagi pada 14 Mei, Dewan Kehormatan Dewas KPK tetap akan membekukan kasus tersebut.

“Perkara ditunda hingga 14 Mei 2024. Apabila somasi kedua tidak muncul, maka perkara etik tetap dilanjutkan,” kata Haris.

Ghufron diketahui menggugat Dewas KPK di PTUN di Jakarta.

Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Jakarta, Ghufron mendaftarkan perkara tersebut pada Rabu, 24 April 2024.

Perkara tersebut terdaftar dengan nomor berkas 142/G/TF/2024/PTUN.JKT.

“Klasifikasi Perkara: Tindakan Administratif/Tindakan Aktual” seperti dilansir laman SIPP PTUN Jakarta.

Ghufron kini dijerat etik di Dewas KPK karena diduga melanggar etik dengan menyalahgunakan kewenangannya membantu pemindahan anak kerabatnya ke Kementerian Pertanian (Kementan).

Namun Ghufron mengaku, apa yang dilakukannya bukan intervensi, melainkan kelanjutan dari pengaduan soal pemindahan anak kerabatnya dari Jakarta ke Malang yang tidak disetujui.

Namun Dewas KPK menilai hal itu merupakan bentuk penyalahgunaan pengaruh karena dilakukan Ghufron dalam kapasitasnya sebagai Ketua KPK.

Tak tinggal diam, Ghufron membela diri dengan menggugat Dewas KPK di PTUN Jakarta dengan alasan Dewas KPK sedang mengusut dugaan pelanggaran etik yang sudah kadaluarsa.

Sebab, peristiwa pemindahan itu terjadi pada 15 Maret 2022, sedangkan baru dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023.

Ghufron kemudian merasa keberatan dengan laporan tersebut dan tindakan Dewas KPK dalam memproses laporan tersebut karena dianggap tidak benar sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 Peraturan Dewas No. 4 Tahun 2021 tentang berakhirnya laporan atau hasil.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *