TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan nilai investasi Starlink di Indonesia hanya Rp 30 miliar dan hanya memiliki tiga karyawan.
Dr Trubus Rahardiansah, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, mempertanyakan nominal investasi tersebut.
Menurut dia, permodalan Starlink untuk menjalankan kegiatan usaha penyediaan jasa VSAT telekomunikasi tertutup (JARTUP VSAT) dan izin Penyelenggara Jasa Internet (ISP) dinilai tidak masuk akal.
“Apakah modal ini cukup untuk memulai bisnis JARTUP VSAT dan FAI? Padahal sektor telekomunikasi memiliki ciri CAPEX dan biaya yang tinggi. Apakah masuk akal jika hanya membutuhkan 3 karyawan? “Menurut saya, itu sama sekali tidak mungkin,” kata Trubus, Jumat (14/6/2024).
Sejauh ini, Presiden Jokowi dan Menteri Luhut berharap Elon Musk bisa berinvestasi signifikan melalui Starlink dan Tesla. Tujuannya untuk menyerap banyak tenaga kerja.
Minimnya investasi Starlink membuat Trubus mempertanyakan efektivitas kunjungan Presiden Jokowi dan Menteri Luhut ke Amerika Serikat untuk melanjutkan investasi Elon Musk membangun pabrik Tesla di Indonesia.
Mereka bertemu Elon Musk di Amerika Serikat. Apalagi investasi Tesla di Indonesia tidak pernah terwujud.
“Masa investasi Starlink hilang bagi pengusaha ISP. Jumlah karyawan Starlink di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan ISP kecil di Indonesia. Oleh karena itu, kehadiran Starlink di Indonesia tidak memberikan keuntungan apa pun. Kalau hanya untuk menyediakan akses Internet di wilayah 3T, Kominfo juga punya SATRIA, kata Trubus.
Salah satu pelaku industri telekomunikasi mengatakan, saat mengajukan izin ISP, Kominfo melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap dokumen dan seluruh perangkat telekomunikasi. Termasuk kehadiran kantor, ketersediaan perangkat fisik, layanan purna jual, dan layanan pelanggan.
Sebab sesuai persyaratan yang masih berlaku, Kominfo mewajibkan seluruh pelaku ekonomi KHARTUB VSAT atau FAI memiliki fisik kantor dan peralatan fisik NOC. Selain itu, untuk mendapatkan izin VSAT JARTUB, Starlink harus berkoordinasi dengan operator satelit yang sudah beroperasi. Apakah koordinasi ini sudah dilakukan?
Untuk melaksanakan penyelenggaraan telekomunikasi JARTUP VSAT dan izin ISP yang dilakukan oleh Starlink, dibutuhkan modal lebih dari Rp 30 miliar. Selain itu, untuk melayani seluruh wilayah Indonesia, Starlink membutuhkan minimal 9 stasiun bumi yang digunakan sebagai hub. Investasi minimal untuk membangun stasiun bumi seperti yang dilakukan BAKTI Kominfo di proyek SATRIA adalah 5 juta dolar.
Untuk mengoperasikan dan memberikan layanan di seluruh wilayah Indonesia, Starlink membutuhkan setidaknya lebih dari 3 NOC. Sebuah NOC membutuhkan minimal 15 pekerja per hari (3 shift). Nilai investasi untuk 1 NOC tidak kurang dari 1 juta dollar AS. Investasi Rp30 miliar yang diumumkan Menteri Bahlil dinilai mungkin jika kantor NOC dan Starlink menggunakan layanan virtual. Semua kontrol dilakukan dari kantor pusatnya.
Bahkan, Kominfo mewajibkan seluruh penyelenggara telekomunikasi, VSAT, dan ISP, memiliki NOC fisik di Indonesia. Tujuannya untuk memudahkan aparat penegak hukum (APH) jika ingin melakukan intersepsi yang sah. Selain itu, terdapat NOC fisik di Indonesia untuk menjamin keamanan data pribadi masyarakat.
Trubus menilai, minimnya modal dan mudahnya memperoleh izin tanpa mengkaji kewajaran nilai investasi di perusahaan telekomunikasi tersebut menunjukkan Kominfo mengabaikan prosedur (mismanagement) dan berperilaku koruptif menjelang akhir pemerintahan Presiden Jokowi. memerintah.
“Sangat kuat tudingan salah urus dalam penerbitan izin penyelenggaraan telekomunikasi Starlink. Tampaknya Kominfo mendapat tekanan politik yang luar biasa dalam menerbitkan izin Starlink ini. Seharusnya Ombudsman dan APH bisa melakukan investigasi secara komprehensif terhadap pemberian izin tersebut. Izin Kominfo menurut saya tidak wajar dan terkesan instan. “Administrasi yang buruk mengarah pada perilaku korupsi,” kata Trubus.
Trubus melanjutkan, untuk mendapatkan izin, seluruh pelaku sektor telekomunikasi harus memenuhi persyaratan administrasi dan kecukupan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan. Jika dokumen sudah mencukupi namun persyaratan belum lengkap, Kominfo tidak mengizinkan Starlink berfungsi.
Agar kepercayaan masyarakat pada pemerintahan Presiden Jokowi dan Kominfo kembali pulih, Trubus meminta Ombudsman melakukan evaluasi terhadap pemberian izin Starlink. Menurut Trubus, rencana Kominfo untuk membentuk direktorat pengawasan untuk memantau kegiatan usaha Starlink saja tidak cukup.
“Saat ini masyarakat sudah tidak lagi mempercayai Kominfo karena berperilaku seperti juru bicara Starlink. Investigasi dan evaluasi penerbitan izin Starlink harus melibatkan berbagai pihak seperti Ombudsman, APH, dan asosiasi. Selebihnya, Menkominfo tidak bisa membiarkan gejolak ini berlalu begitu saja. “Anda harus bertanggung jawab dan menunjukkan bahwa permohonan izin Starlink tidak seperti yang diklaim,” kata Trubus.
Untuk memastikan kisruh tersebut tidak terulang kembali di masa mendatang, pemerintahan mendatang yang dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto harus menetapkan aturan yang jelas mengenai orbit non-geosstasioner (NGSO). Termasuk regulasi keamanan digital dan wilayah Indonesia. Karena kedepannya akan banyak model bisnis serupa Starlink yang masuk ke Indonesia.