Mahmoud Ahmadinejad, Sosok Populis Iran yang Bikin Israel Ketakutan Bakal Gantikan Ebrahim Raisi

Mahmoud Ahmadinejad, seorang politisi Iran yang takut terhadap Israel, akan menggantikan Ebrahim Raisi.

TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Israel membantah terlibat dalam kematian Presiden Iran, Ebrahim Raisi, pasca kecelakaan pesawat yang ditumpanginya dan kawan-kawan pada Minggu malam (19/5/2024).

Kantor berita Reuters, mengutip seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya, mengatakan: “Israel tidak ada hubungannya dengan kematian presiden Iran.”

“Itu bukan milik kami,” kata pejabat Israel, dikutip Senin (20/5/2024).

Yerusalem, Yedioth Ahronoth, mengatakan para pejabat Israel menahan diri untuk berbicara tentang berita bahwa helikopter Presiden Iran ditembak jatuh.

Namun, mereka mengatakan bahwa para penyerang tidak memiliki koneksi atau keterlibatan dalam kasus tersebut, kata laporan itu.

Surat kabar tersebut menunjukkan bahwa para pejabat senior Israel meramalkan bahwa kematian Presiden tidak akan berdampak apa pun pada invasi tersebut.

Hebrew Channel 13 juga melaporkan pada Minggu malam, mengutip para pejabat, bahwa Tel Aviv tidak ada hubungannya dengan jatuhnya helikopter milik Presiden Iran Ibrahim Raisi, dan menekankan: “Israel menyangkal bahwa mereka terlibat dalam penghancuran itu.”

Menurut pejabat itu, satu-satunya masalah yang mungkin terjadi adalah siapa yang akan menggantikan presiden Iran.

Salah satu kemungkinannya adalah kembalinya Mahmoud Ahmadinejad, presiden keenam Iran, yang dianggap sebagai musuh berbahaya Israel.

Hubungan Iran dan Israel semakin memburuk, apalagi pasca penyerangan yang dilakukan pemerintah Zionis di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad (ZERO HEDGE) Biografi Mahmoud Ahmadinejad

Mahmoud Ahmadinejad dikenal sebagai salah satu orang paling terkenal yang pernah menjadi presiden atau kepala pemerintahan.

Ahmadinejad kerap digambarkan menjalani kehidupan yang sangat sederhana, bahkan disebut-sebut mengenakan setelan jas compang-camping.

Mahmoud Ahmadinejad lahir Mahmoud Saborjhian pada tanggal 28 Oktober 1956 di desa Aradan, dekat Garmsar, Iran.

Dia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Ahmad Saborjhian, adalah seorang pandai besi.

Ketika keluarganya pindah dari Aradan ke Teheran pada tahun 1957, Ahmad mengganti namanya menjadi Ahmadinejad.

Ahmadinejad menghabiskan masa kecil dan masa mudanya di Teheran, kemudian melanjutkan pendidikan tingginya dengan mempelajari teknik sipil di Iran University of Science and Technology (IUST) pada tahun 1976.

Ketika Ahmedinajad masih mahasiswa, ia merupakan seorang pemuda yang aktif dalam organisasi.

Ia bahkan menjadi salah satu pengunjuk rasa revolusi Iran pada tahun 1978-1979.

Ahmadinejad juga bergabung dengan kelompok milisi bentukan Ayatollah Ruhollah Khomeini, Korps Garda Revolusi Islam Iran. Ia bahkan ikut serta dalam perang Iran-Irak (1980-1988).

Setelah menyelesaikan dinas militernya pada tahun 1986, Ahmadinejad melanjutkan studinya di UIST dengan gelar di bidang teknik dan perencanaan transportasi.

Pada tahun 1989, ia bergabung dengan UIST dan menjadi salah satu dosen. Akses terhadap Politik

Ahmadinejad mulai bekerja di pemerintahan setelah diangkat menjadi gubernur kota Maku dan Khoy, di wilayah Azerbaijan Barat.

Pada tahun 1993, ia diangkat sebagai konsultan di Kementerian Warisan dan Pendidikan Tinggi.

Ahmadinejad diangkat sebagai gubernur provinsi baru Ardabil.

Ia bekerja hingga tahun 1997 dan kemudian kembali mengajar di IOST.

Ahmadinejad membantu mendirikan Partai Progresif Islam Iran, yang mempromosikan agenda populis dan berupaya menyatukan kelompok konservatif.

Partai tersebut memenangkan pemilihan dewan lokal Teheran pada Februari 2003.

Kemudian pada bulan Mei, dewan kota menunjuk Ahmadinejad sebagai walikota.

Selama masa jabatannya sebagai Wali Kota Teheran, Ahmadinejad dipuji karena berhasil mengatasi masalah jalan dan menurunkan harga.

Berkat kepribadian dan kemampuan politiknya, Ahmadinejad dengan cepat mendapat banyak dukungan.

Beberapa kebijakan yang diambilnya saat menjadi walikota antara lain menutup restoran cepat saji barat dan melarang poster yang merujuk pada barat.

Ia juga mengusulkan untuk memisahkan lift untuk pria dan wanita, serta mengembalikan pusat kebudayaan sebagai tempat salat di bulan Ramadhan.

Dia juga memerintahkan para pekerja di pemerintahan setempat untuk mencukur janggut mereka dan mengenakan kemeja lengan panjang. Dia menjadi presiden Iran

Pada tahun 2005, Ahmadinejad mencalonkan diri sebagai presiden dengan dukungan penuh dari para pemimpin konservatif.

Dia mengadopsi pendekatan kemanusiaan dan berjanji untuk mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan sosial di Iran, serta memberantas korupsi.

Ahmadi Najad juga menjadi satu-satunya calon presiden yang terang-terangan menentang perbaikan hubungan Iran dan Amerika Serikat. Ahmadinejad memposisikan dirinya sebagai calon presiden yang mudah dan populer.

Sementara itu, mantan presiden Iran periode 1989 hingga 1997, Hashemi Rafsanjani, disebut sebagai politisi korup.

Ahmadinejad akhirnya memenangkan pemilu dengan hasil bagus dan meraih 17 juta suara dari 27 juta suara.

Ia dilantik sebagai presiden pada 3 Agustus 2005 oleh Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

Sebagai presiden, Ahmadinejad terus menunjukkan dirinya sebagai presiden rakyat.

Dia ingin tinggal di rumahnya daripada di kursi kepresidenan, sampai akhirnya dia siap pindah setelah dibujuk oleh penasihat keamanan.

Ketika dia mengambil alih kursi kepresidenan, dia memerintahkan agar semua furnitur dan karpet mahal disingkirkan dan diganti dengan yang lebih murah.

Ahmadi Najad juga menolak menggunakan kursi VIP di pesawat kepresidenan dan lebih memilih pesawat kargo. Dia juga berbicara bahasa sehari-hari dalam pidato dan presentasi resminya.

Meskipun mereka mendapat dukungan dari banyak pihak, terutama orang-orang yang menganggap Presiden Ahmadi Najad termasuk salah satunya, langkah-langkah revolusioner ini dikritik oleh orang dalam politik Iran.

Di mata dunia, Presiden Ahmadinejad dikenal karena pendiriannya yang tegas terhadap hak Iran untuk mengembangkan program nuklirnya, yang menyebabkan semakin meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat.

Dalam pidatonya di PBB tahun 2005, Ahmadinejad menyatakan bahwa niat Iran adalah mengembangkan teknologi nuklir yang diklaimnya untuk tujuan damai.

Pada bulan April 2007, Ahmadinejad mengumumkan bahwa Iran telah memulai produksi industri bahan bakar nuklir, yang menyebabkan penerapan sanksi internasional.

Pada bulan Maret 2008, Ahmadinejad menjadi presiden Iran pertama yang mengunjungi Irak sejak revolusi Iran.

Hubungan antara Teheran, di mana Ahmadinejad menjadi presidennya, dan Washington menunjukkan perbaikan setelah Barack Obama terpilih menjadi presiden Amerika Serikat.

Ahmadinejad bahkan mengucapkan selamat kepada Obama.

Di bidang ekonomi, Iran mengalami peningkatan inflasi hingga 10 persen pada masa pemerintahan pertama Ahmadinejad, sebagai akibat dari kebijakan ekonominya.

Belum lagi adanya pembatasan internasional yang menyulitkan menarik investor asing.

Situasi ekonomi ini menjadi titik kritis menjelang pemilihan presiden Iran tahun 2009.

Meskipun tidak ada presiden Iran dalam sejarah yang gagal memenangkan masa jabatan kedua, banyak pengamat percaya bahwa kebijakan ekonomi dan gaya kepemimpinan Ahmadinejad telah membuat posisinya rentan.

Kebanyakan pengamat percaya bahwa Ahmadinejad akan mengalahkan salah satu lawannya saat itu, Mir Hossein Mousavi, yang merupakan orang paling berkuasa dan didukung oleh kelompok moderat di Iran.

Namun, pada akhir masa pemungutan suara pada 12 Juni, Ahmadinejad langsung memenangkan putaran pertama dengan lebih dari 60 persen suara. 

Hasil pemilu tersebut memicu protes, terutama dari para pendukung Mousavi yang menyatakan pemilu tersebut telah dicurangi.

Demonstrasi oleh orang-orang di jalanan.

Pemimpin tertinggi Iran yang telah mendukung hasil pemilu juga menyerukan penyelidikan resmi terhadap cara pemilu tersebut berlangsung.

Namun, pada 3 Agustus 2009, Ayatollah Ali Khamenei secara resmi mencalonkan Ahmadinejad sebagai presiden.

Upacara pengambilan sumpah tidak dihadiri oleh beberapa pemimpin politik oposisi, seperti mantan presiden Mohammad Khatami dan Akbar Hashemi, atau Mir Hossein Mousavi. Berakhirnya Masa Jabatan

Pada tahun 2011, terjadi bentrokan antara Ahmadinejad dan Pemimpin Tertinggi Khamenei yang konon bermula dari pemecatan menteri intelijen yang merupakan sekutu Khamenei.

Perselisihan tersebut menjadi perebutan dukungan publik antara Ahmadinejad dan Khamenei.

Pada bulan Maret 2012, ia dipanggil oleh parlemen Iran untuk mempertanyakan kebijakannya dan tidak setuju dengan pemimpin tertinggi.

Pemakzulan terhadap presiden yang sedang menjabat oleh parlemen Iran adalah yang pertama kali terjadi, sehingga memicu tuduhan penurunan dukungan politik terhadap Ahmadinejad.

Penurunan dukungan terhadap Ahmadinejad juga terjadi pada pemilihan parlemen hingga masa jabatannya berakhir pada Agustus 2013 dan digantikan oleh Hassan Rouhani.

Setelah berhenti menjabat sebagai presiden, Ahmadinejad kembali ke kediaman pribadinya di Narmak. Pada tahun 2017, Ahmadinejad dikabarkan akan mencalonkan diri lagi dalam pemilihan presiden di Iran, namun ia kemudian mengundurkan diri.

Dia dilaporkan ditangkap oleh otoritas Iran pada Januari 2018 karena dianggap menghasut demonstrasi dan protes akibat ucapannya. Dia dilaporkan ditempatkan di bawah tahanan rumah dengan persetujuan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

(oln/pt/kmps/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *