MA Dinilai Gagal Menafsirkan UU Pilkada Usai Putuskan Syarat Usia Minimal Pencalonan Kepala Daerah

Laporan oleh jurnalis Tribune News Mario Christian Sumampov

TribuneNews.com, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) dinilai gagal menafsirkan undang-undang pemilukada setelah menetapkan batas minimal usia calon kepala daerah.

“Mahkamah Agung gagal menafsirkan ketentuan Pasal 7 yang mengatur persyaratan calon dan bukan ketentuan pelantikan calon terpilih,” kata Khoyrunisa Noor Aghastiati, direktur eksekutif Persatuan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) . , dalam keterangannya, Jumat (31/5/2024).

Tulissem menilai MA telah mengacaukan syarat calon kepala daerah dan syarat pelantikan calon kepala daerah.

Mahkamah Agung, jelas Mahkamah Agung, perempuan yang akrab disapa Ninis itu mencoba membenarkan alasannya dengan memberi contoh penerapan persyaratan batas usia jabatan publik.

“Jika melihat persyaratan pemohon lokal yang diatur secara tegas dalam Bab III UU 10/2016, maka tidak boleh dimaknai berbeda dengan pengertian huruf Pasal 7 yang termasuk dalam persyaratan pemohon,” ujarnya. Dijelaskan.

Terlebih lagi, UU Pilkada tidak mengenal adanya persyaratan apapun mengenai pengukuhan calon terpilih setelah penetapan hasil KPU.

Sebab, hanya calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak setelah proses pemungutan suara yang diberi gelar calon terpilih dan ditetapkan oleh KPU sebagai calon terpilih.

Seperti diketahui, Mahkamah Agung menerima permohonan Partai Garuda untuk menurunkan batas usia calon kepala daerah.

Hal itu ditegaskan Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diterbitkan pada Rabu (29/5/2024).

Permohonan penolakan hak uji materiil oleh pemohon dikabulkan oleh Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda), demikian bunyi putusan yang dapat dilihat di laman resmi Mahkamah Agung.

Pasal 4 ayat (1) huruf D Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016

Dengan putusan tersebut, Mahkamah Agung memaksa KPU untuk mengubah Pasal 4(1)(D) Statuta KPU dengan tidak mewajibkan calon Gubernur (Kagab) dan Wakil Kagab harus berusia minimal 30 tahun pada tanggal pengangkatan. Usai pelantikan calon terpilih, pasangan calon.

Huruf d PKPU pada ayat 1 Pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut, dinyatakan bertentangan:

“Mencapai usia 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur dan berusia 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati dan wakil bupati atau calon walikota dan wakil walikota pada saat penetapan pasangan calon.” ” ,

Sementara itu, Mahkamah Agung a quo mengubah pasalnya sehingga berbunyi:

“….Tiga puluh (30) tahun bagi calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon Bupati, Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota, terhitung sejak dilantiknya pasangan calon terpilih.”

Selain itu, Mahkamah Agung memerintahkan KPU RI membatalkan Pasal 4 Ayat (1) Surat PKPU Nomor 9 Tentang Pencalonan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *