Mahfud MD Ungkap Alasannya Dulu Tolak RUU MK yang Kini Disepakati Pemerintah dan DPR

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud M.D. disetujui oleh pemerintahan DPR.

Saat masih menjabat, Mahfoud MD mengatakan, dirinya menolak mengesahkan RUU MK karena terkait dengan ketentuan peralihan Pasal 87.

Menurutnya, hal ini karena aturan tersebut tidak bersifat umum.

“Umumnya jika aturan baru diperkenalkan, maka aturan yang sudah ada dianggap berlaku sampai masa berlakunya berakhir. lebih dari 5 tahun dan belum 10 tahun harus meminta konfirmasi kepada lembaga yang mengajukan,” kata Mahfoud MD saat dikonfirmasi, Selasa (14/5/2024) malam.

“Nah, saya waktu itu kurang setuju karena bisa menghambat independensi hakim MK, kemudian mendekati pemilu presiden, sehingga hakim MK bisa dibayangi ancaman pengukuhan terhadap lembaga yang diusulkan. Makanya saya kemudian minta jangan dilanjutkan,” sambungnya.

Soal perubahan sikap pemerintah yang kini sepakat membawa RUU Mahkamah Konstitusi ke sidang pengambilan keputusan Tingkat II di Paripurna DPR RI, Mahfoud tak mempermasalahkannya.

Menurutnya, hal itu adalah hukum negara.

Di sisi lain, ancaman terhadap independensi hakim dalam memutus hasil Pilpres yang dikhawatirkannya juga sudah berlalu.

Namun menurutnya aturan tersebut bisa dimaknai positif atau negatif jika nantinya disahkan oleh pemerintah dan DPR dan diterapkan menjadi undang-undang.

“Misalnya kalau mau ambil positif, bisa saja undang-undang itu disahkan, lalu harus dimintai konfirmasi kepada tiga hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi dan Eni ke Presiden, lalu Suhartoyo ke Mahkamah Agung. . dan kemudian ketiganya menyatakan bahwa mereka akan terus mengabdi.

“Tapi bisa juga segera diganti.” Dan itu mungkin. Melanjutkan. Itu terjadi sekarang. “Bagi saya, khususnya pemilu presiden, sudah selesai,” lanjutnya.

Ia meyakini ketiga hakim Mahkamah Konstitusi tersebut tidak akan menjadi ancaman bagi pemerintah jika aturan tersebut berlaku, dan mereka masih dinyatakan bisa duduk hingga habis masa berlaku keputusannya masing-masing.

Hal ini, kata dia, karena Pilpres 2024 sudah usai.

“(Mereka) tidak lagi bertanggung jawab menangani pilpres. Jadi tidak apa-apa dilanjutkan. Mereka hanya harus menangani kasus-kasus biasa, dan biasanya merupakan kebijakan etis bagi pemerintah untuk menunjukkan bahwa kita tidak akan memecat mereka. , meskipun aturannya. Mari kita lanjutkan, itu etis, tapi saya tidak tahu perkembangan selanjutnya.

Sebelumnya, pada akhir tahun 2023, Mahfoud yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menyebut rancangan revisi undang-undang Mahkamah Konstitusi (MK) belum disetujui pemerintah. .

Mahfoud mengatakan, belum ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR yang diputuskan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat pertama.

Ia pun mengaku sudah berkomunikasi dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Mencumham) Jasona Laoli soal hal tersebut.

“Sampai saat ini saya sampaikan belum ada keputusan untuk membahas di tingkat pertama, jadi masih belum bisa, belum tanda tangan,” kata Mahfoud dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik. Bagian Hukum dan Keamanan, Jakarta Pusat Senin (4/12/2023).

“Saya merasa belum menandatanganinya, Pak Jasona (red., Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) merasa belum menandatanganinya.” Jadi ya saya serahkan ke DPR,” lanjutnya.

Mahfoud mengatakan, hal itu dilakukan karena pemerintah masih menentang aturan peralihan yang dibuat DPR. 

Menurut dia, sehubungan dengan penyusunan aturan terkait jabatan, perlu mempertimbangkan pedoman universal terkait hukum transaksi. 

Sebab, Mahfoud yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi menilai usulan DPR untuk merevisi UU Mahkamah Konstitusi bisa merugikan hakim yang menjabat saat ini.

Mahfoud pun mengomentari putusan MK nomor 81/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada 29 November 2023.

Menurut dia, putusan tersebut terkait dengan evaluasi substantif UU Mahkamah Konstitusi terkait batasan usia minimal hakim Mahkamah Konstitusi.

Mahfoud menjelaskan, salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan tersebut pada intinya mengatakan, jika terjadi perubahan undang-undang, tidak boleh merugikan entitas yang terkena hakikat perubahan undang-undang tersebut.

“Kalau diterapkan pada suatu jabatan, harus menguntungkan atau setidaknya tidak merugikan subjek itu. Kalau kita ikuti apa yang disarankan DPR, berarti akan merugikan entitas yang saat ini menjadi hakim. Jadi kami tidak setuju,” kata Mahfoud.

Ia juga mengatakan telah melaporkan aturan peralihan revisi UU Mahkamah Konstitusi kepada Presiden Joko Widodo (Yokowi) di istana di sela-sela KTT ASEAN pada 4 September 2023. 

“Saya lapor ke Presiden, ‘Pak, soal perubahan undang-undang di Mahkamah Konstitusi, yang lain-lain sudah selesai, tapi aturan peralihan zaman kita ini masih belum jelas, dan akan kita lanjutkan agar tidak merugikan undang-undang yang sudah ada. hakim.’ Tempat baru sudah tiba. Pemerintah dan DPR sepakat untuk membawanya ke rapat paripurna

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan TNI (Purn) Hadi Tjahyantho mengatakan, pemerintah menerima hasil pembahasan RUU Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) di Rapat Kerja. tingkat Panitia (Panya).

Atas nama pemerintah, dia menyatakan bersedia meneruskan hasil pembahasan rancangan undang-undang tersebut ke rapat paripurna DPR RI.

Hal itu ia sampaikan saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR untuk membahas pengambilan keputusan TC. I RUU tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi di Gedung DPR RI, Jakarta pada Senin (13/5/2024). 

“Pemerintah telah sepakat untuk melanjutkan pembahasan dan pengambilan keputusan Tingkat II mengenai rancangan undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi pada rapat paripurna DPR-RI,” kata Hadi dalam keterangan resmi Kementerian Humas Kementerian Politik RI. Masalah hukum dan keamanan pada hari Senin. (13.5.2024).  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahyanto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (25/03/2024). (Tangkapan layar oleh Kompas TV)

Ia menyatakan berbagai poin penting perubahan UU Mahkamah Konstitusi yang dibahas bersama akan semakin memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara.

Apalagi, kata dia, hal ini akan semakin memperkuat peran dan fungsi MK sebagai pengawal konstitusi.

Pemerintah berharap kerja sama yang terjalin baik antara DPR RI dan pemerintah dapat terus menjaga tegaknya negara kesatuan yang kita semua idamkan, ujarnya. 

Rapat kerja tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Adies Kadir dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburohman.

Dilansir dari situs resmi DPR RI, Komisi III DPR RI dan pemerintah sepakat bahwa rancangan undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi harus dilanjutkan ke pembahasan Tingkat II pada rapat paripurna DPR RI. 

Sebelumnya, Addis disebut telah meminta persetujuan anggota Komisi III dan Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan saat rapat kerja di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (13/05/2024).

“Kami meminta persetujuan anggota Komisi III dan pemerintah apakah pembahasan RUU Mahkamah Konstitusi dapat dilanjutkan ke pembahasan pada sidang paripurna tingkat kedua,” kata Addis.

Addis dikabarkan dalam pertemuan tersebut bahwa pada 29 November 2023, Panitia Kerja Komisi III DPR RI dan DIM Pemerintah menyetujui rancangan undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi.

DPR dan pemerintah kemudian memutuskan, kata dia, agar pembahasan RUU Mahkamah Konstitusi dilanjutkan langsung pada pembahasan tingkat pertama dalam rangka pengambilan keputusan atau rapat kerja Komisi III.

Panitia kerja kemudian dikatakan telah melaporkan hasil diskusi.

Selain itu, fraksi melalui perwakilannya juga menyampaikan pendapat akhir dari fraksi mini dan menandatangani rancangan undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Namun pemerintah disebut belum memberikan pernyataan final dan tidak menandatangani rancangan undang-undang tersebut di Mahkamah Konstitusi.

Disebutkan pula, berdasarkan Pasal 163 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, mekanisme pengambilan keputusan pada pembahasan Tingkat I yang belum dilaksanakan adalah pernyataan mini final. Presiden dan penandatanganan rancangan undang-undang. oleh pemerintah.

Sebelumnya diberitakan, Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan pemerintah pada 15 Februari 2023.

Pemerintah saat itu mengusulkan kepada DIM rancangan undang-undang untuk mahkamah konstitusi dan memutuskan bahwa DIM harus dibahas di tingkat Panja. 

Berdasarkan tugas tersebut, panitia kerja membahas rancangan undang-undang DIM untuk Mahkamah Konstitusi dengan pemerintah, hingga pembahasan rancangan undang-undang di tingkat Timus dan Timsin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *